Advertisement
Contohkan Kebijakan Trump dan Kasus Brexit, JK Sebut Demokrasi Harus Dikoreksi
Advertisement
Harianjogja.com, JAMBI - Sistem demokrasi haruslah dikoreksi lagi apakah masih sesuai diterapkan sebagai sistem pemerintahan di suatu negara seiring dengan perkembangan zaman. Hal itu diungkapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
"Demokrasi juga harus dikoreksi sesuai zamannya. Demokrasi mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Sekarang tentu pertanyaannya ialah demokrasi bagaimana yang kita harapkan untuk memajukan bangsa ini," kata Wapres JK saat membuka Rapat Kerja Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam di Jambi, Sabtu.
Advertisement
Wapres mengatakan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, yang menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya, kini perlahan justru menutup diri terhadap kerja sama dari negara lain.
Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump, lanjut JK, menerima banyak kritikan dari negara-negara asing karena menerapkan beberapa kebijakan yang proteksionis, antara lain terkait perdagangan dan Islamofobia.
"Mulai bertanya-tanya apakah Amerika yang merupakan suatu negara demokrasi yang sangat tinggi, tapi yang terpilih Trump, yang berkampanye dengan cara diskriminatif. Artinya tidak demokratis, Islam tidak boleh masuk, mendekati Korea [Utara] dan sebagainya," jelas Wapres JK.
Inggris pun menerapkan kebijakan ekslusif setelah meloloskan diri dari Uni Eropa lewat referendum Brexit (British Exit). Contoh kebijakan dari dua negara maju tersebut menimbulkan pertanyaan baru apakah sistem demokrasi masih sesuai diterapkan saat ini, kata Wapres.
"Di Inggris, [referendum] Brexit menang. Itu juga karena ingin proteksionis. Maka terjadilah suatu paham-paham yang putar balik pada masa lalu," katanya.
Di bidang ekonomi, Amerika juga mulai menerapkan kebijakan ekslusif dengan menerapkan pajak tinggi bagi barang eskpor dari negara lain. Sementara negara penganut paham komunis-sosialis seperti China justru ingin membuka diri lewat kerja sama dengan negara lain.
"Kalau masa lalu, negara demokratis cenderung ekonominya terbuka dan negara yang tidak demokratis - sosialis atau komunis, ekonominya tertutup, proteksionis. Sekarang terbalik, Amerika ingin proteksionis sementara China yang sosialis-komunis itu ingin ekonomi terbuka," jelasnya.
Oleh karena itu, Wapres berharap KAHMI sebagai organisasi intelektual dapat membaca perubahan-perubahan tersebut, sehingga bersama-sama dapat menemukan sistem pemerintah yang sesuai, namun tidak menjadikan Indonesia sebagai bangsa otoriter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
- 66 Pegawai KPK Pelaku Pungutan Liar di Rumah Tahanan Dipecat
- Wapres Maruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Tim Transisi ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
- WhatsApp Bocor, Israel Dikabarkan Gunakan Data untuk Serang Rumah Warga Palestina
Advertisement
Bupati, Wakil Bupati hingga Lurah Ambil Formulir Pendaftaran Pilkada 2024 di Kantor PDIP Bantul
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- WhatsApp Bocor, Israel Dikabarkan Gunakan Data untuk Serang Rumah Warga Palestina
- Penetapan Pemenang Pilpres 2024, Prabowo: Tinggalkan Sakit Hati
- Wapres Maruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Tim Transisi ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
- Airlangga Hartato Sebut Jokowi Milik Bangsa dan Semua Partai
- Es Krim Magnum Ditarik karena Mengandung Plastik dan Logam, Ini Kata BPOM
- Mendes Nilai Perubahan Iklim Dapat Diatasi Melalui Kemitraan dengan Desa
- Setelah Lima Hari, 2 Wisatawan yang Berenang di Zona Hahaya Pangandaran Ditemukan Tewas
Advertisement
Advertisement