Advertisement

Debat Capres Cuma Tontonan, Khalayak Sebaiknya Tidak Baper

Choirul Anam
Kamis, 17 Januari 2019 - 17:25 WIB
Budi Cahyana
Debat Capres Cuma Tontonan, Khalayak Sebaiknya Tidak Baper Jokowi dan Prabowo tertawa bersama saat deklarasi kampanye damai, September 2018. - Reuters/Darren Whiteside

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA — Khalayak sebaiknya tidak perlu terbawa perasaan alias baper, apalagi sampai emosi berlebihan saat menonton debat Pilpres yang disiarkan stasiun telvisi pada Kamis (17/1/2018) ini. 

Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nurudin menyarankan agar debat tersebut hendaknya dinikmati sebagai tontotan semata. Dia mengatakan masyarakat harus memahami debat itu bagian dari proses yang harus dilakui karena aturan KPU. Pemirsa lebih baik menikmati untuk menilai sejauh mana kualitas kandidat. Semua kandidat punya kelebihan dan kekurangan.

Advertisement

“Kualitas kandidat juga tidak hanya semata-mata bisa diukur dari debat. Jadi itu hanya salah satu tolok ukur saja,” katanya di Malang, Kamis (17/1/2019).

Kisi-kisi yang diberikan sebelum debat, kata dia, memang bisa membantu kandidat untuk menyiapkan jawaban. Ini tentu menguntungkan.

Namun, debat adanya bocoran pertanyaan, masyarakat tidak bisa melihat kualitas kandidat secara spontan. Padahal, persoalan kebijakan kenegaraan presiden dan wakil presiden bisa diukur dari pertanyaan spontan.

“Di sini akan dilihat dari kualitas pejabat itu,” ucapnya.

Debat dengan spontan bisa menjadi salah satu cara mengukur kualitas kandidat pula. Debat dengan kisi-kisi, apalagi dengan pertanyaan yang sudah disiapkan, maka debat sering hanya menjadi seremonial semata dan tidak begitu menarik.

Nurudin yang kolumnis dan trainer penulisan ini juga meminta masyarakat tidak mudah percaya pada informasi yang diterimanya di era sekarang. Semua informasi simpang siur silih berganti.

Informasi yang muncul, apalagi lewat medsos, sering bukan kejadian sebenarna tetapi memang disebar untuk tujuan tertentu. Tentu saja untuk memenangkan pertarungan.

Masyarakat sering merasa berita yang diterimanya harus terburu-buru disebarkan. Mereka menyebar bukan berdasar apakah informasi itu benar tetapi hanya berdasar kecenderungan dirinya.

Jika info yang diterima itu sesuai kecenderungan dirinya, maka akan disebar, sebaliknya, jika tidak sesuai dengan kecenderungan politiknya, maka tidak akan disebar.

“Jempol kita sering lebih cepat bergerak dari otak kita,” kata penulis 18 judul buku tentang komunikasi dan penulisan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Pemkab Sleman Sosialisasikan Program Kampung Hijau

Sleman
| Sabtu, 20 April 2024, 07:17 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement