KPPOD: Butuh Proses Panjang agar Mendagri Bisa Copot Kepala Daerah
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Belakangan ini, pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menyebut kepala daerah bisa diberhentikan ketika kedapatan mengabaikan penerapan protokol kesehatan menuai polemik.
Bahkan, Juru Bicara DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Pipin Sopian menyebut aturan yang didasarkan pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 tersebut sebagai sesuatu yang ‘lebay’. Seakan-akan Mendagri bisa dengan mudah mencopot jabatan Kepala Daerah.
Advertisement
Senada, Politisi Partai Gerindra Fadli Zon menilaia instruksi menteri (Inmen) tidak dapat mencopot kepala daerah terpilih.
Menanggapi polemik tersebut, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai tidak ada kebaruan dalam Instruksi Mendagri tersebut.
“Buat saya Instruksi Menteri [Dalam Negeri] Nomor 6 ini bukan sesuatu yang baru. Ini penegasan dan penguatan saja, tidak ada norma baru di sana,” ujarnya, dikutip dari KompasTV, Kamis (19/11/2020).
Menurutnya kata ‘diberhentikan’ yang disampaikan oleh Mendagri adalah bahasa undang-undang. Lebih jauh, katanya, ‘diberhentikan’ atau pemberhentian kepala daerah bisa dilakukan dalam dua cara yakni bottom-up, dan up-bottom.
Adapun, yang dimaksud dengan bottoam-up adalah proses dari DPRD hingga Mahkamah Agung yang kemudian urusan administratif di pemerintah pusat.
Sementara diberhentikan dengan cara top-down adalah ketika kepala daerah kedapatan melanggar sumpah jabatan, undang-undang, dan lain-lain yang tertuang dalam UU No.23/2014.
Robert menilai sanksi pemberhentian yang dimaksud Mendagri Tito adalah melalui cara top-down yakni merujuk pada PP No.12/2012 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
“Ini tahapannya [sanksi] banyak yakni ada yang hanya berhenti pada teguran tertulis sebanyak dua kali. Ada yang kemudian berhenti pada sanksi fiskal, ada yang kemudian berlapis-lapis setelah teguran tertulis dua kali tidak diindahkan maka kalau bahasa sederhanya ‘disekolahkan’,” paparnya.
Pembinaan dari Kemendagri
Lebih lanjut, kepala daerah yang ‘disekolahkan’ akan mendapat pembinaan dari Kemendagri terkait pemahaman akan pemerintahan atau pelanggaran yang dilakukan selama tiga bulan.
“Kalau setelah disekolahkan secara khusus lewat pembinaan tadi selama tiga bulan itu juga tidak ada perbaikan maka untuk pelanggaran tertentu akan berujung pada proses-proses yang lebih kuat yakni pemberhentian sementara dan sebagainya,” papar Robert.
Dia menyimpulkan bahwa untuk memberhentikan kepala daerah ada koridor hukum yang harus dilalui dan prosesnya sangat panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Walhi Minta Kasus Polisi Tembak Polisi di Solok Jadi Momentum Berantas Penjahat Lingkungan
- KPK Sebut OTT di Bengkulu Terkait Pungutan Pendanaan Pilkada
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
Advertisement
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Dikawal 4 Jet Tempur PEA, Pesawat Presiden Prabowo Mendarat di Abu Dhabi
- Temui Pemerintah Arab Saudi, Menteri Agama Bahas Haji 2025
- Menteri Lingkungan Hidup Minta Semua Pemda Tuntaskan Roadmap Penanganan Sampah
- Mendes Yandri Akan Lakukan Digitalisasi Pengawasan Dana Desa
- Prediksi BMKG: Sebagian Besar Wilayah Indonesia Diguyur Hujan
- KPK Periksa Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah
- BMKG Imbau Masyarakat Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem Periode Natal 2024 dan Tahun Baru 2025
Advertisement
Advertisement