Advertisement
Jubir KPK: Sjamsul Nursalim dan Istrinya Masuk DPO
Sjamsul Nursalim tersangka BLBI. - Ilham Mogu
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan tanggapan kuasa hukum tersangka Sjamsul Nursalim terkait dengan penerbitan Red Notice terhadap kliennya.
Kubu Sjamsul menilai bahwa permintaan red notice tidak berdasar lantaran Sjamsul dan istrinya, Itjih Nursalim, berada di Singapura dan tak melarikan diri.
Advertisement
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa red notice pada keduanya belum diterbitkan. Hanya saja, keduanya resmi masuk ke Daftar Pencarian Orang (DPO) menyusul permintaan ke Mabes Polri pada September 2019.
"Kami terbitkan DPO, karena sudah dipanggil berkali-kali secara patut ke sejumlah alamat sudah diumumkan juga ke KBRI yang bersangkutan tidak datang," paparnya, Jumat (22/11/2019) malam.
BACA JUGA
Febri mengatakan bahwa Sjamsul dan Itjih Nursalim sebelumnya tidak kooperatif ketika dipanggil tim penyidik KPK terkait kasus dugaan korupsi SKL BLBI. Keduanya mangkir pada panggilan 28 Juni dan 19 Juli lalu.
Namun, jauh sebelum itu pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim tak pernah hadir sebanyak tiga kali pada 2018 saat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Adapun sebelumnya surat panggilan pemeriksaan telah dikirim ke lima alamat berbeda masing-masing di Indonesia dan Singapura. Di Indonesia, dikirim ke alamat Simprug W.G 9, Grogol Selatan, Jakarta Selatan.
Sementara untuk alamat di Singapura, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan ke alamat 20 Cluny Road; Giti Tire Pte. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West; 9 Oxley Rise, The Oaxley; dan 18C Chatsworth Rd.
Tak hanya itu, KPK juga sebelumnya telah meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia mengumumkan nama keduanya di papan pengumuman kantor KBRI Singapura. Keduanya diduga berada di Singapura dengan status tinggal tetap (permanent residency).
Bahkan, KPK juga telah meminta bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura selaku komisi antikorupsi di negara itu. Hanya saja, hingga saat ini belum membuahkan hasil.
Atas dasar itu, KPK lantas meminta Sekretariat Biro Pusat Nasional (NCB) atau Set NCB-Interpol Indonesia untuk melakukan pencarian terhadap kedua tersangka. Permintaan melalui surat telah dilayangkan pada Sekretaris NCB-Interpol Indonesia Brigjen Pol. Napoleon Bonaparte.
Selain itu, isi surat juga meminta permohonan bantuan pencarian melalui mekanisme Red Notice Interpol dengan permintaan apabila keduanya ditemukan agar segera dilakukan penangkapan dan menghubungi KPK
"Ini ada dasar hukumnya, di pasal 12 UU 30 tahun 2002 yang sudah diubah saat ini jadi KPK dapat bekerja sama dalam penyidikan dengan Interpol atau organisasi terkait untuk kebutuhan penanganan perkara," tuturnya.
Menurut Febri, jika Sjamsul dan Itjih merasa tidak melakukan pelanggaran terkait dengan pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) maka diharapkan datang untuk memberikan penjelasan ke penyidik.
"Sebenarnya kalau ada itikad baik ketika kita panggil pemeriksaan sebagai tersangka datang saja ke Indonesia dan kalau memang yakin betul memiliki bukti tidak lakukan korupsi silakan lihatkan itu ke penyidik pasti akan kami pelajari lebih lanjut," ujarnya.
Dalam perkara ini, KPK menduga Sjamsul dan Itjih melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun, yang kemudian menjadi dasar kerugian keuangan negara senilai Rp4,58 triliun dari hasil hitungan BPK.
Penetapan Sjamsul dan Itjih berdasarkan hasil pengembangan perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
Saat dilakukan Financial Due Dilligence(FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa Sjamsul melakukan misrepresentasi dan aset tersebut tergolong macet.
Pada 24 Mei 2007, PT Perusahaan Pengelola Aset melakukan penjualan hak tagih utang petambak plasma senilai Rp220 miliar. Padahal nilai kewajiban Sjamsul yang seharusnya diterima negara adalah Rp4,8 triliun.
Sjamsul dan Itjih disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No.31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Badan Geologi Pantau Ketat 127 Gunung Api Aktif di Indonesia
- Libur Nataru, KLH Prediksi Sampah Nasional Naik 59 Ribu Ton
- Lebih dari 4 Juta Senjata Beredar, Australia Luncurkan Buyback Nasion
- KPK Tangkap Enam Orang dalam OTT di Kalimantan Selatan
- Kakak Sulung Berpulang, Unggahan Atalia Praratya Mengharukan
Advertisement
Arus Nataru Padat, Kendaraan Diprediksi Keluar Tol Prambanan
Advertisement
Sate Klathak Mbah Sukarjo Hadirkan Kuliner Khas di Pusat Kota
Advertisement
Berita Populer
- Pemkab Gunungkidul Tuntaskan Normalisasi 2 Luweng Rawan Banjir
- ByteDance dan Oracle Bentuk Perusahaan Baru untuk TikTok AS
- Kim Seon-ho dan Go Youn-jung ke Jakarta Januari 2026
- Jadwal Misa Natal 2025 Gereja Ganjuran, Ada 5 Sesi Ibadah
- Investasi Gunungkidul Tembus Rp687 Miliar, Serap 15.781 Pekerja
- Gunung Api Paling Aktif di Indonesia Sepanjang 2025
- Libur Nataru, 69 Personel SAR Siaga di Pantai Parangtritis
Advertisement
Advertisement



