Advertisement
Debat Capres Cuma Tontonan, Khalayak Sebaiknya Tidak Baper

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA — Khalayak sebaiknya tidak perlu terbawa perasaan alias baper, apalagi sampai emosi berlebihan saat menonton debat Pilpres yang disiarkan stasiun telvisi pada Kamis (17/1/2018) ini.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Nurudin menyarankan agar debat tersebut hendaknya dinikmati sebagai tontotan semata. Dia mengatakan masyarakat harus memahami debat itu bagian dari proses yang harus dilakui karena aturan KPU. Pemirsa lebih baik menikmati untuk menilai sejauh mana kualitas kandidat. Semua kandidat punya kelebihan dan kekurangan.
Advertisement
“Kualitas kandidat juga tidak hanya semata-mata bisa diukur dari debat. Jadi itu hanya salah satu tolok ukur saja,” katanya di Malang, Kamis (17/1/2019).
Kisi-kisi yang diberikan sebelum debat, kata dia, memang bisa membantu kandidat untuk menyiapkan jawaban. Ini tentu menguntungkan.
Namun, debat adanya bocoran pertanyaan, masyarakat tidak bisa melihat kualitas kandidat secara spontan. Padahal, persoalan kebijakan kenegaraan presiden dan wakil presiden bisa diukur dari pertanyaan spontan.
“Di sini akan dilihat dari kualitas pejabat itu,” ucapnya.
Debat dengan spontan bisa menjadi salah satu cara mengukur kualitas kandidat pula. Debat dengan kisi-kisi, apalagi dengan pertanyaan yang sudah disiapkan, maka debat sering hanya menjadi seremonial semata dan tidak begitu menarik.
Nurudin yang kolumnis dan trainer penulisan ini juga meminta masyarakat tidak mudah percaya pada informasi yang diterimanya di era sekarang. Semua informasi simpang siur silih berganti.
Informasi yang muncul, apalagi lewat medsos, sering bukan kejadian sebenarna tetapi memang disebar untuk tujuan tertentu. Tentu saja untuk memenangkan pertarungan.
Masyarakat sering merasa berita yang diterimanya harus terburu-buru disebarkan. Mereka menyebar bukan berdasar apakah informasi itu benar tetapi hanya berdasar kecenderungan dirinya.
Jika info yang diterima itu sesuai kecenderungan dirinya, maka akan disebar, sebaliknya, jika tidak sesuai dengan kecenderungan politiknya, maka tidak akan disebar.
“Jempol kita sering lebih cepat bergerak dari otak kita,” kata penulis 18 judul buku tentang komunikasi dan penulisan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Tok! Bunga KPR Subsidi Tetap 5 Persen
- Kuasa Hukum Ungkap Banyak Kejanggalan Terkait Kasus Pembunuhan Kacab Bank
- Daftar Lengkap Menteri dan Wamen Baru di Kabinet Merah Putih Prabowo
- Reshuffle Kabinet Prabowo, Ini Daftar Menteri dan Pejabat Baru
- Farida Farichah, Aktivis NU Berusia 39 Tahun yang Jadi Wamenkop
Advertisement

Jembatan Pandansimo, Harapan Ekonomi Baru Warga Selatan Kulonprogo
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- 7 Tuntutan Demo Ojol Hari Ini, Hapus Multi Order hingga Copot Menhub
- Tiga Tersangka Korupsi Sritex Dilimpahkan ke Kejari Surakarta
- Kawal Demo Pengemudi Ojol, 6.118 Personel Gabungan Dikerahkan
- Kecelakaan Maut di Lereng Gunung Bromo, Jalur Penyelamat Perlu Ditambah
- Zulhas Dorong Pembentukan Kopdes Merah Putih di Pesantren
- Lelang KPK Terhadap Barang Rampasan Digelar, Ini Linknya
- Prabowo Dikabarkan Gelar Pelantikan Menteri Hari Ini
Advertisement
Advertisement