Advertisement
Ini Dia Lima Penyakit Birokrasi Menurut Abraham Samad
Abraham Samad - Bisnis/Paulus Tandi Bone
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA-Patologi birokrasi atau penyakit birokrasi saat ini masih menjadi PR besar bangsa Indonesia, khususnya pemerintah. Ketua KPK periode 2015-2011 Abraham Samad menyebutkan ada lima jebis penyakit birokarsi yang harus diperangi.
Abraham mengemukakan lima macam patologi birokrasi, yaitu paternalistik, penggelembungan anggaran, prosedur berbelit dan tidak transparan, pembengkakan struktur birokrasi, dan fragmentasi birokrasi.
Advertisement
Paternalistik, yaitu atasan bagaikan seorang raja yang wajib dipatuhi dan dihormati, diperlakukan spesial, tidak ada kontrol secara ketat, dan pegawai bawahan tidak memiliki tekad untuk mengkritik apa yang telah dilakukan atasan yang penting bagaimana menyenangkan atasan (ABS: Asal Bapak Senang).
“Birokrasi cenderung mengabaikan apa yang menjadi kepentingan masyarakat sebagai warga negara yang wajib menerima layanan sebaik mungkin,” kata Abraham, dalam rilis yang diterima Harianjogja.com, Sabtu (7/4/2018).
Penggelembungan anggaran dimaksudkan, semakin besar anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan, semakin besar pula peluang untuk menggelembungkan (mark up) anggaran.
Selain itu, tidak adanya kejelasan antara biaya dan pendapatan dalam birokrasi publik, terdapatnya tradisi memotong anggaran yang diajukan pada proses perencanaan anggaran sehingga memunculkan inisiatif pada orang yang mengajukan anggaran untuk melebih-lebihkan anggaran dan kecenderungan birokrasi mengalokasikan anggaran atas dasar input.
“Penggelembungan anggaran akan semakin meluas ketika kekuatan masyarakat sipil lemah dalam mengontrol pemerintah,” kata Abraham.
Selain prosedur berbelit dan tidak transparan, pembengkakan struktur birokrasi juga salah satu patologi birokrasi yang harus segera dipangkas.
Menurut Abraham, penambahan jumlah struktur pada birokrasi dengan alasan untuk meringankan beban kerja dan lain-lain yang sebenarnya struktur tersebut tidak terlalu diperlukan keberadaannya berakibat banyak pada dana APBN yang dikeluarkan pemerintah yang secara tidak langsung dapat merugikan negara.
“Akibatnya, anggaran menjadi kurang tepat sasaran,” kata Abraham.
Sementara, patologi birokrasi terkait fragmentasi birokrasi antara lain banyaknya kementerian baru yang dibuat oleh pemerintah yang lebih sering tidak didasarkan pada suatu kebutuhan untuk merespon kepentingan masyarakat agar lebih terwadahi, tetapi lebih kepada motif tertentu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Badan Geologi Pantau Ketat 127 Gunung Api Aktif di Indonesia
- Libur Nataru, KLH Prediksi Sampah Nasional Naik 59 Ribu Ton
- Lebih dari 4 Juta Senjata Beredar, Australia Luncurkan Buyback Nasion
- KPK Tangkap Enam Orang dalam OTT di Kalimantan Selatan
- Kakak Sulung Berpulang, Unggahan Atalia Praratya Mengharukan
Advertisement
SMAN 1 Tanjungsari Juara Liga Pelajar Gunungkidul 2025
Advertisement
Sate Klathak Mbah Sukarjo Hadirkan Kuliner Khas di Pusat Kota
Advertisement
Berita Populer
- Forum Anak Wirama Kampanyekan Pagar Diri Cegah Pergaulan Berisiko
- Gagal di SEA Games, Cahya Supriadi Fokus Bangkit Bersama PSIM Jogja
- Mediasi, Atalia Praratya dan Ridwan Kamil Sepakati Perceraian
- Kejari Sleman Dalami Peran Pihak Lain di Kasus Dana Hibah Pariwisata
- Kantor SAR Jogja Fokus Amankan Pantai Parangtritis Saat Nataru
- Mitigasi Bencana Menguatkan Warga Menghadapi Hoaks Kebencanaan
- Acer Hadirkan Exclusive Store dan Laptop AI Jogja
Advertisement
Advertisement



