Advertisement
Peringati 2 Tahun Eksodus, Ratusan Ribu Pengungsi Rohingya Tuntut Pemerintah Myanmar
Pengungsi etnis Rohingya, Myanmar Hasan Ali (kanan), dibantu rekannya sesama pengungsi membawa barang-barangnya saat akan berangkat ke bandara untuk diterbangkan ke Amerika Serikat di lokasi penampungan, Medan, Sumatera Utara, Rabu (19/6/2019). Sebanyak enam pengungsi asal Afghanistan dan Myanmar di bawah naungan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) diterbangkan ke lokasi penampungan di Amerika Serikat. - ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sekitar 200.000 pengungsi Rohingya memperingati dua tahun eksodus mereka ke Bangladesh. Mereka berdoa menuntut Myanmar memberi kewarganegaraan dan hak-hak lainnya sebelum mereka setuju untuk kembali.
{erwira polisi Bangladesg Zakir Hassan mengatakan mereka hadir dalam pertemuan damai di kamp Kutupalong di Bazar Cox Bangladesh, Minggu (25/8/2019).
Advertisement
Anak-anak, wanita yang mengenakan jilbab, dan pria yang mengenakan kemeja panjang berteriak Allah Maha Besar, Hidup Rohingya ketika mereka berbaris di jantung kamp pengungsi terbesar di dunia untuk mengenang apa yang mereka sebut sebagai Hari Genosida.
Beberapa di antara mereka membawa plakat dan spanduk, bertuliskan "Jangan pernah lagi! Hari peringatan genosida Rohingya" dan "Kembalikan kewarganegaraan kami".
Pada 25 Agustus 2017, hampir 740.000 etnis Rohingya yang mayoritas Muslim meninggalkan Negara Bagian Rakhine menuju Bangladesh.
Mereka bergabung dengan 200.000 orang lainnya di sana setelah angkatan bersenjata Myanmar melancarkan penumpasan brutal menyusul serangan terhadap pos-pos keamanan.
Unjuk rasa dilakukan beberapa hari setelah upaya kedua gagal untuk memulangkan para pengungsi. Tidak ada satu pun dari etnis Rohingya muncul untuk kembali melintasi perbatasan.
"Kami ingin memberi tahu dunia bahwa kami ingin hak kami kembali, kami menginginkan kewarganegaraan, kami ingin rumah dan tanah kami kembali," ujar Muhib Ullah seperti dikutip Aljazeera.com.
"Myanmar adalah negara kami. Kami adalah Rohingya."
"Saya datang ke sini untuk mencari keadilan atas pembunuhan kedua putra saya. Saya akan terus mencari keadilan sampai nafas terakhir saya," kata Tayaba Khatun yang berusia 50 tahun.
Kemarin polisi Bangladesh mengatakan bahwa mereka menembak mati dua pengungsi dalam aksi tembak menembak di sebuah kamp setelah keduanya dituduh membunuh seorang pejabat partai yang berkuasa.
Hampir satu juta orang Rohingya tinggal di kamp-kamp kumuh di Bangladesh tenggara saat ini.
Stefanie Dekker dari Al Jazeera mengatalan populasi di kamp mengungsian itu kira-kira sama dengan Islamabad, Ibu Kota Pakistan, atau Oslo, Ibu Kota Norwegia.
"Sebuah kota pengungsi, tetapi tanpa infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukungnya," ujarnya.
Rohingya, minoritas yang sebagian besar umat Muslim, tidak diakui sebagai kelompok etnis di Myanmar meskipun telah tinggal di sana selama beberapa generasi. Kewarganegaraan mereka ditolak dan dianggap sebagai pendatang haram.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Trump Klaim 95 Persen Rencana Damai Rusia-Ukraina Telah Disepakati
- 46.207 Penumpang Tinggalkan Jakarta dengan Kereta Api Hari Ini
- Ratusan Warga Terdampak Banjir Bandang Kalimantan Selatan
- Kunjungan ke IKN Tembus 36.700 Orang saat Libur Natal 2025
- Kim Jong Un Dorong Produksi Rudal dan Amunisi Korut Diperkuat
Advertisement
Jadwal SIM Keliling di Kulonprogo Hari Ini Selasa 30 Desember 2025
Advertisement
Inggris Terbitkan Travel Warning Terbaru, Indonesia Masuk Daftar
Advertisement
Berita Populer
- Bologna vs Sassuolo Imbang 1-1, Jay Idzes Tampil Solid
- Jadwal KRL Solo-Jogja Senin 29 Desember 2025
- Intervensi Perumahan Jateng 2025 Capai 274.514 Unit
- Bus DAMRI Jogja-YIA Kembali Beroperasi, Tarif Rp80.000
- Jadwal KA Bandara YIA Xpress Senin 29 Desember 2025
- Harga Emas Pegadaian Hari Ini Stabil, Antam Termahal
- Jadwal dan Tarif Bus KSPN Malioboro-Pantai Baron Senin 29 Desember
Advertisement
Advertisement



