Advertisement

Konsumsi Rokok Elektrik Perlu Dikaji Ulang

Bernadheta Dian Saraswati
Kamis, 02 Mei 2019 - 10:27 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Konsumsi Rokok Elektrik Perlu Dikaji Ulang Pekerja menata botol berisi cairan rokok elektrik (vape) di Jakarta, Senin (1/10/2018). - ANTARA/Dhemas Reviyanto

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Pelaku pelayanan kesehatan, terutama yang bergerak dalam bidang pengendalian rokok, seringkali mendapatkan pertanyaan dari masyarakat, benarkah rokok elektrik dan sejenisnya lebih aman dibandingkan rokok konvensional? atau benarkah rokok elektrik menjadi upaya untuk terapi berhenti merokok?

Sejatinya, penelitian mengenai penggunaan rokok elektrik sampai hari ini masih terus berlangsung. Tentu rokok jenis baru tersebut juga memiliki efek bagi kesehatan, khususnya dalam penggunaan jangka panjang. Jadi, klaim bahwa rokok elektrik dan sejenisnya menjadi salah satu cara untuk membantu perokok berhenti dari kebiasaan merokoknya, belum tentu benar. Hal inilah yang masih harus terus dilakukan uji penelitian berulang.

Advertisement

“Saya tidak menyarankan perokok untuk mengkonsumsi rokok elektrik dan sejenisnya saat berniat untuk berhenti merokok. Masih banyak yang harus dikaji,” tegas Guru Besar Promosi Kesehatan Masyarakat FK-KMK UGM & Koordinator Quit Tobacco Indonesia, Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, MSi., PhD dalam rilis yang diterima Harian Jogja, Kamis (2/5/2019).

Menurutnya, dalam medis dan kesehatan, apabila menyarankan untuk pengobatan atau intervensi harus berbasis bukti (evidence based medicine/evidence based public health). Kajian tentang Vape belum ada kesepakatan, masih saling berlawanan, sehingga memerlukan kajian lebih lanjut dan penelitian jangka panjang serta meta analisis.

Hasil review sistematik terhadap Vapor menunjukkan bahwa pertama, vapor berisi ekstrak tembakau, dan beberapa masih mengandung nikotin. Kedua, vapor banyak diproduksi oleh industri tembakau. Ketiga, vapor tetap memberikan pajanan kimiawi. Keempat, asap vapor juga tetap memberikan pajanan kimiawi, yang berdampak bagi tubuh perokok maupun orang-orang di lingkungan sekitar. Kelima, beberapa perokok menggunakan vapor sebagai jembatan untuk berhenti, akan tetapi rekomendasi para dokter di barat dan hasil kajian vapor sebaiknya tidak digunakan dalam usaha berhenti merokok. Mengapa?

Yayi menjelaskan efek samping penggunaan vapor belum jelas, pemerintah belum memiliki kontrol/regulasi yang jelas, serta kajiannya pun belum efektif. Berbagai riset mengenai rokok elektrik memang telah dilakukan di Inggris, namun masih memerlukan kajian review jangka panjang.

Usaha untuk berhenti merokok memang bisa dilakukan melalui berbagai cara. Mulai dari berhenti secara langsung, menjalani terapi, maupun menggunakan terapi pengganti nikotin (Nicotine Replacement Therapy/NRT). NRT sebagai salah satu bentuk terapi ini seringkali disalahartikan sebagai upaya permisif untuk mengkonsumsi rokok jenis baru semacam rokok elektrik, vapor dan lain sebagainya, padahal bukan. Penggunaan NRT masih dibawah kendali medis dengan dosis yang telah diatur sedemikian rupa. Upaya ini pun tidak berdiri sendiri, karena berdampingan dengan intervensi atau terapi perilaku untuk perokok.

Di sisi lain, Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) yang sering dikenal sebagai rokok elektrik juga diklaim sebagai alternatif cara untuk berhenti merokok secara bertahap. "Namun, beberapa ahli telah menyangkalnya, karena dianggap belum memiliki keamanan yang cukup adekuat termasuk potensi kerugian yang dihasilkan, efektifitas ENDS masih diragukan, regulasi lemah dan masih terbentur aspek etis," kata Yayi.

Klinik Khusus

Para ahli di Indonesia sejatinya lebih mengarahkan perokok untuk menjalani terapi henti rokok di Klinik Berhenti Merokok, bukan malah beralih mengkonsumsi rokok jenis lain. Saat ini Jogja telah memiliki Klinik Berhenti Merokok. Klinik berhenti merokok ini mengembangkan terapi perilaku dengan modifikasi atau penyederhanaan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) bagi perokok dengan prinsip 5A yakni: Ask, Advice, Assess, Assist dan Arrange; serta 5R yakni: relevance, risk, reward, roadblock dan repetition.

Sebagai upaya terapi 5A dan 5R, petugas terapi akan menanyakan tentang riwayat merokok dan kebiasaan terkait dengan merokok, memberikan edukasi dan penjelasan terkait dengan akibat merokok, serta melakukan pengkajian keinginan untuk berhenti merokok dan keuntungan berhenti merokok.

Selain itu, petugas juga berupaya membantu perokok untuk mengidentifikasi cara untuk berhenti merokok, sekaligus mengantisipasi gejala pemutusan obat dan merencanakan pertemuan lanjutan untuk memonitor usaha untuk berhenti.

Selain itu, Yayi menjelaskan bahwa prinsip 5R menekankan pada pertama, upaya untuk mendiskusikan kaitan antara berhenti merokok dengan keadaan saat ini seperti kesehatan maupun keinginan diri ataupun keluarga. Kedua, menjelaskan risiko jika meneruskan kebiasaan merokok, bahkan risiko jika berhenti.

Ketiga, mengidentifikasi dampak positif dari berhenti merokok (sisi kesehatan, sosial, ekonomi). Keempat, mendiskusikan hambatan yang mungkin terjadi selama usaha berhenti merokok, misal: cemas. Dan kelima, mengingatkan kembali bahwa dalam usaha berhenti merokok disarankan untuk diulang beberapa kali. Terapi ini terbukti aman dan bertahan dalam jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kembali Tampil di Pilkada Gunungkidul Tahun Ini, Ini Gagasan yang Diusung Sutrisna Wibawa

Gunungkidul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 20:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement