Advertisement
Batas Waktu Pembentukan Komisi Penyelenggara Perlindungan Data Pribadi 17 Oktober 2024

Advertisement
Harianjogja.com, SEMARANG—Pemerintah diingatkan pembentukan lembaga atau Komisi Penyelenggara Perlindungan Data Pribadi (PDP) sampai batas waktu 17 Oktober 2024.
Hal ini diungkapkan pakar keamanan siber Pratama Persadha. Pada bulan depan, kata Pratama, tepatnya pada tanggal 18 Oktober 2024 akan menjadi hari pertama Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) mulai berlaku setelah ditetapkan dan disahkan pada tanggal 17 Oktober 2022.
Advertisement
"Undang-undang ini telah memberikan waktu selama 2 tahun untuk pengendali data pribadi serta prosesor data pribadi dan pihak lain yang terkait dengan pemrosesan data pribadi untuk melakukan penyesuaian," kata Pratama ketika dikonfirmasi secara daring dari Semarang, Rabu (18/9/2024) malam.
Pratama yang juga dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) mengatakan bahwa UU PDP memberikan kerangka hukum yang lebih jelas mengenai pengumpulan, penggunaan, dan penyimpanan data pribadi serta memberikan sanksi yang lebih tegas bagi pelanggaran.
"Namun, sangat disayangkan sampai sekarang belum juga membentuk lembaga/komisi ini, padahal sanksi hukuman tersebut hanya dapat dijatuhkan oleh lembaga/komisi yang dibentuk oleh Pemerintah dalam hal ini adalah Presiden," kata Pratama.
BACA JUGA: Ruang Terbuka Hijau di Kota Jogja Akan Ditanami Pohon Tabebuya dan Trembesi
Menurut dia, salah satu penyebab maraknya kebocoran data yang terjadi adalah belum adanya sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi berupa denda kepada perusahaan atau organisasi yang mengalami kebocoran data.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC ini mengungkapkan berbagai insiden siber terjadi secara beruntun di Indonesia, mulai dari kegagalan sistem Pusat Dana Nasional Sementara (PDNS) karena serangan ransomware, penjualan data pribadi dari seorang peretas dengan nama anonim MoonzHaxor di darkweb yang menawarkan data dari Inafis, Badan Intelijen Strategis (Bais), Kemenhub, dan KPU.
Selain itu, lanjut Pratama, peretasan dan pencurian data pribadi dari 4,7 juta aparatur sipil negara (ASN) yang berasal dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan yang paling akhir adalah dugaan kebocoran data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak oleh Bjorka.
Maraknya kebocoran data yang terjadi ini, menurut Pratama, juga menyebabkan meningkatnya penipuan-penipuan yang memanfaatkan data pribadi yang bocor tersebut, penggunaan data curian untuk mengambil pinjol, serta menerima pengiriman iklan tentang ajakan bermain judi daring (online).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Rumah Bersubsidi Khusus Gen Z Bakal Dibangun di Wilayah Perkotaan
- Indonesia Berharap Dukungan Belanda untuk Proyek Tanggul Laut Raksasa
- BPS Sebut Harga Beras Terus Naik di Beberapa Kabupaten/Kota pada Minggu Kedua Juni 2025
- Novel Baswedan Jadi Wakil Ketua Satgas Penerimaan Negara
- Fasilitas Migas Iran Kena Serangan Rudal Israel, Picu Kekhawatiran Pasar
Advertisement
Advertisement

Destinasi Wisata Puncak Sosok Bantul Kini Dilengkapi Balkon KAI
Advertisement
Berita Populer
- Iran Bantah Kirim Pesan ke Israel Lewat Pihak Ketiga
- Tiba di Singapura, Presiden Prabowo Disambut Pelajar dan Mahasiswa
- Konflik dengan Israel Kian Memanas, Presiden Iran Jalin Komunikasi dengan Erdogen dan Macron
- Internet di Jalur Gaza Kembali Aktif
- Iran Tangkap Dua Agen Mossad
- Kemenkes RI: Sudah Ada 179 Kasus Positif Covid-19
- Kementerian Luar Negeri Iran Jadi Target Sasaran Serangan Israel
Advertisement
Advertisement