Begini Cara Bedakan Pinjol Legal dan Ilegal, Kenali Agar Terhindar dari Jeratannya

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Hingga Oktober 2021 lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis setidaknya ada 3.515 entitas perusahaan pinjaman online (pinjol) ilegal.
Dengan pertumbuhan yang kian meningkat, OJK pun berangsur membekukan praktik pinjol ilegal yang kian meresahkan. Kini, hanya ada sekitar 104 perusahaan fintech peer-to-peer lending yang terdaftar dan berizin OJK serta boleh beroperasi secara legal.
Umumnya, korban jeratan pinjol ilegal ini minim pengetahuan terhadap layanan pembiayaan ditambah tengah menghadapi kebutuhan keuangan yang mendesak. Hal ini menjadi penyebab yang membuat masyarakat terjebak dengan janji-janji pinjol ilegal. Ada baiknya, cek dan ricek terlebih dahulu sebelum menentukan kepada siapa dan melalui aplikasi apa Anda akan meminjam.
Direktur Teknologi Informasi PT Mandala Multifinance Tbk., Felix Nugroho, memberikan sejumlah tips untuk masyarakat agar mampu membedakan antara pinjaman online ilegal dengan yang legal.
1. Cek legalitas si pemberi kredit
Dari sekian banyak pemain di industri ini, ada baiknya untuk melakukan pengecekan terlebih dulu tentang legalitasnya. Pengecekan terhadap kredibilitas pemberi kredit ke OJK dapat menjadi langkah awal. Keamanan ini menjadi salah satu prioritas yang dipastikan oleh perusahaan yang menyediakan layanan pembiayaan melalui aplikasi.
2. Cek suku bunga dan biaya-biaya lainnya: masuk akal atau tidak
Masyarakat juga dapat meneliti berapa suku bunga yang ditawarkan untuk pinjaman yang diajukan, berapa denda keterlambatan dan biaya-biaya lainnya. Jika terkesan terlalu memudahkan apalagi menggampangkan, maka Anda perlu curiga. Normalnya, pihak peminjam yang legal tidak akan segegabah itu menghitung besaran bunga, seolah seperti hendak meminjamkan secara cuma-cuma karena minimal ada barang atau surat yang dijaminkan.
3. Selektif terhadap layanan yang ditawarkan
Pada tahap akhir dalam memilih pinjaman online, masyarakat harus mencermati dengan saksama mengenai layanan yang ditawarkan serta manfaat dan risikonya. Melihat kembali kebutuhan dan kemampuan sehingga lebih teliti dan kritis terkait biaya, agunan, maupun tenor.
Selain poin-poin di atas, Felix Nugroho pun menyarankan agar masyarakat dapat lebih selektif dengan mencari informasi tentang jumlah pengguna aplikasi pinjaman tersebut. “Jika sudah banyak masyarakat yang menggunakan aplikasi tersebut, artinya pun sudah ada kepercayaan yang tumbuh terhadap brand itu sendiri,” ujar Felix dalam siaran pers.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Terlalu Sempit, Jalur Evakuasi Turgo Dilebarkan Jadi 6 Meter
Advertisement

Ingin Buka Puasa di Hotel? Ini 3 Rekomendasi Tempat di Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Lanjutkan Penghijauan, Epson Indonesia Tanam 6000 Pohon dan Rehabilitasi Mangrove
- Diduga Terobsesi Teori Konspirasi, Satu Keluarga Lompat dari Balkon Apartemen
- Di Terminal Ini, Tiket Bus Sudah Naik Harga hingga 2 Kali Lipat
- Tingkat Kesukaan Publik kepada Anies Menurun, Ini Penyebabnya
- Alasan Jokowi Larang Pejabat Buka Puasa Bersama: Pejabat Sedang Disorot
- Aturan Anyar, PNS Meninggal Dunia Kini Dapat Manfaat Asuransi Rp8 Juta
- Muhammadiyah Sebut Pejabat Sebaiknya Tak Dilarang Buka Puasa Bersama
Advertisement