Advertisement
UU Cipta Kerja Salah Ketik, Gerindra: Tinggal Diperbaiki

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law yang telah diteken Presiden Joko Widodo pada 2 November 2020 kini diwarnai isu salah ketik atau typo pada beberapa pasal.
Setidaknya ada dua kesalahan pengetikan dalam UU Cipta Kerja yang telah diteken Presiden Jokowi. Pertama terdapat di halaman 6.
Advertisement
Di halaman itu, Pasal 6 berbunyi: “Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha; c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi.
Padahal dalam UU Cipta Kerja, Pasal 5 ayat 1 huruf a tidak ada. Sebab, Pasal 5 adalah pasal berdiri sendiri tanpa ayat.
Sedangkan Pasal 5 berbunyi: Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.
Selain itu, di halaman 757 pada Pasal 53, yaitu:
(3) Dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan Keputusan dan/atau Tindakan sebagai Keputusan atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
(4) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.
Ayat (5) di atas seharusnya berbunyi:
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Presiden.
Baca juga: Libur Panjang, Ribuan Orang Langgar Protokol Covid-19
Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, sudah mengakui ada kekeliruan pada naskah UU Cipta Kerja. Namun kekeliruan itu, menurut dia kepada pers, bersifat teknis administratif sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja.
Ia pun menegaskan kekeliruan teknis itu menjadi catatan dan masukan bagi pihaknya untuk menyempurnakan kembali kualitas UU yang hendak diundangkan.
Apresiasi Internasional
Meski mendapatkan reaksi yang beragam di tanah air, faktanya berbagai lembaga level dunia seperti Bank Dunia, Asian Development Bank, Moody’s, Fitch Rating, dan TMF Group justru mengapresiasi pengesahan UU Cipta Kerja.
Bahkan adanya UU Ciptaker itu diprediksi akan semakin mendorong pulihnya perekonomian Indonesia.
“Apresiasi dari sejumlah lembaga internasional ini menunjukan kita pada jalan yang benar. Saya optimis UU Ciptaker bisa buat rakyat bahagia dan sejahtera,” ujar Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Dr Moeldoko.
Selain apresiasi dari sejumlah lembaga internasional, pengesahan UU CIptaker dilandasi optimisme peraturan itu mampu menjadi daya ungkit ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat.
“Jika dunia usaha berkembang, perekonomian akan tumbuh semakin cepat maka lapangan kerja yang layak akan semakin terbuka dan produk dalam negeri semakin mampu bersaing," ujar Moeldoko.
Moeldoko menambahkan, UU Cipta Kerja diharapkan bisa menumbuhkan iklim investasi dan meningkatkan kompetisi usaha.
Selain itu, UU Ciptaker juga bisa menjadi alat yang ampuh agar Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2045. Sebab banyak negara yang terjebak dalam middle income trap karena adanya sejumlah aturan yang menyulitkan dunia usaha. UU Ciptaker membongkar barikade ini, maka ekonomi akan tumbuh. Indonesia bisa lepas dari perangkap tersebut.
Selain itu, UU Ciptaker diharapkan bisa memangkas angka rasio investasi yang dibutuhkan untuk mengangkat PDB atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR).
Berdasarkan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2021, angka ICOR Indonesia pada 2018 adalah 6,44 dan setahun berikutnya naik ke 6,77. “
Angka ICOR di atas 6 jauh dari ideal. Ada inefisiensi birokrasi dan perizinan. UU Ciptaker melibas hal ini.
Menurut Moeldoko, sebagai peraturan yang pro rakyat, UU Ciptaker tidak hanya dapat membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Melainkan juga memberi kesempatan besar bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan Koperasi untuk memulai dan mengembangkan usahanya. Selain memangkas perizinan, undang-undang ini memberi jaminan atas akses pasar.
Moeldoko meminta seluruh rakyat Indonesia mendukung upaya pemerintah untuk perbaikan bangsa. Menurutnya, dengan beragam optimisme yang ada, maka perekonomian Indonesia akan pulih dan berkelanjutan.
Pro Kontra
Dalam nomenklatur perundangan, UU Cipta Kerja itu adalah UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, yang memang hadir di tengah bangsa ini sedang fokus pada penanganan Covid-19 sekaligus pemulihan ekonomi nasional.
Ada sebagian yang emosional dengan menolak mentah-mentah UU Ciptaker tanpa menelaah lebih jauh dan mengkaji lebih dalam. Di sisi lain ada sementara pihak yang sedang terus mengumpulkan amunisi untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja.
Meskipun demikian, anggota Bada Legislasi dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, menjelaskan kesalahan pengetikan pada UU Cipta Kerja sejatinya masih dapat diperbaiki. Menurut dia, DPR dapat melakukan legislative review terhadap UU Cipta Kerja.
“DPR bisa melakukan legislative review sesuai ketentuan yang diatur perundang-undangan, misal melalui revisi terbatas. Harus dicari solusi yang elegan,” kata dia.
Menurut dia, sifat kesalahan bukan substansial, maka salah ketik atau kesalahan minor ini tidak perlu dibawa hingga ke Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: Covid-19 Pukul Telak Pondok Pesantren
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Habiburokhman, yang mengatakan kesalahan teknis pengetikan atau typo masih bisa diperbaiki meski undang-undang sudah ditandatangani presiden.
“Kalau salah ketik, tinggal diperbaiki dan cek di Badan Legislatif (DPR) yang sudah disepakati seperti apa," ujarnya.
Habiburokhman yang juga anggota Komisi III DPR Bidang hukum, menjelaskan dalam hukum ada asas substance over form, dipastikan jangan ada substansi yang berubah. Bila hanya salah ketik masih bisa dilakukan perbaikan.
"Yang substansi iya nggak bisa, tapi kalau typo kan bukan produk kesepakatan DPR-pemerintah," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kejagung Blokir Aset Hakim Non-aktif Heru Hanindyo Terkait TPPU
- Kecelakaan Maut di Tol Cisumdawu, Toyota Hiace Hantam Mobil Boks, 3 Tewas dan 4 Korban Lainnya Terluka
- Korupsi Pembayaran Komisi Agen, Mantan Direktur PT Jasindo Divonis 3,5 Tahun Penjara
- Kasus Kekerasan Dokter PPDS, Kemenkes Pastikan Menyiapkan Sikap Tegas
- Menteri Kebudayaan Fadli Zon Sebut Pemerintah dalam Tahap Awal Menulis Ulang Sejarah Indonesia
Advertisement

Pria Tak Dikenal Membeli Rokok dengan Uang Palsu di Ngaglik, Polisi Lacak Lewat Rekaman CCTV
Advertisement

Asyiknya Interaksi Langsung dengan Hewan di Kampung Satwa Kedung Banteng
Advertisement
Berita Populer
- Tarif Tol Jagorawi Dijadwalkan Naik Mei 2025, Penataan Terus Dilakukan
- Terdakwa Kasus Korupsi Timah dan Bos Smelter Suparta Meninggal Dunia
- Kemenag Wanti-wanti Jemaah Jangan Tertipu Visa Non Haji
- Kasus Putusan Lepas Korupsi CPO, Kejagung Periksa Dua Hakim
- Pemerintah Cegah Pekerja Migran Indonesia Berangkat ke Kamboja, Myanmar dan Laos
- Bahlil Lantik 3 Pejabat Kementerian ESDM dan SKK Migas
- Hasil Survei KPK, Masih Ada Guru dan Dosen Anggap Wajar Gratifikasi dari Peserta Didik
Advertisement
Advertisement