Advertisement

KPK Sebut Biang Kerok Korupsi Impor Pangan yang Terus Berulang di Indonesia

Newswire
Jum'at, 09 Agustus 2019 - 17:57 WIB
Bhekti Suryani
KPK Sebut Biang Kerok Korupsi Impor Pangan yang Terus Berulang di Indonesia Ilustrasi Korupsi

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA- KPK membeberkan penyebab kerapnya terjadi korupsi di bidang impor pangan.

Lembaga antirasuah itu menilai berulangnya Operasi Tangkap Tangan (OTT) di sektor impor pangan adalah karena dua kementerian tidak punya kebijakan yang sinkron di bidang pangan.

Advertisement

"Titik lemahnya itu sebenarnya, kan sebenarnya itu kan ada Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Tetapi ini kelihatannya antara Kementerian Perdagangan dan Pertanian tidak selalu sinkron, jadi misalnya seperti kemarin saat ada impor beras Kementerian Pertanian mengatakan beras banyak tapi masih saja diimpor, akhirnya Kepala Bulog mengeluh, mau ditaruh di mana impor ini karena gudangnya sudah penuh?" kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung Lemhanas Jakarta, Jumat (9/8/2019).

Laode menyampaikan hal tersebut seusai KPK menetapkan anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra (INY) bersama lima orang lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan izin impor bawang putih Tahun 2019.

I Nyoman diduga menerima "fee" sebesar Rp2 miliar dari pemilik PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung agar Afung mendapat kuota impor bawang putih.

"Fee" yang disepakati oleh I Nyoman adalah Rp1.700 sampai Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor atau Rp3,6 miliar untuk 20.000 ton bawang putih.

Namun untuk memenuhi "fee" tersebut, Afung meminjam dari Zulfikar namun baru terealisasi Rp2,1 miliar dan ditransfer ke rekening rekan Afung yaitu Doddy Wahyudi lalu ditransfer ke rekening Nyoman sebesar Rp2 miliar.

"Dan itu aneh sebenarnya, masa pemerintahan tidak bisa berkoordinasi dengan baik? Ya seperti itu berulang, dan kita berharap sebenarnya ini distop, tapi sampai sekarang tidak juga," ungkap Laode.

Kasus impor pangan sebelumnya juga pernah terjadi pada 2013 lalu dalam perkara suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian yang menyeret mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq serta pada 2016 ada kasus suap terkait dengan pengurusan kuota gula impor yang melibatkan Ketua DPD saat itu Irman Gusman.

"Dulu kita pernah impor sapi, sekarang bawang, sebelumnya dulu sapi juga. Ini kelihatannya modusnya masih sama. Cuma modus bergeraknya beda-beda. Jadi kita harus menyesuaikan diri untuk hal itu," tambah Laode.

Ia pun meminta agar pemerintah dapat tegas untuk menghentikan praktik korupsi tersebut agar penentuan kuota kuota tidak selalu menjadi lahan untuk suap-menyuap.

"Karena hampir semua komoditas terjadi, sehingga di pasar masih kelebihan karena mereka ingin mendapat keuntungan ekonomi," ungkap Laode.

Ketidaksinkronan itu juga membuka celah terjadinya praktik perdagangan pengaruh (trading in influence) untuk penentuan kuota.

"Perdagangan pengaruh juga akhirnya dimanfaatkan karena selisih harga komoditi di luar negeri dengan dalam negeri itu tinggi sekali. Seperti bawang putih harganya satu kilo di sini berapa? Kalau di China murah sekali, beras juga begitu harga beras itu setengahnya harga per kilogram di luar negeri dengan dalam negeri," jelas Laode.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Catat! Ini Jadwal dan Lokasi SIM Keliling di Jogja Sabtu 27 April 2024

Jogja
| Sabtu, 27 April 2024, 05:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement