Advertisement
Jadi Ikon Budaya Betawi, Kerak Telor Mulai Terkikis
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Bara di atas tungku itu menyala, memanaskan wajan berisi telur ayam bercampur ketan dan parutan kelapa. Tangan kanan Udin, 55 tahun, juga tak henti-hentinya mengipas.
“Pedas atau biasa aje, bang?” ujarnya kepada salah seorang pembeli kerak telor di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2019) siang.
Advertisement
Pria asli Betawi itu sudah 30 tahun berjualan kerak telor. Keahlian memasak kuliner tradisional Ibu Kota itu dia dapatkan turun-temurun.
“Dulu waktu kecil suka ngeliat orang tua masak kerak telor. Pas SMP baru diajarin cara buatnya,” tuturnya.
Udin merupakan satu dari sedikit penjual penganan khas Betawi. Dari 400 penjual makanan di Setu Babakan, hanya 20 orang yang berjualan kerak telor, sisanya berjualan mi ayam, soto mi, dan otak-otak.
Kerak telor, sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 11/2017 ditetapkan sebagai salah satu ikon budaya Betawi, bersama dengan bir pletok.
Namun, keberadaan penjual kerak telor sulit ditemukan dan baru bermunculan hanya saat perayaan tertentu, misalnya, Hari Ulang Tahun DKI Jakarta.
Saat momen itulah penjual kerak telor musiman mudah ditemukan. Kebanyakan dari mereka, kata Udin, bukan orang Betawi asli, sehingga rasa khas dari penganan tersebut tidak terasa.
“Beda banget dari rasa serundeng dan ketannya. Aromanya juga enggak sewangi ini,” kata Abdullah, 34 tahun, salah seorang pembeli di Setu Babakan.
Oleh karena itu, dia yang datang bersama keluarga, kerap berkunjung ke Setu Babakan untuk mengenalkan jajanan khas budaya Betawi kepada anak-anaknya.
“Sekarang susah cari penjual kerak telor kalau hari biasa. Mau enggak mau memang harus datang ke sini,” ucap Abdullah, yang tinggal di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Menanggapi sepinya penjual kerak telor di Jakarta, pemerhati budaya Betawi di Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, Buchori, mengatakan keberadaan kerak telor kian terkikis seiring lunturnya kebudayaan asli Jakarta.
“Seiring waktu, banyak warga Betawi yang pindah tempat karena tergusur, sehingga mereka cerai-berai dan tidak tinggal sekampung lagi, tetangga juga beda. Akhirnya, tercerabut juga budayanya dari akar,” kata Buchori.
Alhasil, melestarikan kerak telor sama artinya dengan menjaga eksistensi budaya Betawi. Dari sepotong penganan tersimpan sejarah dan produk kebudayaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
- 66 Pegawai KPK Pelaku Pungutan Liar di Rumah Tahanan Dipecat
- Wapres Maruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Tim Transisi ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
- WhatsApp Bocor, Israel Dikabarkan Gunakan Data untuk Serang Rumah Warga Palestina
Advertisement
Jadwal Pemadaman Jaringan Listrik di Kota Jogja Hari Ini, Cek Lokasi Terdampak di Sini
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Menhub Kunker ke Jepang: Indonesia Tingkatkan Kerja Sama Bidang Transportasi
- Pejabat Kementerian ESDM Diperiksa Terkait Korupsi Timah Triliunan Rupiah
- Wakil Presiden Dijadwalkan Membuka Rakernas Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting
- Jamaika Resmi Mengakui Kedaulatan Palestina
- Anies-Muhaimin Hadir di Penetapan KPU, Pakar UGM: Ada Peluang Ikut Koalisi Prabowo
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Wanita 60 Tahun Lolos ke Kontes Miss Argentina karena Tampak Awet Muda
Advertisement
Advertisement