Advertisement
IDI: Masalah dr Terawan Bukan Soal Metode Cuci Otak, tapi Murni Perkara Kode Etik
Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Daeng M. Faqih - Nur Faizah al Bahriyatul Baqiroh
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA- Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Daeng M. Faqih menegaskan persoalan yang dihadapi dr Terawan Adi Putranto bukan mengenai metode cuci otak, melainkan perkara etika yang membuat Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) merekomendasikan dr Terawan agar gantung stetoskop sementara selama satu tahun.
"Bukan [karena] metode terapi cuci otak tersebut, ini murni masalah etika kedokteran saja,"ungkap Daeng M. Faqih kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) di Gedung PB IBI, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (6/4/2018).
Advertisement
Daeng menjelaskan secara garis besar etika di kedokteran ada empat prinsip, yaitu; pertama, adalah prinsip beneficient, Jadi yang dilakukan oleh dokter tujuannya hanya untuk kebaikan pasien.
Kedua, non-malfunction, jangan sampai menimbulkan kemudaratan pada pasien. Ketiga, keadilan, jadi apa yang harus dikerjakan dokter itu harus seadil-adilnya tidak memandang status apapun, tidak membedakan siapapun pasiennya.
BACA JUGA
Adapun yang terakhir, otonomi pasien. Artinya apa yang dokter kerjakan harus atas persetujuan pasien.
"Kalau soal contoh-contoh pelanggaran etikanya itu banyak, misalnya saja, dokter itu tidak boleh menjanjikan kesembuhan, kedua tidak boleh beriklan, karena iklan itu kan terkadang menyesatkan," jelasnya.
Iklan dalam pandangan kedokteran adalah dokternya sendiri tidak boleh beriklan dengan mengucapkan kata-kata yang seolah-olah memuji dirinya sendirinya.
"Contohnya saja, semisal saya bilang 'saya ini seorang dokter, bisa menyembuhkan bla bla' memuji diri juga tidak boleh, misalnya 'saya ini sebagai dokter ini, sudah menemukan ini' itu tidak boleh secara etika," ungkap Daeng memberi contoh.
Mengenai terapi cuci otak yang dilakukan oleh dr Terawan, Daeng mengatakan PB IDI justru mendukung metode tersebut untuk dilegitimasi di Kementerian Kesehatan. Bukan malah iri, dengan metode temuan dokter berpangkat Mayor Jenderal tersebut.
"Itu kan metode inovatif, kita dukung dia [dr Terawan] untuk melakukan legitimasi di Kementerian Kesehatan melalui uji klinis melalui HTA (Health Technology Assessment), Jadi IDI malah senang kalau dr Terawan metode inovasinya itu dimasukkan ke HTA, malah kita mendorong, karena untuk menjadi standar kompetensi itu harus melalui HTA," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Setelah 20 Tahun, GEM Dibuka dan Pamerkan 100 Ribu Artefak Kuno
- Krisis Air Tehran, Stok Air Minum Diprediksi Habis dalam 2 Pekan
- Impor Pakaian Bekas Ilegal Diduga Berasal dari Tiga Negara Ini
- Kereta Khusus Petani Pedagang Rute Merak-Rangkasbitung Siap Beroperasi
- Jaksa Umumkan Tersangka Baru dalam Kasus Perampokan Museum Louvre
Advertisement
Advertisement
Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
- DPUPKP Bantul Petakan Titik Genangan dan Talut Rawan Longsor
- Terlalu Mahal, Tarif Sewa Joglo Taman Budaya Gunungkidul Dikaji Ulang
- BPBD Gunungkidul Tetapkan Status Siaga Darurat Bencana
- PSM Imbangi Madura United 1-1
- Onad Positif Ganja-Ekstasi, Status Masih Korban Narkoba
- 23 Tewas Akibat Ledakan Supermarket di Meksiko
- Sidak Ungkap Higiene SPPG Gunungkidul Belum Tertib
Advertisement
Advertisement




