Advertisement
Rencana Pemulangan Komunitas Muslim Rohingya ke Myanmar Ditolak Biksu Garis Keras
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA- Pemulangan komunitas muslim Rohingya ke Myanmar ditolak oleh para biksu.
Pengunjuk rasa di Myanmar melakukan protes terhadap rencana pemulangan komunitas Rohingya dari Bangladesh, dengan menyebut mereka sebagai "pengungsi yang melarikan diri".
Advertisement
Sekitar 100 orang yang dipimpin oleh para biksu garis keras, Minggu (25/11/2018), berbaris melalui ibu kota negara bagian Sittwe memegang spanduk merah dan meneriakkan slogan-slogan anti-Rohingya.
"Semua orang bangsa bertanggung jawab untuk melindungi keamanan negara," kata seorang biksu seperti diberitakan Anadolu Agency, Senin (26/11/2018).
"Tidak akan ada manfaat bagi kami atau negara kami jika kami menerima orang Bengali," tambahnya.
Bengali adalah sebutan bagi komunitas Rohingya di Myanmar yang dianggap sebagai pelarian etnis Bengali Bangladesh.
Demonstrasi ini dilakukan 10 hari setelah Bangladesh dan Myanmar seharusnya secara resmi mulai memulangkan anggota minoritas Rohingya yang melarikan diri dari operasi militer yang kejam pada bulan Agustus 2017.
Pengungsi Rohingya di Bangladesh mengatakan, pasukan bersenjata Myanmar memperkosa wanita, membunuh kerabat mereka dan membakar rumah-rumah mereka dalam upaya mengusir mereka dari negara itu selama beberapa dekade penganiayaan.
Kesepakatan untuk membawa mereka kembali terjadi setahun yang lalu tetapi Rohingya di kamp takut kembali tanpa jaminan kewarganegaraan, keamanan, dan akses yang sama terhadap perawatan kesehatan dan pendidikan.
Tetapi mereka juga waspada terhadap permusuhan dari penduduk non-Muslim di Rakhine, banyak di antaranya tidak ingin Rohingya kembali.
Para pengunjuk rasa di Sittwe pada hari Minggu mencerminkan pandangan itu, memegang tanda-tanda yang termasuk seruan kepada pihak berwenang untuk "mengambil tindakan" terhadap imigran gelap dan tidak "mengizinkan pemukiman kembali para pengungsi yang melarikan diri" di beberapa bagian negara bagian Rakhine utara.
Peneliti PBB telah meminta petinggi Myanmar untuk dituntut atas tuduhan genosida di Pengadilan Kriminal Internasional atau pengadilan ad hoc.
Demonstrasi terhadap Rohingya tidak jarang terjadi di Sittwe, di mana kekerasan antar-komunis terjadi pada tahun 2012, menewaskan ratusan orang dan mengirim lebih dari 120.000 Rohingya ke kamp-kamp pengungsi internal di mana kebanyakan tetap hari ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Erupsi Lagi, Gunung Semeru Semburkan Awan Panas Guguran
- Ini Profil Keseharian Harvey Moeis Suami Sandra Dewi yang Terseret Korupsi PT Timah
- Perbaikan Jalur Pantura Demak-Kudus Ditarget Rampung Sebelum April 2024
- Gugatan Sengketa Pilpres, Mahfud MD Serukan Kembalian Maruah MK
- PGI Meminta Agar Kasus Kekerasan di Papua Diusut Tuntas
Advertisement
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- Hakim Konstitusi Arief Hidayat Tak Terbukti Melanggar Kode Etik
- Masjid Agung Kota Bogor Diresmikan, Begini Kemegahannya
- Daop 2 Siapkan 24 Lokomotif-244 Kereta untuk Angkutan Lebaran 2024
- Viral Polisi Tembak dan Serang DC, APPI Jelaskan Duduk Permasalahannya
- Pemulangan Enam Jenazah ABK WNI dari Jepang Dilakukan Bertahap
- Tiga Hari Hilang, 6 Orang Korban Ambruknya Jembatan Baltimore Belum Ditemukan
- Kejagung Bongkar Kasus Korupsi PT Timah Menyeret Harvey Moeis, Ini Komentar Kementerian BUMN
Advertisement
Advertisement