Advertisement
Perang Iran-Israel Bikin Moratorium TKI ke Timur Tengah Makin Sulit Dicabut

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Konflik Iran dengan Israel bakal mempersulit pencabutan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) atau TKI ke Timur Tengah.
"Ya pasti akan ada hambatan [pencabutan moratorium] kalau konflik itu pecah menjadi konflik yang sangat serius," ujar Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani saat ditemui usai rapat terbatas (ratas) di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (16/4/2024).
Advertisement
Dia menyebut, hampir sepertiga pekerja migran Indonesia atau 1,5 juta orang bekerja di Timur Tengah dari total PMI sebanyak 4,9 juta orang. Evaluasi rencana pencabutan moratorium penempatan PMI ke Timur Tengah, kata Benny, perlu dievaluasi secepatnya.
Adapun, moratorium penempatan PMI ke Timur Tengah telah berlaku sejak 2015 dan wacana pencabutannya telah bergulir sejak tahun lalu. "Saya [BP2MI] hanya menjadi pihak pengusul, Kemenlu dan Kemenaker harus segera rapat bersama," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri, Pahala Mansury mengatakan pihaknya tengah menyiapkan skenario untuk menanggulangi dampak ketegangan geopolitik di Timur Tengah akibat serangan Iran ke Israel.
Skenario, kata dia, disiapkan untuk mengurangi atau bahkan menghindari eskalasi ketegangan yang terjadi. "Kami akan berupaya memastikan pihak-pihak di dalam negeri maupun diplomasi kita di luar negeri untuk bisa mengurangi eskalasi dari ketegangan tersebut," ujar Pahala.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemenaker Anwar Sanusi mengatakan, terkait dengan rencana pencabutan moratorium, ada sejumlah syarat dan ketentuan yang perlu diikuti.
BACA JUGA: Mantan TKI Jadi Warga Negara Taiwan Dideportasi saat Pulang Kampung ke Blitar
Merujuk Undang-undang No. 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia penempatan PMI harus mengikuti sejumlah ketentuan. Pertama, negara tujuan penempatan harus memiliki peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing.
Kedua, jika negara tujuan tidak memiliki aturan tersebut, harus ada perjanjian tertulis antara pemerintah negara tujuan penempatan dan pemerintah Indonesia. Ketiga adalah negara tujuan harus memiliki sistem jaminan sosial dan/atau asuransi yang melindungi pekerja asing.
“Di dalam MoU itu mengikat yang namanya ketentuan-ketentuan sesuai dengan keinginan kita, terutama menyangkut perlindungan dan hak-hak yang harus diterima oleh pekerja,” jelasnya. Di sisi lain, Anwar menyebut bahwa pemerintah Indonesia terus mendorong perusahaan penempatan PMI untuk ikut serta dalam Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Basarnas Tak Punya Sonar, Pencarian Kapal Tunu Pratama yang Tenggelam di Selat Bali Terkendala Anggaran
- Jumlah Penerima Bansos Terlibat Judi Online Capai 500 Ribu Lebih, Total Deposit Rp957 Miliar
- BPN Tegaskan Tidak Ada Pulau Jadi Hak Milik Warga Negara Asing di Sekitar Bali
- Ulang Tahun ke-90, Dalai Lama Ingin Hidup hingga 130 Tahun
- Kementerian HAM Menjadi Penjamin Pelaku Persekusi Retret, DPR Bertanya Alasannya
Advertisement

Kenalkan! Naura Aullia, Calon Paskibraka Nasional 2025 dari Jogja
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Banjir Terjang Mataram, Ratusan Rumah Terendam
- Banjir di Kawasan Puncak Bogor, Satu Orang Meninggal Dunia dan 2 Masih Hilang
- Menlu Inggris David Lammy Janjikan Dukungan untuk Suriah
- JKT48 All In Tour 2025 Bersama Axioo Dimulai dari Semarang Berakhir di Jakarta
- Gunung Raung Erupsi 2 Kali Pagi ini, Tinggi Letusan Capai 1 Km
- Dihujani 4,2 Miliar Liter Air, BMKG Ungkap Empat Pemicu Banjir di Mataram
- Banjir di Mataram Lombok Berdampak pada 30.681 Jiwa
Advertisement
Advertisement