Advertisement

Bisnis Taksi Konvensional di Ujung Tanduk. Begini Penjelasannya

Abdul Hamid Razak & Kusnul Isti Qomah
Selasa, 29 Januari 2019 - 06:17 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Bisnis Taksi Konvensional di Ujung Tanduk. Begini Penjelasannya Ilustrasi taksi - Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Keberadaan jasa transportasi berbasis daring di Jogja kian membuat taksi konvensional terdesak dan nasibnya di ujung tanduk.

Jumlah taksi konvensional saat ini sudah berkurang drastis. Bahkan, sejumlah pengelola taksi konvensional sudah mengubah pelat nomor taksi dari kuning ke hitam. Tujuannya agar kendaraan itu bisa dijual.

Advertisement

Pimpinan Taksi Indra Kelana Alex Eman mengatakan bisnis taksi di DIY dalam kesulitan. Semua perusahaan taksi di DIY mengalami hal tersebut. Hal itu ditandai semakin sedikitnya taksi yang beroperasi dan banyaknya taksi yang dipelathitamkan. Taksi di DIY berjumlah 1.000 unit. Namun, saat ini yang beroperasi kurang dari 1.000 unit.

"Banyak yang dipelathitamkan. Indra Kelana sudah ada 29 unit yang dipelathitamkan. Berarti sekarang tinggal 30 unit karena untuk menyelesaikan kesulitan angsuran di bank. Teman-teman [pengusaha taksi] ada yang mau dipelathitamkan untuk dijual, tetapi belum bisa karena nilai utang lebih besar daripada aset," kata dia, Senin (29/1/2019).

Ia mengakui kondisi bisnis taksi saat ini sangat sulit. Penghasilan dari bisnis taksi dinilai tidak bisa menutup untuk setoran angsuran bank dan operasional. "Kalau setoran Rp100.000 dan Rp110.000, ada angsuran bank dan operasional, jadi enggak nutup. Dalam kondisi saat ini, perusahaan hanya bisa bertahan," kata dia.

Sekretaris Perkumpulan Pengemudi Taksi Argometer Yogyakarya (Perpetayo) Sutiman mengamini pernyataan Alex. Sutiman menyebutkan jumlah pengemudi yang masih sering mengaspal pun berkurang drastis. Dari sekitar 2.500 pengemudi taksi di DIY, hanya sekitar 1.000 yang masih aktif mengemudi.

Karenanya, baik Alex maupun Sutiman mengaku tidak bisa berbuat apa-apa saat Pataga bekerja sama dengan perusahaan taksi Blue Bird. Alex mengungkapkan pada prinsipnya sebetulnya tidak menghendaki Blue Bird mengaspal di DIY. Namun, melihat kondisi bisnis yang sekarang ia bisa memahami langkah yang diambil Pataga yang berbuat hal itu untuk menyelamatkan perusahaan.

" Pada prinsipnya Blue Bird membantu manajemen apalagi Blue Bird punya nama dan reputasi," katanya.

Alex mengungkapkan Indra Kelana tidak bisa melarang langkah yang diambil Pataga lantaran kondisi bisnis taksi konvensional di DIY sedang krisis. "Yang penting enggak melanggar regulasi. Kalau memang itu pilihan terbaik ya enggak bisa tolak. Yang penting tetap pakai Pataga. Kalau nama Blue Bird di kaca depan enggak apa-apa. Yang penting identitas perusahaan [Pataga] tetap ada," kata dia.

Ia mengungkapkan dengan manajemen Blue Bird diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap taksi konvensional bisa kembali dan mampu mengimbangi angkutan berbasis aplikasi daring. Indra Kelana pun tidak menutup kemungkinan untuk menjalin kerja sama.

"Indra Kelana saat ini wait and see. Kami pelajari dulu bagaimana [bentuk] kerja samanya. Kalau memang bagus, kenapa enggak?" katanya.

Pendapat berbeda diungkapkan Sutiman. Dia secara pribadi sangat mendukung kerja sama antara Pataga dan Blue Bird, karena 90% taksi di DIY nasibnya sudah di ujung tanduk. Menurutnya, langkah yang diambil Pataga sangat masuk akal untuk menyelamatkan perusahaan dan karyawan.

"Menurut saya itu baik. Kalau cuma begini terus, akan habis. Kalau manajemen Blue Bird akan mengangkat citra dan bisnis taksi di DIY itu bagus," kata dia.

Ketua Koperasi Usaha Taksi Pataga Jogja Suwarjo Chandra menolak pandangan taksi Blue Bird tersebut merupakan bentuk akuisisi perusahaan asal Jakarta terhadap Pataga. Dia menegaskan kerja sama dilakukan lebih pada meningkatkan pelayanan karena selama ini belum ada solusi untuk menyelamatkan keberadaan taksi konvensional.

Sekretaris KSU Pataga Hadi Hendro menjelaskan kondisi terpuruk yang dialami taksi konvensional berdampak pada kesulitan mereka untuk melakukan pembinaan SDM. Sebabnya, pembinaan SDM membutuhkan biaya yang tidak sedikit. "Kami masih semangat. Kalau tidak diperbaiki, taksi argo akan punah. Makanya kami lakukan kerja sama dengan perusahaan taksi lainnya [Blue Bird] agar bisa memperbaiki pelayanan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

AJARAN AGAMA: Generasi Milenial Dinilai Penting Belajar Fikih

Bantul
| Rabu, 24 April 2024, 21:37 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement