Advertisement
Negara Tak Boleh Kalah dengan Aksi Main Hakim Sendiri atas Rumah Ibadah
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA - Insiden pelanggaran atas kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) kembali marak di awal tahun 2020. Yang terbaru, sekelompok masyarakat yang berasal dari Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara melakukan aksi perusakan Musala Al-Hidayah Perum Agape di desa yang sama.
Sekitar 50 orang yang menamakan diri Ormas Waraney melakukan perusakan terhadap musala tersebut. Sebelumnya, tindakan vigilantisme atau main hakim sendiri, bahkan dengan kekekerasan, menimpa beberapa gereja.
Advertisement
Halili selaku Direktur SETARA Institute mengatakan, pertama SETARA Institute mengutuk tindakan main hakim sendiri dan kekerasan terhadap rumah ibadah. Tindakan demikian tidak dapat dibenarkan dan nyata-nyata melanggar KBB yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Kedua, SETARA Institute menilai bahwa praktik vigilantisme oleh sekelompok masyarakat nyata-nyata menggerogoti demokrasi di Indonesia yang seharusnya dikuatkan dengan elemen rule of law. Kekerasan yang digunakan sebagai instrumen dalam konflik dan ketegangan sosial-keagamaan nyata-nyata menggerus proses demokrasi yang sejatinya terbuka terhadap kontestasi aspirasi apapun, namun mensyaratkan pendekatan dan tindakan non-kekerasan.
Ketiga, SETARA Institute mendesak pemerintahan Joko Widodo untuk melaksanakan mandat konstitusional Pasal 28E Ayat (1) dan (2) serta Pasal 29 Ayat (2) UUD NRI 1945 dengan mengambil tindakan optimal untuk melindungi kelompok minoritas. Beberapa kasus terkini menunjukkan bahwa kelompok intoleran, atas nama mayoritas di daerah setempat, merasa memiliki kuasa untuk melakukan tindakan main hakim sendiri atas minoritas. Dengan kepercayaan diri sebagai mayoritas mereka secara terbuka melampaui proses serta penegak hukum. Dalam situasi demikian, negara harus menegaskan inklusi terhadap seluruh kelompok warga. Negara tidak boleh kalah terhadap kelompok vigilante yang kerap menyangkal hak-hak konstitusional kelompok minoritas.
Keempat, SETARA Institute mendorong pemerintah dan aparat kepolisian untuk menjalankan fungsi perlindungan dan pengamanan berkelanjutan dengan pendekatan non-favoritisme (tidak mengistimewakan mayoritas atas minoritas), non-koersif, dan nir-kekerasan. Mereka mesti bertindak sebagai penghubung dialog antar pemangku kepentingansecara setara dan partisipatif yang menghasilkan keputusan berimbang dan resolutif secara berkelanjutan.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Hakim MK Ragukan Keaslian Tanda Tangan Ketum PKN Anas Urbaningrum di Kasus Sengketa Pileg 2024
- Kasus Polisi Bunuh Diri di Jaksel, Kapolresta Manado Diperiksa Polda Sulawesi Utara
- Pengadilan Kriminal Internasional Dikabarkan Mengincar Netanyahu, Israel Panik
- Indonesia-Iran Jalin Kerja Sama Teknologi Pertanian
Advertisement
Ratusan Juta Rupiah Dicairkan BPJS Ketenagakerjaan buat Pekerja di Kulonprogo
Advertisement
Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja
Advertisement
Berita Populer
- 7 Bandara di Sulawesi Ditutup Usai Gunung Ruang Kembali Erupsi, Berikut Daftarnya
- Komisaris HAM PBB Prihatin dengan Sikap Polisi AS yang Membubarkan Aksi Mahasiswa Pro Palestina
- Peringatan Hari Buruh 2024, Buruh Tuntut Penghapusan Upah Murah hingga Pencabutan UU Cipta Kerja
- Aksi Buruh 1 Mei: Masyarakat Diminat Hindari Kawasan Monas Jakarta
- Prihatin Atas Temuan Kuburan Maasa di Gaza, Sekjen PBB Minta Operasi militer di Rafah Dihentikan
- Pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie Terlibat Korupsi Timah Rp217 Triliun, Begini Respons Manajemen
- Di Jakarta Ada Aksi Buruh 1 Mei, Jokowi Pilih ke NTB
Advertisement
Advertisement