Advertisement

Tingkat Kematian Covid Indonesia Terbesar Kedua setelah Italia

Newswire
Rabu, 01 April 2020 - 12:07 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Tingkat Kematian Covid Indonesia Terbesar Kedua setelah Italia Foto ilustrasi. - Reuters

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Dari hari ke hari, angka kasus infeksi pasien positif virus Corona penyebab Covid-19 di Indonesia selalu bertambah. Per Selasa (31/3/2020) saja, total kasus positif mencapai 1.528. Sedangkan pasien meninggal sebanyak 136 jiwa.

Itu artinya, jika persentase angka kematian di Indonesia sebesar 8,9%, yakni dengan angka kematian dibagi total kasus positif, dikalikan 100 persen.

Advertisement

Hal itu pun membuat Indonesia berada di urutan kematian tertinggi kedua setelah Italia, yang mencapai 11,7%, dengan jumlah total kematian 12.428 dari total kasus positif sebanyak 188.524.

Lalu, apa yang menyebabkan tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia begitu tinggi? Ketua Satgas Covid-19 Prof. dr. Zubairi Djoerban Sp.PD menjelaskannya.

Kasus Covid-19 di Indonesia seperti gunung es

Menurut Prof. Zubairi, ada beberapa alasan hal ini terjadi, khususnya karena pemerintah belum berhasil mengungkap semua kasus positif yang masih ada di tengah masyarakat. Seperti gunung es, yang terlihat di permukaan hanya sedikit, padahal jika didalami masih sangat banyak.

"Nah, yang meninggal pasti benar jumlahnya, yang terdiagnosis itu yang jumlahnya under estimate, bisa dikatakan mirip-mirip puncak gunung es. Jadi sebetulnya banyak banget, jadi misalnya meninggal 100, diagnosis 1000, jadi 10 persen," ujar Prof. Zubairi saat dihubungi Suara.com.

Presentase kematian belum mendekati kebenaran

Melihat angka kasus terdeteksi yang terbilang sedikit, ia meyakini jika presentase angka kematian belum pasti atau benar. Angka kebenaran, kata dia, baru didapat jika data yang terdiagnosis sudah mencapai 5000 kasus.

"Artinya, belum bisa dibilang angka kematiannya tinggi, karena yang terdiagnosis masih kurang, dan datanya masih terlalu dikit terlalu kecil. Tapi beberapa hari kemudian, saya kira satu sampai dua minggu kemudian, waktu di bawahnya tinggi, katakanlah 1000 sampai 5000 kasus katakanlah, itu sudah mendekati kebenaran angka kematiannya," paparnya.

"Kalau misalnya yang terdiagnosis 5.000, maka angka kematian kan di bagi 5.000 dikali 100 persen, maka jawabannya ada di situ, sekarang belum bisa menilai sekian persen," sambungnya.

Lambat dan sedikitnya alat deteksi di Indonesia

Belum lagi lambatnya alat pendeteksi atau pengetesan Covid-19 di Indonesia. Profesor yang berpraktik di RS Kramat 128, Jakarta Pusat itu juga menyoroti pemeriksaan spesimen di Indonesia yang masih sedikit.

Tak jarang bahkan pemeriksaan harus dipotong dua hari libur di akhir pekan Sabtu-Minggu, sehingga minimalnya membutuhkan waktu enam hari untuk mendapatkan hasil.

"Masalahnya untuk ini juga terkait dengan tesnya, jadi kalau misalnya seseorang di tes hari ini, hasilnya lama tiga hari kerja. Sekarang hari apa? Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu libur, Minggu libur. Jadi baru Selasa ada hasil. Terlalu lama," pungkas dia.

Sementara itu memang, pemerintah mengaku sudah memesan satu juta kit rapid test untuk pemeriksaan secara massal, dan sudah sebanyak 150.000 kit yang tiba di Indonesia.

Namun dengan populasi sebanyak 270 juta penduduk tentu memang sangat jauh perbandingannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Suara.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Catat! Tarif Parkir Kendaraan Bermotor di Lokasi Wisata Wilayah Bantul

Bantul
| Sabtu, 20 April 2024, 12:17 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement