Advertisement
Parah! Sri Mulyani: Belanja Daerah Banyak Diecer-ecer dan Dikebut di Akhir Tahun
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sambutan saat peluncuran progam penjaminan pemerintah kepada padat karya dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi nasional di Jakarta, Rabu (29/7 - 2020). Bisnis
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa terdapat kebiasaan buruk pemerintah yakni belanja yang tertumpu di akhir tahun, sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan dana di daerah.
Menurutnya, hal tersebut bukan hanya membebani fiskal, tetapi juga tidak memberikan manfaat bagi masyarakat. Pernyataan ini disampaikan oleh Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR untuk pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau RUU HKPD.
Advertisement
Menurut Sri Mulyani, desentralisasi fiskal yang belum optimal menjadi salah satu dasar pemerintah mendorong UU HKPD. Salah satu masalah yang menjadi sorotannya adalah kualitas belanja pemerintah daerah, padahal alokasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) naik pesat dari Rp523 triliun pada 2013 menjadi Rp795 triliun pada 2021.
Dia menilai bahwa belanja daerah masih belum fokus dan efisien. Hal tersebut tergambar dari banyaknya program pemerintah daerah, yakni 29.623 jenis program dan 263.135 jenis kegiatan, tetapi dampaknya minim bagi masyarakat.
"Makanya terjadi kegiatan yang sangat kecil-kecil yang dampaknya sangat minimal, bahkan tidak dirasakan [oleh masyarakat]. Kalau istilah Bapak Presiden, uangnya diecer-ecer," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers usai rapat paripurna, Selasa (7/12/2021).
Selain itu, menurutnya, pola eksekusi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) cenderung masih business as usual. Salah satu kebiasaan buruk pemerintah adalah mempercepat belanja pada penghujung tahun agar realisasi anggaran lebih tinggi, tetapi eksekusinya seringkali tidak berkualitas.
"Pola eksekusi APBD yang masih business as usual, selalu tertumpu di kuartal IV/2021 sehingga mendorong adanya idle cash di daerah," ujar Sri Mulyani.
Padahal, menurutnya, APBD merupakan instrumen penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dari pemerintah daerah. Selain itu, APBD pun dapat membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tetapi sayangnya belanja anggaran kerap kurang berpengaruh bagi masyarakat.
BACA JUGA: Hujan Cuma Hitungan Jam, Belasan Pohon di Bantul Ambruk
Kondisi serupa nyatanya bukan hanya terjadi di daerah, tetapi juga di tingkat pusat, misalnya dalam hal realisasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa hingga Jumat (3/12/2021), realisasi anggaran PEN adalah senilai Rp513,17 triliun, atau baru 68,6 persen dari pagu Rp744,77 triliun.
Berdasarkan data itu, masih terdapat 31,4 persen anggaran atau Rp231,6 triliun yang belum terealisasi. Padahal, anggaran itu harus direalisasikan kurang dari satu bulan atau sebelum tahun berganti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Program Makan Bergizi di Sleman Belum Sasar Lansia dan Difabel
Advertisement
5 Air Terjun Terindah dari Jawa hingga Sumatra, Pesonanya Bikin Takjub
Advertisement
Berita Populer
- Jateng Dinilai Punya Potensi Besar Kembangkan Ekonomi Syariah
- Pemerintah Siapkan Rebranding Pasar Pakaian Bekas Jadi Pusat Lokal
- Daftar Makanan Sehat untuk Atasi Lemak Perut di Usia Menopause
- 2 Kerangka di Kwitang Teridentifikasi, Mereka Hilang Saat Kerusuhan
- The Phoenix dan Grand Mercure Gelar Pesta Tahun Baru Berkonsep Unik
- Danantara Kucurkan Rp20 Triliun Bangun Peternakan Ayam untuk MBG
- Geber Gaspol Sleman Dorong Serapan Hasil Petani Lokal
Advertisement
Advertisement



