Advertisement
Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, PKB: Tunggu Perkembangan

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan tuntutan penghapusan syarat ambang batas persentase minimal pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20%, direspons partai politik.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan menunggu perkembangan yang ada, dan belum menentukan sikap setuju atau tidak setuju terhadap putusan MK itu. "Betul," kata Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid, Kamis (2/1/2024).
Advertisement
Sementara itu, Jazilul memandang bahwa putusan MK tersebut sebagai kado tahun baru yang akan menuai berbagai pandangan, baik polemik maupun kontroversi.
Walaupun demikian, dia mengatakan bahwa pemerintah dan DPR perlu menyusun kembali norma dalam revisi undang-undang (UU) Pemilu sebagai respons terhadap putusan MK tersebut.
"Kami akan menyusun langkah sekaligus menunggu perkembangan dinamika dari lembaga pembentuk UU pasca-MK mengeluarkan putusan tersebut," kata Jazilul menjelaskan langkah PKB ke depannya.
Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
MK memandang presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.
Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.
Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Layanan Haji 2025 Siap Beroperasi, Kementerian Agama Sebut Persiapan Kelar
- Pidato Hari Buruh di Monas, Presiden Prabowo Ingin Marsinah Jadi Pahlawan Nasional
- Mahkamah Konsitusi Keluarkan Dua Putusan tentang UU ITE, Mabes Polri Siap Mematuhi
- Dugaan Suap Pengurusan PAW Harun Masiku, KPK Panggil Pegawai KPU
- Dalam Dua Bulan Tahun Ini 18.610 Pekerja Terkena PHK, Kemnaker Upayakan Ini
Advertisement

Musim Kemarau Diprediksi Datang Mei, Ini Daftar Wilayah di Kulonprogo yang Rentan Kekeringan
Advertisement

Asyiknya Interaksi Langsung dengan Hewan di Kampung Satwa Kedung Banteng
Advertisement
Berita Populer
- Tabrak Pintu Tol dan Nyelonong Tidak Bayar, PT Jasamarga Transjawa Laporkan Pengendara Mobil ke Polisi
- Polisi di Semarang Jadi Penyelenggara Judi Sabung Ayam, Dihukum 1,5 Penjara
- Mahkamah Konsitusi Keluarkan Dua Putusan tentang UU ITE, Mabes Polri Siap Mematuhi
- Dua Kelompok Massa Terlibat Bentrok di Kemang, Ini Penjelasan Polisi
- Polisi Tangkap 19 Orang Dalam Bentrok Dua Massa di Kemang
- Wapres Gibran Tekankan Pentingnya Hilirisasi Sektor Kelautan dan Perikanan
- Terkait Laporan Ijazah Palsu, Penyidik Ajukan 35 Pertanyaan kepada Jokowi
Advertisement
Advertisement