Advertisement
Sri Mulyani Beri Wanti-Wanti soal Dampak Krisis Pangan ke Negara Berkembang
Menteri Keuangan Sri Mulyani bertemu dengan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva di Washington DC. - Instagram/@smindrawati
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan negara berkembang dan kurang berkembang akan menghadapi badai risiko dari kenaikan biaya energi dan krisis pangan pada 2023.
Kesulitan ini akan dibarengi dengan inflasi, penguatan dolar, dan kenaikan suku bunga acuan. Dengan Federal Reserve yang sangat agresif dalam pengetatan moneter, konsekuensinya tidak baik untuk negara berkembang dan akan membuat mereka lebih sulit untuk menerbitkan surat utang, katanya.
Advertisement
"Badai ini yang pasti sangat kuat. Negara berkembang dan kurang berkembang ada di situasi yang sangat serius, situasi yang sulit," ujar Sri Mulyani di Washington, saat wawancara dengan Bloomberg pada Rabu (12/10/2022).
Sekitar 15 negara berkembang mencatatkan surat utang pemerintah berdenominasi dolar dengan harga lebih dari 1.000 basis poin lebih tinggi dari US Treasuries.
Angka itu berada di atas ambang batas untuk utang yang dianggap tertekan dan jumlah negara sudah naik dua kali lipat dari awal tahun.
Sri Mulyani akan memimpin pertemuan Menteri Keuangan dan Bank Sentral G20 keempat. Dalam pertemuan terakhir kali pada April, sejumlah pejabat negara dari Amerika Serikat, Kanada, dan sejumlah negara Eropa walk out saat perwakilan dari Rusia mulai bicara.
Sementara itu, sejumlah negara menunjukkan ketangguhan yang kemungkinan tidak akan bertahan lama. Beberapa negara lainnya memerlukan pinjaman dari International Monetary Fund.
Dia mengungkapkan bahwa negara yang tidak bisa mendapatkan pupuk akan menghadapi kelangkaan makanan dalam 6 bulan ke depan, menjelang musim dingin yang akan lebih keras lantaran kenaikan harga energi.
Di balik ujian yang keras bagi ekonomi global, Sri Mulyani menggaris bawahi pentingnya Presidensi G20 Indonesia dan tetap melibatkan Rusia.
BACA JUGA: Kondisi Ekonomi Memburuk, Jokowi: Batalkan Pembelian Helikopter AW 101!
Salah satu kelebihan G20 vs G7, kelompok yang lebih kecil dan terdiri dari negara kaya, adalah kelompok ini memiliki keluasan untuk menangani permasalahan global.
Mengeluarkan satu negara akan berisiko pada fragmentasi dari ekonomi global yang dapat meningkatkan kesulitan dalam memecahkan masalah seperti perubahan iklim, meningkatkan inklusi keuangan atau mencapai kesepakatan penghapusan utang bagi negara miskin.
“Aset sebenarnya dan nilai sebenarnya dari G20 adalah, terlepas dari apa yang terjadi hari ini, dunia akan membutuhkan kerja sama semacam ini, dan forum ekonomi perdana seperti G20 ini layak untuk dilanjutkan, dipertahankan, dan dilestarikan,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kemendagri Temukan Perbedaan Data Simpanan Pemda dan BI Rp18 Triliun
- Kejagung Serahkan Uang Rp13,2 Triliun Hasil Sitaan Kasus CPO ke Negara
- Kapal Tanker Federal II Terbakar, 13 Orang Meninggal Dunia
- Unjuk Rasa Pemuda Maroko, Tuntut Pembebasan Demonstran Gerakan GenZ
- Kawasan Gunung Lawu Tak Masuk WKP Panas Bumi, Ini Alasannya
Advertisement
Pura-Pura Cari Kerja, Pria Asal Cilacap Gasak Motor di Pundong
Advertisement
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal Kereta Bandara YIA Hari Ini Senin 20 Oktober 2025
- Liverpool vs Man United Skor 1-2, Setan Merah Hajar The Reds
- Jadwal SIM Keliling Kota Jogja Senin 20 Oktober 2025
- Getafe vs Real Madrid Skor 0-1, Los Blancos Geser Barcelona
- Jadwal SIM Corner JCM dan Ramai Mall Senin 20 Oktober 2025
- Jadwal Bus Malioboro ke Pantai Baron Senin 20 Oktober 2025
- Milan vs Fiorentina Skor 2-1, Rossoneri Menang
Advertisement
Advertisement



