Advertisement
Wajib Pajak Berkasus Kok Bisa Ikut Tax Amnesty Jilid 2, Begini Dalih Pemerintah
Karyawan berkomunikasi di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, Senin (10/6/2019). - Bisnis/Nurul Hidayat
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak ataU DJP Kementerian Keuangan menyatakan bahwa penindakan kasus pidana tidak akan terpengaruh jika wajib pajak terkait mengikuti program pengungkapan sukarela atau PPS.
Direktur Penegakan Hukum DJP Kementerian Keuangan Eka Sila Kusna Jaya menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah memberlakukan PPS agar para wajib pajak dapat memenuhi kewajiban pelaporan.
Advertisement
Menurutnya, PPS dapat diikuti oleh seluruh wajib pajak, termasuk yang masih menjalani proses hukum. PPS dapat diikuti dalam kurun waktu enam bulan, yakni pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.
"Sebagaimana diamanatkan UU 7/2021, tentunya tidak akan tumpang tindih dengan penegakan hukum," ujar Eka pada Senin (23/11/2021).
Menurutnya, wajib pajak yang sedang menjalani pemeriksaan kasus hukum, termasuk dugaan tindak pidana perpajakan dapat mengikuti program tersebut. Namun, mereka harus menyelesaikan dulu perkaranya sebelum mengikuti PPS.
"Prosesnya [penindakan hukum] tetap berjalan. Kalau kasusnya sudah selesai bisa [ikut PPS]," ujar Eka.
PPS memungkinkan wajib pajak menyampaikan secara sukarela atas harta yang belum masuk dalam pengungkapan program pengampunan pajak 2016–2017, maupun dalam SPT tahun 2020.
Terdapat dua kebijakan dalam PPS, yakni:
Pertama, peserta program pengampunan pajak 2016–2017, dapat mengungkapkan harta bersih yang belum dilaporkan pada saat program pengampunan pajak dengan membayar PPh Final sebesar:
A. 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri
B. 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri
C. 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN), dan hilirisasi sumber daya alam (SDA), serta energi baru dan terbarukan (EBT)
Kedua, wajib pajak orang pribadi peserta program pengampunan pajak maupun non peserta pengampunan pajak, dapat mengungkapkan harta bersih yang berasal dari penghasilan tahun 2016–2020, dapat mengungkapkan harta bersih 2016–2020 tapi belum dilaporkan dalam SPT tahunan PPh 2020, dengan membayar PPh Final sebesar:
A. 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri
B. 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri
C. 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN serta hilirisasi SDA dan EBT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Surya Group Siap Buka 10.000 Lowongan Kerja di Tahun 2026
- Konser Amal di Tangerang Galang Rp1,3 Miliar untuk Sumatera dan Aceh
- Musim Flu AS Catat 2,9 Juta Kasus, 1.200 Orang Meninggal
- Korupsi Kepala Daerah Masih Terjadi, Pakar Nilai Retret Bukan Solusi
- PBB Desak Israel Buka Akses Bantuan, Palestina Angkat Bicara
Advertisement
Bakmi Jawa, Apem Contong, dan Tradisi Nyumbang Jadi WBTB Gunungkidul
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Tim Tenis Putri Indonesia Pertahankan Emas SEA Games 2025
- Kraton Jogja Dorong Konservator Masa Depan lewat Pawiyatan Konservasi
- Junta Myanmar Bantah Korban Sipil dalam Serangan RS Rakhine
- Fasilitas Kesehatan Terdampak Bencana Mulai Pulih Bertahap
- Banjir Bandang Probolinggo Rusak 7 Jembatan dan 40 Rumah Warga
- Tunggal Putri Bulutangkis Indonesia Gagal Raih Emas SEA Games 2025
- Produk Rumah Tangga Berisiko Tingkatkan Gangguan Kehamilan
Advertisement
Advertisement




