Advertisement
Rela Menahan Dingin untuk Lihat Fenomena Langka

Advertisement
Fenomena lava pijar Gunung Merapi menjadi daya tarik warga dan wisatawan. Hampir setiap malam warga dan wisatawan rela menahan dingin untuk menyaksikan fenomena alam itu. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Hafit Yudi Suprobo.
Advertisement
Jalan aspal sepanjang Jalan Boyong, Pakem, Sleman, masih basah oleh hujan yang mengguyur pada Sabtu (23/1/2021) petang. Hawa dingin di daerah lereng Merapi bertambah kian menusuk tulang pascaguyuran air dari langit itu.
Cuaca yang tidak begitu bersahabat itu tak menyurutkan sejumlah orang untuk menuju ke arah utara Lereng Merapi. Di sebuah tanah lapang di pinggir Jalan Boyong, Pakem Sleman, sejumlah mobil dan sepeda motor terparkir. Sejumlah orang berdiri di dekat kendaraannya, sedangkan lainnya pilih bertahan di dalam mobil.
Mereka kompak serentak menghadap ke utara. Mereka menunggu fenomena alam lelehan lava pijar dari Gunung Merapi. Sejak awal tahun ini, aktivitas Merapi terutama lelehan lava pijar menjadi daya tarik warga dan wisatawan. Mereka rela bertahan di udara dingin dari malam hingga pagi untuk menyaksikan dan mengabadikan momen yang tidak setiap saat ada tersebut.
Bayundaru, 26, warga Bengkulu mengaku lava pijar Gunung Merapi sayang untuk dilewatkan. Untuk menyaksikan fenomena alam itu, usaha keras harus dilakukan Bayu. "Sempat mau naik lewat Umbulharjo, tapi memang tidak bisa sampai ke Kinahrejo. Akses hanya sampai di Ngrangkah. Saya ingin mengabadikan lava pijar melalui ponsel saya, gak butuh [kamera] DSLR, pakai ponsel saja sudah bagus hasilnya, apalagi termasuk wisata baru," ungkapnya.
Bayu kemudian menuju ke Dusun Tunggularum, Wonokerto, Turi, Sleman. Di sana, ia mendapatkan pemandangan yang tidak kalah bagus. Pemandangan lava pijar ia dapatkan setelah menunggu sekitar dua jam sejak pukul 19.00 WIB sampai dengan 21.00 WIB. "Untungnya, di Wonokerto pemandangan lumayan bagus ya, lava pijar juga terlihat cukup jelas. Walaupun hawa dingin membuat saya balik kanan turun ke bawah, tidak ingin lama-lama," ujarnya.
Di Ngrangkah, Pangukrejo, Umbulharjo, Cangkringan Sleman, sejumlah pria asyik berbincang satu sama lain. Sekitar lima orang duduk dengan saling menjaga jarak. Maklum, pandemi Covid-19 belum berakhir. Apalagi, Pengetatan secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM) di wilayah DIY diperpanjang hingga 8 Februari mendatang. Tidak hanya menjaga jarak, sejumlah orang yang terdiri dari sukarelawan, pengelola jip wisata, hingga Babinsa tersebut juga disiplin dengan memakai masker.
Salah satu sukarelawan yakni Eko Susilo, 37, yang juga warga asli Pelemsari, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman mengatakan bersama rekannya secara sukarela memantau Gunung Merapi.
"Kami kan di sini sifatnya sukarela. Kami melakukan pemantauan untuk warga yang ada di sekitar sini [Pangukrejo]. Kalau ada apa-apa kan kami bisa memberikan peringatan dan tentunya nanti kalau harus dilakukan evakuasi baik itu manusianya maupun hewan ternaknya," ujar Eko.
Saat memantau Gunung Merapi pada malam hari, Eko dan kawan-kawannya kerap melihat aktivitas vulkanik Gunung Merapi, khususnya lava pijar. "Kapan turun tidak tentu yang jelas kita pantau secara penglihatan manual ya secara terbatas, beda dengan alat walaupun ada kabut tetap kelihatan tapi dengan mata telanjang ya waktu tidak berkabut saja baru kelihatan lava pijarnya," ujar Eko.
Eko dengan sigap mengabadikan momen luncuran lava pijar yang keluar dari kawah Gunung Merapi. Di samping untuk dokumentasi pribadinya, aktivitas vulkanik lava pijar dari Gunung Merapi akan dilaporkan ke grup sukarelawan. "Mantaunya sekuat mata melek, gantian nanti ada yang tidur ada yang jaga. Ada dapat view [lava pijar] kita kirim ke grup," sambung Eko.
Meski Eko terbiasa mendengar suara guguran, tetap saja rasa khawatir itu ada. Oleh karena itu, Eko selalu mewanti-wanti agar wisatawan maupun warga yang ingin menuju ke sejumlah objek yang ada di lereng Gunung Merapi seperti Kaliadem, petilasan Mbah Maridjan, petilasan Syekh Jumadil Qubro. "Banyak wisatawan yang ngotot ingin naik ke atas. Padahal sudah kami sediakan papan peringatan sebanyak tiga lapis. Kalau enggak dijaga ya bablas. Padahal tulisan berlapis-lapis. Rata-rata wisatawan ingin ke bunker," jelasnya.
Eko tidak menutup mata lava pijar Merapi menjadi fenomena yang menarik perhatian warga dan wisatawan, terutama fotografer maupun pegiat sosial media. Ia berpendapat lava pijar bisa dijadikan wisata minat khusus. Hanya, sejumlah prosedur harus dilalui agar fenomena lava pijar Gunung Merapi bisa dijadikan objek wisata yang aman dan nyaman bagi wisatawan. "Para hunter foto itu kan banyak sekarang, apalagi ada spot foto yang bagus dan lebih dekat ke Merapi seperti di Turgo dan Tunggularum" ujarnya.
Patuhi Protokol
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman tidak melarang upaya warga maupun wisatawan yang ingin menikmati fenomena lava pijar asalkan, tetap melaksanakan protokol kesehatan.
Kepala BPBD Kabupaten Sleman Joko Supriyanto mengatakan tidak melarang kegiatan menonton lava pijar terlebih jarak luncuran material Gunung Merapi berupa awan panas guguran sementara maksimal sejauh 1,8 kilometer. "Sebetulnya kalau melihat lava pijar itu nggak apa apa. Aman-aman saja karena jarak luncuran material Gunung Merapi juga maksimal sementara sejauh 1,8 kilometer. Namun, karena sekarang ada PPKM, ini yang harus kita jaga, jangan sampai ada kerumunan," ujar Joko.
Joko mengimbau warga maupun wisatawan yang menikmati lava pijar berada di jarak aman yang sudah direkomendasikan oleh BPPTKG, yakni radius lima kilometer dari puncak Gunung Merapi.
"Dikarenakan ada PPKM akhirnya membuat warga maupun wisatawan tidak bebas dalam menikmati fenomena lava pijar di lereng Gunung Merapi dikarenakan masyarakat harus menjaga jarak dan selalu mematuhi protokol pencegahan penularan Covid-19," ujar Joko.
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG, Agus Budi Santoso, mengatakan fenomena lava pijar memang menarik perhatian masyarakat. Oleh karena itu, dalam menikmati lava pijar pihaknya mengimbau agar masyarakat berada di jarak aman yang sudah ditentukan oleh BPPTKG.
"Ini [lava pijar] merupakan fenomena yang luar biasa dan sayang untuk dilewatkan. Lava pijar saat ini menjadi daya tarik wisata khususnya para penggemar fotografi. Masyarakat dan wisatawan kami imbau agar menjauhi wilayah bahaya yang sudah ditetapkan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Top Ten News Harianjogja.com, Jumat 11 Juli 2025: Dari Polda Jateng Grebek Pabrik Pupuk Palsu sampai Penemuan Mayat Pegawai Kemendagri
Advertisement

Pembangunan Tol Jogja-Solo Segmen Prambanan-Purwomartani Sesuai Rencana, Target 2026 Sampai Gerbang Tol Kalasan
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Sertipikat Elektronik Diterapkan Bertahap, Sertipikat Tanah Lama Tetap Berlaku
- BGN Minta Anggaran Makan Bergizi Gratis Ditambah Jadi Rp335 Triliun
- Polda Metro Jaya Targetkan Penyelidikan Kasus Kematian Diplomat Staf Kemenlu Rampung dalam Sepekan
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
Advertisement
Advertisement