Catatan KontraS: Ada 1.056 Pelanggaran Hak Berkumpul di Indonesia Dalam Waktu 3 Tahun
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Kasus pembatasan hak berkumpul marak terjadi di Indonesia dalam tiga tahun terakhir.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis laporan yang mencatat sebanyak 1.056 peristiwa pelanggaran hak berkumpul secara damai terjadi dalam rentang waktu 2015-2018.
Advertisement
"Terhitung sejak 2015 hingga 2018, KontraS mendokumentasikan 1.056 peristiwa pelanggaran berkumpul secara damai," ujar peneliti KontraS Rivanlee Anandar di Jakarta, Jumat (6/12/2019).
Rivan mengatakan data tersebut diperoleh KontraS melalui pemantauan media, turun langsung ke lapangan di beberapa daerah, serta informasi dari jaringan yang dimiliki.
Adapun secara kewilayahan, studi kasus tersebut dilengkapi dengan wawancara dan penggalian informasi mendalam di daerah Jawa Barat, Yogyakarta, dan Papua.
Dari temuan di tiga lokasi tersebut, kata Rivan, diketahui bahwa terdapat tren yang menguat untuk membatasi ruang ekspresi, termasuk pembatasan khusus terhadap hak berkumpul secara damai di muka publik.
Rivan mengatakan dalam laporan KontraS ditemukan adanya poIa-pola yang berulang. Pertama, adanya pola pembatasan hak berkumpul menggunakan restriksi aparat penegak hukum yang tidak terukur.
"Adanya keterlibatan aparat negara dalam pelanggaran pembatasan hak kebebasan berkumpul, baik secara langsung maupun tidak langsung, atau dengan kata lain polanya adalah pembiaran, serta minimnya pemahaman aparat mengenai hak kebebasan berkumpul," kata dia.
Kedua, terdapat pola pembatasan hak berkumpul yang diarahkan secara khusus kepada kelompok-kelompok sipil yang sejatinya tengah menggunakan hak konstitusionalnya untuk menyeimbangkan diskursus negara.
Rivan menyebut terdapat sejumlah isu yang menjadi pemicu pembatasan kebebasan berkumpul oleh pemerintah, di antaranya mengenai isu LGBT dan komunisme.
"Selama 2015-2018, isu yang paling gencar dibatasi kebebasannya oleh pemerintah yaitu isu LGBT dan isu komunisme, dan pada tahun 2019 muncul isu radikalisme," kata dia.
Adapun pola ketiga, yakni ketiadaan mekanisme akuntabilitas negara yang mampu memberikan keadilan kepada korban.
Rivan menambahkan bahwa pola-pola tersebut dapat muncul karena beberapa hal, seperti adanya peraturan perundang-undangan yang dapat ditafsirkan secara luas oleh aparatur keamanan untuk dilaksanakan secara serampangan untuk membatasi hak atas kebebasan berkumpul.
Lalu kurangnya pemahaman pemerintah dan aparat terkait standar dan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang telah dijamin oleh konstitusi.
Kemudian, konstruksi negara melalui aparat dalam menanggapi beberapa isu sensitif dijadikan Iandasan dalam mengambil keputusan dan tindakan yang mengesampingkan kewajiban untuk menjamin perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia warga negara.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Koordinator Kontras Yati Andriyani mengatakan permasalahan pembatasan kebebasan berkumpul harus segera mendapat perhatian dari pemerintah karena sudah dianggap melanggar hak atas berorganisasi maupun berekspresi.
"Situasi kebebasan berkumpul yang dibatasi oleh cara pandang negara, itu tidak hanya melanggar hak warga negara tetapi dapat menimbulkan kebencian, praduga di tengah masyarakat, dan itu tentu akan sangat berdampak pada bagaimana negara ini dikelola," kata Yati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
- Pengaruh Dukungan Anies Vs Dukungan Jokowi di Pilkada Jakarta 2024, Siapa Kuat?
- Yusril Bantah Mary Jane Bebas, Hanya Masa Hukuman Dipindah ke Filipina
- ASN Diusulkan Pindah ke IKN Mulai 2025
- Pelestarian Naskah Kuno, Perpusnas Sebut Baru 24 Persen
Advertisement
KPU Sleman Targetkan Distribusi Logistik Pilkada Selesai dalam 2 Hari
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Ini Lima Nama Pimpinan KPK Periode 2024-2029 yang Ditetapkan DPR
- Resmi! Lima Anggota Dewas KPK Ditetapkan DPR, Ini Daftarnya
- Musim Hujan Tiba, Masyarakat Diminta Waspada Ancaman Demam Berdarah
- Seniman Keluhkan Mahalnya Sewa Panggung Seni, Fadhli Zon Bilang Begini
- Pakar Hukum Sebut Penegak Hukum Harus Kejar hingga Tuntas Pejabat yang Terlibat Judi Online
- Pemerintah Pastikan Penetapan UMP 2025 Molor, Gubernur Diminta Bersabar
- 8 Terduga Teroris Ditangkap, Terkait dengan NII
Advertisement
Advertisement