Advertisement

Kontroversi Pemutaran Indonesia Raya di Bioskop

Tika Anggreni Purba & Reni Lestari
Minggu, 03 Februari 2019 - 16:45 WIB
Budi Cahyana
Kontroversi Pemutaran Indonesia Raya di Bioskop Ilustrasi bioskop - Reuters

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Dalam hitungan dua hari setelah diedarkan pada 30 Januari, imbauan Menteri Pemuda dan Olah Raga Imam Nahrawi yang tertuang dalam surat Menpora No.1.30.1/Menpora/I/2019 tentang Aktivitas Menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya sebelum Pemutaran Film, dicabut.

Bagi sebagian kalangan, langkah itu dinilai sebagai inkonsistensi kebijakan. Namun, sebagian lain berpendapat wajar. Sekretaris Kemenpora Gatot S. Dewa Broto mengatakan surat imbauan dicabut karena menimbulkan kegaduhan dan kontroversi. "Sekarang sedang menunggu tanda tangan Pak Menteri [agar pencabutan imbauan sah dan resmi]," ujarnya melalui pesan teks singkat kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia, Jumat (1/2).

Advertisement

Indonesia Raya pernah bergema di bioskop seluruh Indonesia selama masa pemutaran film biopik berjudul Soekarno garapan sutradara Hanung Bramantyo. Sebelum film yang diproduksi pada 2013 ini ditayangkan, manajemen bioskop mempersilakan penonton untuk berdiri, dan menyanyikan lagu kebangsaan.

Lagu Indonesia Raya juga dikumandangkan saat acara nonton bareng film Keluarga Cemara yang dihadiri oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi belum lama ini. Tampaknya Imam hendak melanjutkan kegiatan menyanyikan lagu wajib itu di setiap pemutaran gambar bergerak di gedung bioskop.

Awalnya pengguliran kebijakan itu bertujuan untuk meningkatkan nasionalisme dan rasa cinta Tanah Air pada generasi muda yang umumnya gemar menonton film di bioskop.

Tak ayal, surat imbauan tersebut memicu berbagai reaksi pada banyak kalangan, mulai dari pejabat, pengusaha, dan masyakarat. Pertama kali surat imbauan itu beredar, dunia maya langsung heboh.

Para moviegoers langsung ramai berkomentar di media sosial. Ada yang setuju, ada juga yang menolak mentah-mentah. Roikan, 35, seorang pencinta film bioskop termasuk salah satu yang setuju. Asisten peneliti dan kartunis asal Surabaya ini mengaku tidak keberatan dengan imbauan tersebut.

“Malah keren itu, asal ajakannya dan pengemasannya sesuai dengan dinamika zaman, jangan terlalu kaku,” kata pencinta film grade A, dan film karya sutradara Joko Anwar ini.

Dia berpendapat bahwa semangat nasionalisme dapat diterapkan di berbagai bidang, mulai dari upacaya sekolah hingga budaya populer.

Konsumen lainnya, Jeky Hutajulu, 25, mengaku Imbauan Menpora itu sah-sah saja. “Saya pernah nonton film di bioskop di Bangkok, Thailand, sebelum nonton wajib diputarkan lagu kebangsaan dan semua penonton harus berdiri,” katanya.

Menurut karyawan swasta di Jakarta ini, memutarkan lagu Indonesia Raya sebelum menonton bisa meningkatkan rasa nasionalisme. “Apalagi memasuki masa adults begini, momen-momen yang mengingatkan nasionalisme makin sedikit, sementara itu bioskop didominasi oleh orang-orang dewasa,” ujarnya.

Jeky menambahkan, orang Indonesia khususnya kaum milenial cenderung pembosan, sehingga pemutaran Indonesia Raya setiap hari kemungkinan akan membosankan. “Bakal banyak yang komentar sih kalau diputar setiap hari, mending di hari-hari tertentu saja,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Nia Wibiyana, 26, karyawan swasta di Jakarta yang mengaku setuju dengan adanya kebijakan menyanyikan lagu kebangsaan sebelum film di bioskop diputar.

“Saya pegawai swasta, tidak ada kesempatan lagi menyanyikan lagu kebangsaan karena tidak ada upacara lagi, saya sih setuju,” katanya.

Nia mengaku setuju jika ada gagasan untuk memperdengarkan lagu-lagu wajib nasional di ruang-ruang publik.

Dia tak mengindahkan pendapat sejumlah pihak yang memandang kebijakan tersebut bernuansa politis. Menurutnya, tidak ada salahnya memupuk rasa nasionalisme dengan cara demikian.

Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan, sejauh ini belum ada bioskop yang sempat melaksanakan imbauan tersebut. “Dari Kemenpora juga belum mengajak kami berbicara mengenai hal ini. Apa pertimbangannya belum dibicarakan,” katanya.

