Advertisement
Hanya 15 Persen Pekerja Indonesia Punya Pendapatan Kelas Menengah

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Dalam laporannya, Bank Dunia mencatat hanya 13 juta pekerja di Indonesia yang memiliki pendapatan cukup untuk membiayai kehidupan kelas menengah dengan empat anggota keluarga. Jumlah tersebut setara dengan 15 persen dari total 85 juta penerima pendapatan yang meliputi pegawai, pekerja kasual, dan wiraswasta.
Ekonom Senior Vivi Alatas menyebut terdapat dua hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal tersebut. Pertama, Indonesia harus meningkatkan proporsi tenaga kerja yang lulus tingkat pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) ke atas.
Advertisement
“Hanya 41 persen tenaga kerja di Indonesia yang lulus SMA atau ke atas. Laporan [Bank Dunia] ini menunjukkan bahwa untuk mempunyai pekerjaan menengah atas maka paling tidak harus lulus SMA,” jelas Vivi dalam peluncuran laporan Bank Dunia “Pathways to Middle-Class Jobs in Indonesia” secara virtual, Rabu (30/6/2021).
Vivi menjelaskan drop out sering terjadi ketika ijazah lulus sudah didapatkan oleh siswa lulus SD, SMP, dan SMA. Pemerintah diminta untuk meningkatkan penyaluran insentif kepada siswa secara tepat waktu atau pada saat masa-masa pendaftaran ke jenjang yang lebih tinggi. Vivi menilai rentan waktu tersebut kerap menjadi momen bagi siswa dalam memutuskan untuk drop out.
“Beasiswa untuk SMP harusnya diberikan saat kelas 6 SD. Demikian juga untuk tingkat-tingkat lainnya. Selain itu harus tepat jumlahnya agar sesuai dengan opportunity cost. Harus tepat sasaran, dan tidak ada exclusion error. Lalu harus memberikan informasi cukup terkait dengan pilihan bidang studi sesuai dengan minat dan bakat mereka, sehingga bisa menurunkan minat untuk drop out,” ujar Vivi.
Kedua, memberikan mereka kesempatan kedua salah satunya untuk upscaling dan rescaling bagi yang sudah keluar dari bangku sekolah. Pasalnya, saat ini masih ada 128 juta pekerja yang masih memerlukan upscaling dan rescaling.
Vivi lalu menyebut hanya ada 15 persen manajemen perusahaan yang memasukkan pelatihan ke dalam isu prioritas, berdasarkan Survei Persepsi Ketenagakerjaan Terhadap Perusahaan Manufaktur Sedang dan Besar oleh Bank Dunia.
Sementara, hanya ada 8 persen dari pekerja yang menganggap pelatihan sebagai prioritas. Sebanyak 53 persen dari pekerja tersebut mengungkapkan bahwa alasan utama adalah tidak tersedianya pelatihan yang sesuai.
Oleh karena itu, Vivi mengapresiasi program Kartu Prakerja karena menyediakan akses lebih banyak terhadap pelatihan bagi seluruh masyarakat di penjuru daerah, serta mendorong terciptanya lembaga-lembaga pelatihan baru.
“Ini bukan hanya pemerintah yang punya kewajiban, tapi ini adalah tanggung jawab bersama,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Satgas Koperasi Merah Putih Resmi Dibentuk, Zulkifli Hasan Jabat Ketua
- Selain GBK, Hotel Sultan hingga TMII Juga Bakal Dikelola Danantara
- Puluhan Warga Badui Digigit Ular Berbisa, 2 Meninggal Dunia
- Aduan Konten Judi Online Mencapai 1,3 Juta
- Tunjangan Guru Non ASN pada RA dan Madrasah Cair Juni 2025, Segini Besarannya
Advertisement

Raperda Pertambangan, Sultan Tekankan Cegah Tambang Ilegal dan Eksploitasi Berlebihan
Advertisement

Jembatan Kaca Seruni Point Perkuat Daya Tarik Wisata di Kawasan Bromo
Advertisement
Berita Populer
- Kemensos Sebut 66 Sekolah Rakyat Siap Berdiri Tahun Ini
- Aduan Konten Judi Online Mencapai 1,3 Juta
- PPATK Sebut Perputaran Dana Judi Online Bisa Tembus Rp150,36 Triliun Selama 2025
- Akhirnya, Paus ke-267 Gereja Katolik Terpilih
- Profil Paus Leo XIV Asal Amerika Serikat
- Wamendes: Koprasi Merah Putih Jangan Mematikan Usaha di Desa yang Sudah Ada
- Polri Klaim Selesaikan 3.326 Kasus Premanisme dalam Operasi Serentak
Advertisement