Advertisement
Kasus Polisi Tembak Mati Pelajar di Semarang, DPR RI: Aipda RZ Harus Siap Menanggung Hukuman
Advertisement
Harianjogjacom, JAKARTA—Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto mengingatkan agar setiap anggota kepolisian mengukur diri sebelum menindak sebuah kejahatan agar penindakan yang dilakukan sesuai dengan prosedur, guna menghindari pelanggaran seperti yang terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Dia menilai penembakan yang dilakukan Aipda RZ terhadap siswa SMK berinisial GRO merupakan tindakan eksesif dan tidak tepat. Sehingga ia pun harus siap menanggung hukuman karena perbuatannya yang menyebabkannya korban meninggal dunia.
Advertisement
"Kalian itu harus tahu kalau kalian sudah ke lapangan, ingat ya, satu kaki kalian itu di kuburan, satu kaki di penjara. Kenapa? terlambat bertindak kalian bisa jadi korban, terlalu cepat bertindak kalian bisa salah dan masuk penjara, itu risiko," kata Rikwanto saat rapat dengan Kapolrestabes Semarang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
BACA JUGA : Penembakan Pelajar SMKN 4 Semarang oleh Polisi, Begini Respons Kementerian PPPA
Purnawirawan Inspektur Jenderal Polisi itu menjelaskan bahwa mengukur diri yang dimaksud adalah menentukan tindakan yang diperlukan ketika menghadapi adanya suatu tindak pidana. Menurut dia, hal itu berlaku terhadap anggota apa pun dan pangkat apa pun.
"Mengukur diri itu saya sedang apa, pakaian saya apa, preman, sipil, atau pakaian dinas. Atau saya sendiri berdua atau bersama kelompok. Yang saya hadapi ini kelasnya ringan, berat, atau penuh ancaman," katanya.
Selain itu, polisi juga harus menentukan ukuran terhadap tindakan kejahatan jika terjadi di depan matanya, mulai dari tindakan di tempat berdasarkan kekuatan yang ada, atau melaporkan untuk memohon bantuan, atau melaporkan untuk memohon petunjuk.
"Kalau enggak, bisa jadi slogan pertama tadi, satu kaki di kuburan, dan satu kaki di penjara, karena tidak tepat mengambil tindakan terhadap situasi kondisi yang terjadi di depan matanya," ujar dia.
Dia juga meminta kepada kepolisian agar sesegera mungkin memberikan informasi sebenar-benarnya secara faktual dan aktual jika terjadi peristiwa-peristiwa serupa. Karena keterlambatan informasi resmi dari kepolisian akan menyebabkan publik berandai-andai terhadap suatu kasus.
Pasalnya, kata dia, kasus yang terjadi di Semarang membuat masyarakat bereaksi setelah menerima berita-berita dan informasi dari media sosial. Menurut dia, masyarakat pun merasa miris ketika merespon berita seorang polisi yang menembak siswa SMK tersebut.
"Dan saya pribadi melihat terlalu lambat dari kepolisian untuk merespon berita itu, ada kegamangan, ada waktu yang cukup luang untuk banyak orang berspekulasi," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Polisi Bunuh Ibu Kandung Dengan Tabung Gas di Bogor
- Hujan Guyur Sejumlah Wilayah di Indonesia Hari Ini, Termasuk DIY
- Selalu Ada Pita Merah Saat Peringatan Hari AIDS Sedunia, Ternyata Ini Sejarah dan Maknanya
- Remaja Korban Judi Online Diusulkan Direhabilitasi
- Lapisan Es di Pegunungan Jaya Wijaya Papua Susut dari Tebal 32 Meter Kini Hanya Empat Meter
Advertisement
Tim Hukum Joko-Rony Pastikan Tak Kirim Gugatan ke MK Terkait Pilkada Bantul 2024
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Menteri Meutya Hafid Minta Operator Seluler Awasi Transaksi Pulsa untuk Cegah Judi Online
- Polda Metro Jaya Lakukan Konsolidasi Terkait Penjemputan Paksa Eks Ketua KPK Firli Bahuri
- Kasus Polisi Tembak Mati Pelajar di Semarang, DPR RI: Aipda RZ Harus Siap Menanggung Hukuman
- Kereta Cepat Whoosh Antisipasi Dampak Cuaca Buruk dengan Alat Sensor
- Badan Gizi Jelaskan Menu MBG Rp10 Ribu
- Ini Daftar Objek Wisata Viral di Jawa Tengah, Mudah Dijelajahi Pakai Motor
- Anggota DPR RI Haryanto Terbukti Langgar Kode Etik Akibat Video Bermuatan Asusila
Advertisement
Advertisement