Advertisement
Industri Tekstil Nilai Pemerintah Gagal Soal Jaminan Pasar
Pedagang merapikan kain di salah satu gerai di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (8/12/2020). - Bisnis.com/Himawan L Nugraha
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Industri tekstil dan produk tekstil menilai kesulitan dalam mendapatkan jaminan pasar saat ini.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta bahkan menyebut pemerintah telah gagal menjadikan pasar domestik sebagai jaminan pasar produk lokal. Sementara dengan mudah memberikan karpet merah terhadap produk impor atas nama kepentingan penyediaan barang murah untuk konsumen tanpa memikirkan upaya peningkatan daya beli konsumen itu sendiri.
Advertisement
Redma menyebut analisis APSyFI terhadap data pertumbuhan industri TPT yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) menggambarkan pengaruh investasi terhadap PDB TPT dalam 5 tahun terakhir terus turun hingga tersisa 2,4 persen pada 2019 dan 2020. Sedangkan pengaruh neraca perdagangan juga terus turun hingga hanya 24 persen dari PDB TPT.
"Kalau kondisinya dipelihara terus seperti ini maka dalam 5 tahun ke depan neraca perdagangan kita hanya tinggal tersisa US$1 miliar dan pertumbuhan kita akan selalu negatif, padahal sebelum 2008 neraca kita bisa diatas US$7 miliar tetapi terus tergerus akibat kebijakan pro impor,” katanya melalui siaran pers, Minggu (4/4/2021).
Redma menyebut kebijakan pro impor ini telah menekan investasi dan kemampuan serapan tenaga kerja di sektor TPT. Menrutnya pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance dan lain sebagainya untuk mendorong investasi, tetapi hal itu dinilai akan sia-sia karena persoalan jaminan pasar.
Adapun rendahnya utilisasi produksi akibat pasar domestik yang terus tergerus barang impor dan rendahnya investasi ini juga menyebabkan serapan tenaga kerja di sektor TPT juga minim dan mengurangi fungsinya sebagai sektor padat karya.
“Kita harusnya segera sadar bahwa banjirnya barang impor murah telah menggerogoti ekonomi kita selama bertahun-tahun. Jadi pikirannya tolong dibalik, kalau barang murah tersedia dari impor tetapi pengangguran masih belum terselesaikan, apakah konsumen punya kekuatan beli?” ujar Redma.
Kemudian Redma menyinggung masalah safeguard pakaian jadi yang mendapatkan hambatan dalam implentasinya di mana beberapa pihak di beberapa kementerian tidak menyetujuinya dengan alasan ketakutan inflasi.
Menurutnya, import itu hanya dimainkan oleh segelintir orang, tetapi kalau diproduksi industri lokal maka ribuan industri kecil menengah (IKM) terlibat dengan jutaan tenaga kerja, ratusan industri kain dengan ratusan ribu tenaga kerjanya terlibat, ratusan industri benang dengan ratusan ribu karyawannya juga terlibat, hingga produsen serat dan karyawannya juga terlibat.
“Belum lagi rentetan PPN dari hulu ke hilir dan PPH perusahaan atau karyawannya dari hulu ke hilir. Jadi, pemerintah mau pilih sekelompok importir itu atau jutaan tenaga kerja dan stimulus pasar bagi investasi?” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Trump Klaim 95 Persen Rencana Damai Rusia-Ukraina Telah Disepakati
- 46.207 Penumpang Tinggalkan Jakarta dengan Kereta Api Hari Ini
- Ratusan Warga Terdampak Banjir Bandang Kalimantan Selatan
- Kunjungan ke IKN Tembus 36.700 Orang saat Libur Natal 2025
- Kim Jong Un Dorong Produksi Rudal dan Amunisi Korut Diperkuat
Advertisement
Advertisement
Inggris Terbitkan Travel Warning Terbaru, Indonesia Masuk Daftar
Advertisement
Berita Populer
- Arema FC Lepas Brandon Scheunemann di Bursa Transfer Paruh Musim
- Persija vs Bhayangkara: Ujian Strategi Tanpa Mauricio Souza
- Gus Yahya: Persoalan Internal PBNU Sudah Selesai
- Rusia Tegaskan Dukungan Penuh ke China soal Taiwan
- Jadwal Lengkap KA Bandara YIA-Tugu Jogja Senin 29 Desember 2025
- Jadwal SIM Keliling Jogja Senin 29 Desember 2025
- Jadwal Lengkap KRL Jogja-Solo Senin 29 Desember 2025
Advertisement
Advertisement