Dia tidak menolak ajakan untuk mengumandangkan lagu Indonesia Raya di bioskop asalkan aturan tersebut jelas duduk perkaranya.

Menurutnya urusan lagu kebangsaan harusnya tidak menjadi urusan Menpora saja, tetapi seluruh pejabat pemerintahan dari pusat sampai daerah juga. Djony mengatakan film dan bioskop harusnya menjadi urusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Kemendikbud).

“Seharusnya sebelum diedarkan, imbauannya harus dibicarakan dulu dengan seluruh pihak yang terkait, termasuk pengusaha bioskop,” katanya.

Dia mengaku tidak menerima undangan dari Kemenpora untuk membicarakan hal tersebut bersama pengusaha bioskop lainnya.

Djonny juga mengkritik Kemenpora yang mengedarkan surat imbauan tanpa berpikir panjang dan melihat reaksi masyarakat. Menurutnya, menerapkan lagu Indonesia Raya di tempat umum membutuhkan kajian yang serius dengan aturan yang tepat.

“Bioskop itu full entertainment, orang datang ke bioskop untuk refreshing dan santai, jangan dibikin terlalu kaku dong,” ujarnya.

Rasa Nasionalisme

Setali tiga uang, Sularsi, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tak sepakat jika misi memupuk rasa nasionalisme pada generasi muda diwujudkan dalam bentuk kebijakan kontroversial tersebut. Lagu Indonesia Raya, imbuhnya, adalah atribut negara yang penggunaannya sudah diatur undang-undang.

Dalam Undang-Undang No.24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, disebutkan bahwa lagu kebangsaan wajib diperdengarkan untuk menghormati presiden dan wakil presiden, menghormati bendera negara pada waktu pengibaran dan penurunan, dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan dalam acara pembukaan sidang paripurna MPR, DPR, DPD.

Selain itu wajib pula memperdengarkan Indonesia Raya untuk menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan resmi, dalam acara atau kegiatan internasional serta dalam acara atau kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni internasional yang diselenggarakan di Indonesia.

Disebutkan juga bahwa lagu kebangsaan dapat dinyayikan sebagai pernyataan rasa kebangsaan, dalam rangkaian program pendidikan dan pengajaran, dalam acara resmi lain yang diselenggarakan elemen masyarakat, dan dalam acara atau kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni internasional.

“Apa justru tidak akan merendahkan lagu Indonesia Raya? Jadi tujuannya tidak akan tercapai, malah akan menimbulkan degradasi,” katanya.

Dia mengatakan, pemutaran film yang bersifat komersial tidak relevan dengan hal-hal terkait kebangsaan, yang unsurnya harus dipenuhi dalam hal kegiatan menyanyikan lagu kebangsaan.

Menurutnya, kebijakan tersebut justru berpeluang melunturkan unsur penghormatan yang terkandung di dalam kegiatan menyanyikan Indonesia Raya. “Menurut saya tidak tepat dan perlu dievaluasi,” ujarnya.

Kebijakan yang belum matang tersebut ternyata ditanggapi santai oleh pelaku usaha.

Head Brand Marketing CJ CGV Cinemas Andira Pramanta menyatakan, belum sempat membahas kebijakan itu secara internal. Bahkan pihaknya baru menerima fotokopi dari surat imbauan pada Kamis, 31 Januari 2019 petang.

Rencananya Andira akan membahas kebijakan tersebut pada Sabtu kemarin, tetapi keburu  muncul langkah penarikan imbauan oleh Kemenpora.

Pemutaran lagu kebangsaan di bioskop, sejatinya bukan hal yang baru di dunia. Contohnya, di India, Mahkamah Agung India sendiri memutuskan bahwa pemutaran lagu kebangsaan tidak wajib dilaksanakan sebelum pemutaran film di bioskop.

Keputusan tersebut mengganti keputusan pengadilan pada 2016 yang menyeragamkan praktik yang sama di seluruh negeri. Putusan 2016 itu ditentang oleh klub bioskop di Kerala India, yang berpendapat bahwa kewajiban itu adalah pelanggaran hak-hak dasar.

Putusan tersebut dianggap memicu kontroversi, dan mendorong kekerasan antarpembuat film maupun antarwarga yang tidak berdiri atau menunjukkan rasa hormat.

Para hakim memutuskan bahwa memutar lagu kebangsaan diterapkan secara opsional, dan atas pilihan operator bioskop. Namun, hakim tetap meminta warga untuk menunjukkan rasa hormat di setiap pemutaran lagu kebangsaan.

Tentangan itu juga didukung oleh pemerintah nasional yang mempromosikan undang-undang nasionalis dan populis lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Jadwal SIM Keliling di Gunungkidul Hari Ini, Rabu 2 Juli 2025, Cek Lokasinya di Sini

Gunungkidul
| Rabu, 02 Juli 2025, 03:37 WIB

Advertisement

alt

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah

Wisata
| Senin, 30 Juni 2025, 06:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement