Toko Buku Berguguran, Makin Tak Banyak Diminati
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Toko buku mulai berguguran. Mereka tutup. Sisi bisnis merugi. Namun apakah anak muda sekarang masih datang ke toko buku? Tidak sembarang pria yang akan Renanthera Matutina ajak ke toko buku. Pria itu harus benar-benar spesial.
Dan sejauh usianya 24 tahun ini, baru dua pria yang dia ajak ke toko buku, tepatnya di Togamas Jogja. Pertama sekitar 2011, pria itu membolehkan Renanthera memilih buku apa saja, akan dia belikan. Pria itu pacar Renanthera. Buku Dunia Sophie yang Renenthera ambil menjadi buku pertama yang dia terima sebagai hadiah, dan ke depan isinya menjadi pegangan hidup.
Advertisement
Berbelanja buku langsung ke toko menjadi ritual yang rutin dia lakukan sejak kecil. Setidaknya Renanthera membeli lima buku dalam sebulan. Bahkan apabila kadar stres meningkat, sebulan dia bisa membeli 10 buku. “Aku beli buku secara online beberapa kali, tapi banyak ditipu, entah ternyata bajakan atau lainnya. Aku enggak beli bajakan, sebagai bentuk apresiasi pada penulis,” kata Renanthera, warga Sleman, Rabu (24/5/2023).
BACA JUGA: 3 Tempat Wisata Jogja yang Sempurna bagi Pemburu Sunset
Tidak hanya untuk memastikan keaslian buku, nuansa mondar-mandir dari satu rak ke rak lain, menemukan buku bagus di rak ujung, sampai bingung harus memilih buku karena bagus semua, menjadi sesuatu yang Renanthera senangi dari toko buku. Belum lagi toko buku berjejaring besar seperti Togamas banyak memberikan diskon.
Toko buku, begitu juga buku fisik, masih punya ruang besar dalam jiwanya. Meski banyak buku online yang bisa jadi lebih praktis dan menyediakan buku lebih murah, tetapi banyak pengalaman membaca buku fisik yang tidak bisa tergantikan.
Banyak juga toko buku independen (indie) yang tidak hanya menyediakan buku, tapi juga ruang yang nyaman serta keintiman sesama pengunjung serta pemilik. “Ke toko buku indie cuma buat piknik aja, karena suasananya bagus, buat senang-senang aja. Tapi jarang beli, soalnya mahal, misal di toko buku indie Rp200.000 dapat dua buku, di toko jejaring bisa dapat empat,” katanya.
Diskon harga buku juga menjadi pertimbangan Gusti Aditya dalam memilih toko. Meski toko buku indie lebih unggul dalam estetika tempat, serta komunikasi pembeli dan penjual, pertimbangan harga masih jadi yang utama.
Aditya bahkan sudah punya pola khusus, saat dia hendak membeli buku berbahasa Indonesia, terutama novel populer, dia akan menyambangi Togamas. Untuk buku umum, terutama terbitan Pustaka Pelajar, dia akan membeli di Social Agency, potongannya lebih besar dari toko lain.
Untuk di toko online atau marketplace, Aditya gunakan misal ada diskon besar, voucher, dan buku-buku bekas yang lumayan sulit ditemui di toko buku fisik. Dalam sebulan, dia mewajibkan diri untuk membeli lima sampai 10 buku-buku bekas. Buku-buku itu harganya antara Rp10.000 sampai Rp50.000. “Jadi tidak ada perubahan pola pembelian buku, soalnya dari dulu [toko fisik] masih sesuai dengan yang kubutuhkan,” kata pria asal Bantul berusia 23 ini.
Buku Fisik Tetap Asyik
Dengan sejumlah alasan, buku fisik akan tetap bertahan. Dosen di Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS, Nurhadi, mengatakan tidak semua orang membeli buku fisik untuk dibaca. Buku sering kali menjadi koleksi, entah karena bukunya yang langka, atau sampulnya yang menarik.
Alasan lain karena buku fisik dianggap lebih nyaman dibaca dibandingkan e-book. Dalam membaca buku fisik, ada juga faktor yang bersifat psikologis. Ada semacam kebanggaan bersifat hermeneutis. Orang merasa bahagia, nyaman, dan bangga dengan memiliki buku tertentu.
"Saya yakin [buku fisik] tidak akan sepenuhnya hilang. Buku itu kan didesain sedemikian rupa supaya nyaman dilihat oleh mata kita. Kalau kita membuka layar gadget itu barangkali tidak [nyaman]. Kita harus mengubah, misalnya ukuran font lebih dulu agar nyaman dibaca," kata Nurhadi.
Masih banyaknya peminat buku fisik juga yang mungkin membuat Warung Sastra muncul dan bertahan sampai saat ini. Salah satu toko buku indie di Jogja ini mengawali usahanya dari indekos, hingga kini punya toko yang cukup besar. Menurut Pemilik Warung Sastra, Ari Bagus Panuntun, meski penjualan lebih banyak melalui online, toko buku tetap perlu untuk ruang interaksi. “Kadang ada yang pengin mampir dan ngobrol. Kami juga bikin acara kayak bedah buku dan lainnya,” katanya.
Di Warung Sastra, pemilik toko dengan pembeli seakan teman yang tanpa sekat. Bahkan pembeli tidak jarang berinteraksi dengan para keponakan Bagus yang seringkali bermain di area toko buku. Belum lagi adanya kafé yang membuat suasana lebih nyaman. Lebih dari hanya sebatas transaksi, toko buku ini menjadi tabungan orang-orang dalam menyicil kenangan.
Sama seperti Renanthera, yang punya banyak pengalaman di toko buku, termasuk hanya dua orang pria istimewa yang dia ajak ke toko buku. Apabila pria pertama dia ajak ke toko buku pada 2011, pria kedua dia ajak sekitar akhir 2022. Namun konteksnya cukup berbeda. Apabila dahulu pria itu sudah berstatus pacar, pria kedua masih dalam masa pendekatan.
Meski akhirnya pendekatan dua insan manusia itu pupus, tetap saja menyenangkan sempat memiliki interaksi di toko buku. “Ketika pergi sama orang yang sayang dan on the way sayang sama kita ternyata rasanya beda. Dia memang ke toko buku dalam rangka ndeketin aku, sebenarnya cukup menyedihkan, tapi ada kesannya juga,” kata Renanthera.
Menyenangkannya toko buku dengan segala kisahnya membuat Renanthera sedih saat mendengar kabar Toko Buku Gunung Agung yang hendak tutup. Kabar ini lanjutan dari beberapa toko buku yang sudah tutup sebelumnya. “Aku percaya orang akan kembali ke buku, kadang pengin bilang ke toko buku yang mau tutup, ‘tunggu sebentar, tolong bertahan sedikit saja, akan ada yang kembali ke kamu, tinggal cari inovasi aja’,” kata Renanthera.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
- Profil dan Harta Kekayaan Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
Advertisement
Semarak, Ratusan Atlet E-Sport Sleman Bertarung di Final Round E-Sport Competition Harda-Danang
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Presiden Filipina Sebut Upaya Banding Vonis Mary Jane Jadi Penjara Seumur Hidup Berhasil
- Puncak Arus Mudik Liburan Natal Diprediksi Terjadi pada 24 Desember
- Pekan Depan Dipanggil, Firli Bahuri Diminta Kooperatif
- Libur Natal dan Tahun Baru, Potensi Pergerakan Orang Diprediksi Mencapai 110,67 Juta Jiwa
- Pemerintah Segera Menyusun Data Tunggal Kemiskinan
- Otak Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang Bakal Diringkus Polri
- BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Sinergi PLKK untuk Pelayanan Kecelakaan Kerja yang Lebih Cepat
Advertisement
Advertisement