Advertisement

Perlindungan Buruh Harus jadi Prioritas Utama dalam Kepailitan PT Sritex

Abdul Hamied Razak
Kamis, 31 Oktober 2024 - 16:27 WIB
Abdul Hamied Razak
Perlindungan Buruh Harus jadi Prioritas Utama dalam Kepailitan PT Sritex Buruh mengendarai sepeda keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024). Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menyatakan perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit, hal tersebut tercantum dalam putusan dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Semarang. Antara/Mohammad Ayudha - tom.

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA– Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho menekankan pentingnya perlindungan bagi ribuan buruh yang terdampak akibat keputusan kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).

Menurut Hardjuno, nasib buruh harus menjadi perhatian utama dalam penanganan kasus ini. “Yang terpenting dalam kasus kepailitan PT Sritex adalah menyelamatkan nasib buruh. Pemerintah perlu memastikan kesejahteraan pekerja yang terkena dampak dari keputusan pailit ini,” ujar Hardjuno dalam rilis pers, Kamis (31/10/2024).

Advertisement

BACA JUGA: Dinyatakan Pailit, Dirut Sritex Pastikan Perusahaan Masih Berjalan Normal

Presiden Prabowo Subianto, lanjutnya, telah mengambil langkah yang tepat dengan menginstruksikan empat menteri untuk mendampingi perusahaan tersebut. Hardjuno menilai bahwa langkah ini penting demi memastikan adanya pendampingan dan perlindungan yang memadai bagi para pekerja yang bergantung pada keberlanjutan perusahaan.

Kandidat doktor bidang hukum dan pembangunan di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini menilai keputusan Pengadilan Niaga terhadap Sritex, masih bisa diajukan kasasi atau peninjauan kembali sehingga belum bersifat final. Hal ini membuka ruang bagi opsi restrukturisasi yang lebih baik dan memungkinkan perusahaan untuk tetap beroperasi.

“Dengan restrukturisasi, kita bisa menjaga keberlanjutan industri tekstil nasional, tidak hanya Sritex tetapi juga pabrik-pabrik lain yang menghadapi tantangan serupa,” jelas Hardjuno.

Menurutnya, tantangan di industri tekstil nasional semakin besar karena persaingan dari produk impor yang lebih murah, terutama dari China. Banyak perusahaan tekstil skala kecil dan menengah yang kini juga terancam, akibat beban utang dan persaingan ketat.

BACA JUGA: Begini Komentar Wamenkeu Anggito Abimanyu Soal Penyelamatan Sritex

Hardjuno mengingatkan bahwa solusi untuk menyelamatkan Sritex sebaiknya tidak berupa bailout langsung dari negara karena melibatkan dana publik yang kompleks dalam pertanggungjawabannya. Ia menyarankan alternatif pendanaan seperti penerbitan obligasi atau saham baru yang dapat menjadi solusi untuk menambah modal tanpa membebani negara.

“Dengan obligasi atau saham baru, Sritex dapat memperoleh modal tambahan untuk membayar utang mereka, sekaligus meringankan beban langsung pada pemerintah,” paparnya.

Selain perhatian pada buruh, Hardjuno juga menyoroti risiko yang dihadapi bank-bank BUMN akibat piutang yang besar dari Sritex. Berdasarkan data, Sritex memiliki utang kepada sejumlah bank termasuk di dalamnya Bank BUMN, seperti Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Pembangunan Daerah hingga sebesar USD 23,8 juta atau Rp 25 triliuan.

Hardjuno menilai restrukturisasi utang yang transparan dan terukur perlu dilakukan agar bank-bank ini tidak mengalami kerugian signifikan. “Pendekatan seperti penjadwalan ulang pembayaran atau penjualan aset non-inti perusahaan dapat menjadi opsi untuk mengurangi beban kewajiban kepada kreditur,” kata Hardjuno.

Dia menambahkan bahwa kebijakan restrukturisasi ini penting untuk menjaga stabilitas keuangan bank BUMN dan memastikan bahwa dana publik tetap aman.

Dukungan Pemerintah 

Hardjuno menekankan perlunya dukungan dari pemerintah dalam memperkuat industri tekstil nasional agar mampu bersaing di pasar domestik dan internasional. Langkah-langkah seperti kebijakan perdagangan yang lebih ketat dan insentif bagi produk lokal dinilai dapat mendukung industri tekstil dalam negeri.

Dengan langkah ini, kita dapat memastikan keberlanjutan industri tekstil, sehingga tidak terjadi penurunan signifikan pada jumlah pemain di sektor ini yang memiliki kontribusi besar bagi perekonomian nasional,” ujarnya.

Pernyataan Hardjuno menunjukkan bahwa penyelesaian kasus kepailitan Sritex harus dilakukan dengan mengedepankan kepentingan buruh dan keberlangsungan industri tekstil nasional, tanpa mengorbankan stabilitas keuangan negara dan bank-bank BUMN yang terlibat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Teknik Industri ITD Adisutjipto Raih Hibah Pengabdian Digitalisasi Promosi Desa Wisata

Gunungkidul
| Kamis, 31 Oktober 2024, 17:47 WIB

Advertisement

alt

Lebih Dekat dengan Pesawat Terbang

Wisata
| Minggu, 27 Oktober 2024, 10:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement