PWI Tolak Pemberian Sanksi melalui PP
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menolak adanya aturan dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang memberikan kewenangan kepada peraturan pemerintah (PP) untuk mengatur sanksi administrasi. Kendati demikian, PWI mendukung kenaikan sanksi dalam pidana pers agar semakin profesional.
"Kami menolak adanya Pasal 18 ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada peraturan pemerintah untuk mengatur sanksi administrasi terkait pelanggaran Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers," ujar Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari dikutip dari siaran pers, Jumat (21/2/2020).
Advertisement
Menurut Atal, UU Pers tidak boleh membuka pintu belakang dengan memberikan kewenangan melalui peraturan pemerintah (PP).
"Silakan sanksi diatur pada Pasal 18 ayat (3) UU Pers saja seperti sekarang ini," ujar Atal didampingi Sekjen PWI Mirza Zulhadi, Tim Advokasi PWI Pusat Wina Armada Sukardi, Kamsul Hasan dan Rita Sri Hastuti, di Jakarta, Kamis (20/2), usai melakukan diskusi terbatas mengenai RUU Cipta Kerja yang bersentuhan dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Mengenai naiknya sanksi sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2), PWI setuju sebagai bentuk kesetaraan di hadapan hukum, baik untuk orang yang menghalangi kerja jurnalistik maupun perusahaan pers pelanggar Pasal 5 ayat (1) UU Pers.
Sanksi pidana pers yang semula pidana dendanya Rp500 juta naik menjadi Rp2 miliar. "Naiknya sanksi ini diharapkan bisa menjadi pengingat baik kepada masyarakat atau pers itu sendiri," ujar Atal.
Hal lain yang menjadi konsentrasi PWI adalah sistem pertanggungjawaban sebagaimana diatur Pasal 12 UU Pers yang sekarang ini masih membuka celah masuknya pidana lain.
"Kami usulkan pada Pasal 12 ini dikunci, bila terjadi sengketa pemberitaan hanya ditangani sesuai UU Pers. Bisa hak jawab, hak koreksi dan mediasi di Dewan Pers. Paling berat adalah pidana pers sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) atau Pasal 18 ayat (2)," jelas Atal.
UKW dan Verifikasi
Ketum PWI Pusat Atal S Depari mendukung uji kompetensi wartawan (UKW) dan verifikasi perusahaan pers hadir dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. "PWI akan usulkan agar UKW dan verifikasi Perusahaan Pers diatur langsung dalam UU, tidak seperti sekarang ini," ujar Atal.
Menurut dia, Pasal 7 UU Pers yang selama ini hanya dua ayat, perlu ditambah. PWI usulkan Pasal 7 ayat (1) wartawan Indonesia wajib mengikuti pelatihan khusus dan uji kompetensi wartawan. Pasal 7 ayat (2) Wartawan Indonesia wajib masuk dalam organisasi profesi kewartawanan. Pasal 7 ayat (3) Wartawan Indonesia wajib memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Atal juga meminta verifikasi perusahaan pers masuk menjadi syarat yang diatur pada Pasal 9 UU Pers sehingga selain berbadan hukum juga wajib terverifikasi. "Namun, verifikasinya tidak mengarah kepada pers industri. Verifikasinya lebih untuk melihat apakah badan hukumnya sudah sesuai," ujar Atal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
- Pengaruh Dukungan Anies Vs Dukungan Jokowi di Pilkada Jakarta 2024, Siapa Kuat?
- Yusril Bantah Mary Jane Bebas, Hanya Masa Hukuman Dipindah ke Filipina
- ASN Diusulkan Pindah ke IKN Mulai 2025
- Pelestarian Naskah Kuno, Perpusnas Sebut Baru 24 Persen
Advertisement
Jadwal Terbaru KA Bandara YIA Xpress Jumat 22 November 2024
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Selama Agustus Oktober, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Yogyakarta Terbtkan Belasan Ribu Paspor
- Badan Geologi Kementerian ESDM Mendorong Seluruh Kawasan Bentang Karst di Indonesia Dilindungi
- KAI Angkut 344 Juta Penumpang Periode Januari-Oktober 2024
- Kemenpar Usulkan Tambahan Dana Rp2,2 Triliun di 2025, Ini Tujuannya
- Tiga Tol Akses ke IKN Dibuka Fungsional Mulai 2025, Belum Dikenakan Tarif
- Khawatir Muncul Serangan Udara, Italia Tutup Sementara Kedubesnya di Ukraina
- Korupsi Dana Bantuan Kesehatan, Eks Kepala Puskesmas di Purbalingga Dihukum 1 Tahun Penjara
Advertisement
Advertisement