Advertisement
Pilkada 2024, Bawaslu Jalankan Pengawasan Ujaran Kebencian di Medsos Bersama Beberapa Pihak

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebut menjalankan pengawasan terkait dengan ujaran kebencian dan misinformasi dalam momen Pilkada 2024, bersama dengan sejumlah pihak.
Ketua Bawaslu RI Rahmad Bagja menyebutkan kerja sama yang telah dilakukan termasuk untuk mempermudah masyarakat menilai kebenaran sebuah konten.
Advertisement
"Bawaslu sedang membangun kerja sama dengan cek fakta untuk mempermudah masyarakat dalam menilai kebenaran atas sebuah konten yang ada di media," kata Bagja dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (17/10/2024).
Ia menyebutkan kerja sama itu dilakukan dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), seperti Mafindo, Koalisi Masyarakat Sipil, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), dan berbagai pihak lainnya.
Selain itu, kolaborasi dilakukan bersama dengan berbagai platform media sosial seperti Tiktok, Google, dan Meta.
Bawaslu juga membentuk tim pengawasan Siber yang bekerja sama dengan Kemenkominfo, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan berbagai pihak terkait lainnya.
Bagja berharap masyarakat semakin aktif dalam mencegah terjadinya ujaran kebencian.
"Kami kira dengan pola pengawasan dan kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan baik itu dari pemerintah, LSM, dan masyarakat dapat memitigasi kerawanan yang akan terjadi, misalnya, hoaks dan ujaran kebencian di media sosial," ucapnya.
BACA JUGA: Sebagian Besar Gen Z Tidak Tertarik dengan Partai Politik
Di lain sisi, Ia menjelaskan hasil pengawasan siber pada Pemilu 2024 lalu. Ujaran kebencian diidentifikasi menjadi jenis dugaan pelanggaran paling banyak yaitu 340 atau 96 persen.
Sementara itu, lanjut dia, pelanggaran berita bohong memiliki jumlah paling sedikit yaitu 5 atau sekitar 1%.
"Salah satu rekomendasi hasil pengawasan siber pada Pemilu 2024 lalu yakni berkoordinasi dengan Kemenkominfo untuk segera men-takedown terhadap konten-konten yang telah teridentifikasi," jelas Bagja.
Peneliti Ika Idris mengungkapkan cara memitigasi potensi negatif dari ujaran kebencian melalui jurnalisme, yakni mengidentifikasi narasi kebencian dan stigmatisasi ke kelompok minoritas, menghindari menyalahkan korban.
"Jangan sampai korban menjadi sasaran dari pemberitaan yang dibuat. Dan yang paling penting, ketika ada narasi ujaran kebencian kita harus bertanya, siapa yang akan paling banyak mendapatkan keuntungan dari kampanye tersebut," kata Ika.
Selanjutnya, cara memitigasi potensi negatif ujaran kebencian, yakni menggunakan strategi narasi tandingan, yaitu konten yang menghibur.
"Jika ujaran kebencian dibalas dengan ujaran kebencian, bisa (terjadi) bentrok. Strateginya menggunakan model konten menghibur," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- One Way dan Contraflow Bakal Diterapkan Saat Arus Balik, Ini Waktunya
- Bikin Septitank, Penyintas Gunung Lewotobi Temukan 16 Granat
- Warga Wonogiri Ditemukan Meninggal di Sungai Code, Berikut Penjelasan Kepala Desa
- Menteri Karding Larang Warga Kerja di Kamboja dan Myanmar, Ini Alasannya
- Arus Balik via Transportasi Udara Dimulai Hari Ini
Advertisement

Arus Balik di Kulonprogo Mulai Meningkat, Ini Rekayasa Lalu Lintas yang Diterapkan
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Berikut Deretan Tokoh yang Kunjungi Open House Menteri Investasi Rosan
- Korban Gempa Myanmar Butuh Obat-obatan, Air Bersih hingga Tempat Tinggal
- 2 Staf UNRWA, 8 Pekerja Kemanusiaan & Petugas Tanggap Darurat Tewas di Gaza
- Kapal Induk Terbaru Milik AL Amerika Serikat Dinamai USS Elon Musk
- Wamendag & Satgas Pangan Usut Pengusaha Nakal yang Ubah Kemasan Beras
- Ingin Berwisata atau Balik Seusai Lebaran, Waspadai Cuaca Ekstrem pada 2 dan 3 April
- Polri Sebut 1,9 Juta Kendaraan Tinggalkan Jakarta
Advertisement
Advertisement