Advertisement

ERA SOEHARTO ATAU REFORMASI : Kata Pengamat, Ini Hanya Romantisme Historis

Sabtu, 08 Juni 2013 - 13:48 WIB
Maya Herawati
ERA SOEHARTO ATAU REFORMASI : Kata Pengamat, Ini Hanya Romantisme Historis

Advertisement

[caption id="attachment_413738" align="alignleft" width="160"]http://www.harianjogja.com/baca/2013/06/08/era-soeharto-atau-reformasi-kata-pengamat-ini-hanya-romantisme-historis-2-413737/petani-ilustrasi-petani-panen-bisnis-indonesia-sulis-3" rel="attachment wp-att-413738">http://images.harianjogja.com/2013/06/petani-ilustrasi-petani-panen-Bisnis-Indonesia-Sulis.jpg" alt="" width="160" height="99" /> Foto Ilustrasi
JIBI/Bisnis Indonesia/Sulis[/caption]

SOLO–Banyaknya pendapat warga yang masih menganggap bahwa era Soeharto lebih baik dari pada era sekarang, dinilai pengamat social politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tundjung W Sutirto sebagai sekadar romantisme historis, yang didasarkan harapan era reformasi yang dianggap tidak lebih baik dibanding era orde baru (Orba).

Advertisement

Hal senada juga terjadi dengan banyaknya gambar atau poster Soeharto lengkap dengan tulisan berbunyi “Piye? Iseh Penak Zamanku To?” yang dijual di tempat publik. Dalam kalimat itu seolah terkandung makna kerinduan untuk kembali ke jaman kepemimpinan Presiden kedua RI, Soeharto.

“Sindiran yang muncul belakangan ini, bukan berarti masyarakat menginginkan sosok Soeharto lagi, namun lebih kepada menginginkan kesejahteraan seperti di era Soeharto tersebut,” kata Tundjung.

Tundjung ketika dihubungi SOLOPOS FM dalam sesi Dinamika103, Sabtu (8/6/2013) berpendapat, hal ini merupakan fenomena yang wajar. Terlebih di tengah banyaknya masalah negeri ini, mulai dari isu separatisme, ketidakadilan hukum, korupsi yang merajalela, hingga rencana kenaikan harga BBM, yang membuat masyarakat awam merindukan era sebelumnya, yang dianggap lebih enak dari era reformasi saat ini.

Tundjung menambahkan, dalam sejarah dunia, tiap pemimpin memiliki karakter masing-masing, sesuai konteks zamannya.

“Tiap pemimpin tidak ada yang sama, alias memiliki karakteristik masing-masing, yang tidak bisa disamakan.”

“Saat ini, menurut dia, Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang negarawan dan bukan politisi, serta mewarisi nilai kharismatik seperti pemimpin-pemimpin sebelumnya,” ungkap Tundjung. Ditegaskannya pula, masyarakat primordial pada prinsipnya hanya butuh 3W.

“Masyarakat kita sebenarnya hanya butuh merasa wareg (kenyang), waras (sehat), dan wasis (pintar),” tandasnya.

Pak Harto dan Jokowi
Sementara itu dari beragam komentar yang masuk ke ruang redaksi SOLOPOS FM, ada pula warga yang mengaitkan fenomena mengenang Soeharto dengan Jokowi, mantan Walikota Solo yang saat ini menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pamor dan popularitas Jokowi memang tengah naik.

Warga Solo, Anant dengan berseloroh mengatakan, “Enak zamanya pak jokowi…”
Sedangkan Dini, warga Karangasem menilai Pak Harto hampir mirip dengan Jokowi. “Pak Harto mirip dengan Pak Jokowi, tokoh spektakuler skr ini. Bapak satu ini, tau kalangan mana yang harus direngkuh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Stok Darah dan Jadwal Donor Darah di Wilayah DIY Jumat 26 April 2024

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 11:27 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement