Advertisement
Koalisi Perempuan Sarankan Masyarakat Merubah Paradigma Perkawinan Anak

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Sekretaris Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Kabupaten Bogor Mega Puspitasari mengatakan perlu perubahan paradigma masyarakat dalam memandang perkawinan anak sehingga bisa menghindari pernikahan dini untuk masa depan yang lebih baik.
"Paradigma masyarakat ketika anak perempuan dinikahkan, alangkah baiknya mereka mengurus rumah tangga saja sehingga mereka putus sekolah," kata Mega, Selasa (23/7/2019).
Advertisement
Dia menuturkan ada juga persepsi masyarakat bahwa ketika melihat sepasang perempuan dan laki-laki berpacaran, daripada mendekati zinah lebih baik dinikahkan. Alasan ini digunakan untuk menikahkan anak, padahal pacaran belum tentu melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.
Selain itu, persepsi masyarakat bahwa anak yang belum menikah cepat akan menjadi perawan tua juga harus dihilangkan.
Mega mengatakan perkawinan anak dapat berdampak buruk dan menyakitkan bagi anak, antara lain dari segi kesehatan, alat reproduksi anak perempuan belum matang sehingga lima kali berisiko dalam persalinan dibanding perempuan matang.
Kondisi psikologis anak-anak masih labil sehingga akan kesulitan dalam kesiapan mengurus anak dan suami. Di saat mereka seharusnya merasakan hak bermain dan hak untuk pendidikan, namun karena pernikahan dini, mereka terpaksa harus mengurus rumah tangga.
"Seorang anak yang harusnya bermain dan belajar, malah sekarang gendong anak, ganti popok, masak buat suami, urus rumah tangga, ini saat anak belum siap secara mental," ujarnya.
Pernikahan dini juga berujung pada kekerasan rumah tangga karena di saat anak perempuan belum siap menjalani kehidupan rumah tangga, suami bisa saja kurang puas dengan pelayanan istri, misalnya karena masakan istri kurang enak, maka memicu percekcokan yang bisa berujung pada kekerasan.
"Terjadinya perkawinan anak menyebabkan putusnya sekolah. Kebanyakan seperti itu," tuturnya.
Anak-anak perempuan yang mengalami perkawinan juga bisa berujung pada perceraian karena belum matang mengurus rumah tangga dan matang secara psikologis atau mental.
Padahal anak-anak perempuan itu merupakan calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, anak-anak itu harus dilindungi dan dijamin hak-haknya termasuk hak pendidikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Hasil Pemeriksaan Kecelakaan Pesawat Udara Air India, Kedua Mesin Mati di Udara Setelah Lepas Landas
- Penerima Bansos Terlibat Judol, Wakil Ketua MPR: Layak Diganti
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
Advertisement

10 SD Tidak Dapat Murid Baru di Gunungkidul Tak Langsung Ditutup
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Jaksa Sebut Tom Lembong Tak Terima Uang, Tapi Kebijakannya Untungkan 10 Pihak
- Aceh Diguncang Gempa Magnitudo 5,1, Begini Penjelasan BMKG
- Begini Alur Kuota Haji 2026 dari Arab Saudi untuk Indonesia, Kata Istana
Advertisement
Advertisement