Advertisement

Ini Penjelasan tentang Resesi & Faktor Penyebabnya

Ika Fatma Ramadhansari
Kamis, 05 November 2020 - 17:07 WIB
Budi Cahyana
Ini Penjelasan tentang Resesi & Faktor Penyebabnya Suasana salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Kamis (19/3/2020). Bisnis - Arief Hermawan P

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS RI) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2020 mencatatkan kontraksi atau minus 3,49 persen secara tahunan (year on year / yoy). Dlam dua kuartal berturut-turut pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mencatatkan pertumbuhan negatif sehingga Indonesia masuk resesi.

Sebelumnya, pada kuartal II/2020 pertumbuhan ekonomi tercatat minus 5,32 persen.  Ketika perekonomian masyarakat mulai mengalami kesulitan ini juga berarti berpengaruh kepada perekonomian perusahaan, maupun pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. 

Advertisement

Sebelum BPS mengumumkan data PDB hari ini, Presiden Joko Widodo telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2020 bakal minus 3 persen (yoy). Jokowi mengatakan Indonesia akan mengalami resesi ekonomi. Ramalan Presiden pun jadi kenyataan. 

Lantas, apa sebenarnya resesi? 

Dilansir dari The Economic Times pada Kamis (5/11/2020), resesi adalah perlambatan atau kontraksi besar-besaran dalam kegiatan ekonomi. Penurunan pengeluaran yang signifikan umumnya mengarah pada resesi.

Ada beberapa indikator yang menunjukkan tanda-tanda resesi, misalnya banyaknya orang yang kehilangan pekerjaan, perusahaan menghasilkan lebih sedikit penjualan, terakhir pengeluaran (output) ekonomi negara secara keseluruhan turun. 

Titik dimana perekonomian secara resmi jatuh ke dalam resesi bergantung pada berbagai faktor, dikutip dari Forbes pada Kamis (5/11/2020). 

Pada 1974, ekonom Julius Shiskin membuat beberapa aturan praktis untuk mendefinisikan resesi. Poin paling populer adalah penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut. Ekonomi yang sehat berkembang dari waktu ke waktu, sehingga jika dua kuartal berturut-turut produksi yang menyusut menunjukkan ada masalah mendasar yang serius. Definisi ini menjadi standar umum resesi selama bertahun-tahun. 

Biro Riset Ekonomi Amerika Serikat (NBER) diakui sebagai otoritas yang menentukan tanggal mulai dan berakhirnya resesi AS. NBER memiliki definisi sendiri tentang apa yang merupakan resesi, yaitu penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian, berlangsung lebih dari beberapa bulan, biasanya terlihat dalam PDB riil, lapangan kerja, produksi industri, dan penjualan grosir-eceran.

Definisi NBER lebih fleksibel daripada aturan Shiskin untuk menentukan apa itu resesi. 

"Misalnya virus Covid-19 berpotensi menciptakan resesi berbentuk W, dimana ekonomi jatuh pada kuartal pertama, mulai tumbuh lalu turun lagi di masa depan. Ini tidak akan menjadi resesi menurut aturan Shiskin tetapi bisa menjadi resesi jika menggunakan definisi NBER," tulis Forbes.  

Resesi disebabkan oleh banyak hal mulai dari guncangan ekonomi secara tiba-tiba hingga inflasi yang tidak terkendali. Berikut fenomena umum yang menyebabkan terjadinya resesi:

1. Guncangan Ekonomi Secara Tiba-Tiba

Maksudnya, masalah kejutan yang menimbulkan kerusakan finansial yang serius. Salah satu contohnya wabah virus Covid-19 yang mematikan ekonomi di seluruh dunia.

2. Hutang yang Berlebihan

Ketika individu atau bisnis memiliki terlalu banyak hutang, biaya untuk membayar hutang dapat meningkat ke titik dimana mereka tidak dapat membayar tagihan mereka. Meningkatnya hutang dan kebangkrutan kemudian dapat membalikkan perekonomian. 

3. Gelembung Aset

Ketika keputusan investasi di dorong oleh emosi, hasil ekonomi yang buruk akan segera terjadi. Investor bisa menjadi terlalu optimis jika perekonomian kuat. 

Mantan ketua The Fed Alan Greenspan terkenal menyebut kecenderungan ini sebagai "kegembiraan irasional" dalam menggambarkan keuntungan besar di pasar saham pada akhir 1990-an. Kegembiraan irasional menggembungkan pasar saham atau gelembung real estat. Ketika gelembung itu meletus, panic selling dapat menghancurkan pasar sehingga menyebabkan resesi. 

4. Inflasi Terlalu Tinggi 

Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik dari waktu ke waktu. Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya. Bank Central AS bisa mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan aktivitas ekonomi.

5. Deflasi Berlebihan 

Meskipun inflasi yang tak terkendali dapat menyebabkan resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk. Deflasi adalah saat harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah menyusut, yang selanjutnya menekan harga. Ketika lingkaran umpan balik deflasi lepas kendali, orang dan bisnis berhenti mengeluarkan uang sehingga merusak ekonomi. 

Sayangnya, Bank Central AS dan ekonom hanya memiliki sedikit alat untuk memperbaiki masalah mendasar yang menyebabkan deflasi. Perjuangan Jepang dengan deflasi hampir sepanjang tahun 1990-an menyebabkan resesi yang parah di negara tersebut.  

6. Perubahan Teknologi

Penemuan baru dapat meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang. Namun, kemungkinan ada periode penyesuaian jangka pendek untuk terobosan teknologi. 

Pada abad ke-19, ada gelombang peningkatan teknologi hemat tenanga kerja. Revolusi Industri membuat seluruh profesi menjadi usang, memicu resesi dan masa-masa sulit. Saat ini beberapa ekonom khawatir bahwa Artificial Intellegence (AI) dan robot dapat menyebabkan resesi lantaran pekerja kehilangan mata pencarian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Kereta Bandara YIA Rabu 24 April 2024, Harga Tiket Rp20 Ribu

Jogja
| Rabu, 24 April 2024, 04:17 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement