Advertisement
Ketidakpercayaan pada Pemerintah Jadi Salah Satu Biang Penyebaran Hoaks

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Salah satu penyebab maraknya hoaks, ujaran kebencian, dan ancaman di media sosial (medsos) dalam momen Pilpres ialah ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah. Oleh karena itu, publik lebih memilih menelan informasi via medsos, meskipun kebenarannya kurang bisa diverifikasi.
Pakar media sosial sekaligus pendiri PT Media Kernels Indonesia Ismail Fahmi menyampaikan, maraknya hoaks yang tersebar di medsos salah satunya disebabkan distrust alias ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Pasalnya, selama ini pemerintah melalui Kominfo seperti memandang negatif suara publik.
Advertisement
“Selama ini, Kominfo [Kementerian Komunikasi dan Informatika] hanya mendata hoaks yang beredar setiap bulan. Hanya sisi negatifnya yang dilihat, sehingga menimbulkan distrust,” tuturnya, Senin (27/5/2019).
Menurut Ismail, pemerintah seharusnya membuat jembatan komunikasi dengan publik untuk membangun rasa percaya. Cara ini bisa dilakukan melalui Kominfo dengan mendata gagasan dan kritik dari masyarakat setiap bulannya, tidak hanya soal hoaks.
Harapannya, dengan gagasan dan kritik yang ditampung oleh pemerintah, jembatan komunikasi antara negara dan publik kian kuat. Secara tidak langsung, masyarakat pun kian enggan mengonsumsi informasi dari sumber-sumber yang tidak jelas.
“Solusi jangka pendek [menangkal hoaks] ialah membangun jembatan diplomasi antara publik dan pemerintah. Hal ini akan membangun trust, karena publik merasa didengarkan,” imbuhnya.
Untuk solusi jangka panjang dalam menangkal hoaks, Ismail menekankan pentingnya pendidikan literasi teknologi dan informasi. Di Finlandia, pemerintah setempat memasukkan materi pembelajaran tersebut ke dalam kurikulum sekolah.
Hal itu digalakkan pemerintah Finlandia secara serius untuk menangkal hoaks. Pasalnya, masyarakat setempat kerap mendapatkan informasi yang tidak benar dari Rusia.
“Literasi seperti ini perlu ditekankan pemerintah, karena sangat penting dan mendesak,” katanya.
Ismail menuturkan, gambaran perkembangan media sosial dan literasi masyarakat Indonesia saat ini seperti mengemudi di jalan tol tanpa Surat Izin Mengemudi (SIM). Infrastrukturnya sudah bagus, tetapi penggunanya belum bisa menyetir dengan baik.
Oleh karena itu, peran literasi dalam media sosial dan informasi teknologi sangat penting, agar publik justru mereguk manfaat dari fasilitas yang ada, bukannya termakan atau membuat hoaks.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Wali Kota Jogja Klaim Target Pengurangan Volume Sampah 20 Persen Tercapai
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Putus Jaringan Komunikasi, Militer Israel Semakin Brutal Serang Gaza
- Tok! Bunga KPR Subsidi Tetap 5 Persen
- Trump Perpanjang Tenggat Larangan TikTok hingga 16 Desember 2025
- Sekjen GCC Kutuk Serangan Israel ke Gaza
- Tiba di Indonesia, Sapi Impor Australia untuk Dukung MBG
- Fahri Hamzah Siap Patuhi Putusan MK Wamen Dilarang Rangkap Jabatan
- Pemerintah Jamin Pembangunan Perumahan Sosial Tanpa Penggusuran
Advertisement
Advertisement