Advertisement
Depresi Ternyata Bisa Terjadi karena Sering Mejeng di Medsos
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Berdasarkan hasil penelitian PermataBank di tiga kota besar Indonesia, pada zaman digital yang serba cepat, membuat tiga dari empat orang Indonesia mampu mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus dalam satu waktu. Namun tak disadari bahwa hal ini bisa berimbas pada kesehatan.
Mirisnya era perubahan besar karena teknologi ini mengurangi tingkat keakraban sesama. Terbukti hampir 70% orang menggunakan smartphone saat makan bersama keluarga, sehingga kehangatan memudar, dan bisa berdampak dengan tingginya angka depresi.
Advertisement
"Sebab, di situ terlihat ada finding [penemuan] Instagram yang memberikan dampak mental dan kesehatan yang sangat berpengaruh, karena apa-apa harus upload ke Instagram untuk eksistensi, karenanya orang yang gunakan sosial media cenderung lebih depresi," ujar Glenn Ranti selaku Head of Marketing Communications PermataBank, Pacific Place, Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019).
Riset itu juga menyebutkan setidaknya 70% masyarakat Indonesia, khususnya anak muda menggunakan media sosial tujuh jam dalam sehari, karena mengikuti tren media sosial. Namun dari segi pendapatan belum kesampaian, sehingga ia akan depresi. Bahkan realitas sosial hingga family time bisa terganggu.
"Social giftnya atau berbagi terhadap sesama juga berpengaruh, di saat pendapatan sendiri nggak cukup gimana bisa share untuk orang lain," tuturnya.
Tidak hanya itu, era distrupsi teknologi juga menggeser esensi berlibur atau traveling. Jika dulu benar-benar mendambakan ketenangan alam yang sejuk, tenang dan damai, kini esensi berlibur bisa menjadi sebuah investasi untuk dipublikasikan di media sosial.
"Kalau lihat traveling zaman dulu menikmati dengan suasana dan keluarga, traveling sekarang itu sebagai investasi. Untuk dapatkan siapa jati diri mereka, menikmati pemandangan foto dulu, angle paling bagus dari mereka, lihat berapa like and komen di sosial, itu yang dilihat sebagai investasi," jelasnya.
Karenanya tidak heran, dengan semakin banyaknya sosial media yang dimiliki, akan semakin banyak pula tuntutan yang hadir. Ini jugalah yang pemicu tingkat depresi semakin tinggi.
"Orang yang pakai tujuh lebih sosial media kena risiko anxiety dan depression tiga kali lipat lebih besar," tutup Glenn Ranti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Perbaikan Jalur Pantura Demak-Kudus Ditarget Rampung Sebelum April 2024
- Gugatan Sengketa Pilpres, Mahfud MD Serukan Kembalian Maruah MK
- PGI Meminta Agar Kasus Kekerasan di Papua Diusut Tuntas
- Diduga Menganiaya Anggota KKB, 13 Prajurit Ditahan
- Banjir Demak, Selat Muria Dipastikan Tidak Akan Muncul Lagi
Advertisement
Rekomendasi Makanan Takjil Tradisional di Pasar Ramadan Kauman Jogja
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- Hakim Tolak Nota Keberatan SYL dan Dua Terdakwa Kasus Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian
- Tim SAR Temukan Satu Jenazah Korban Longsor Cipongkor
- Dishub DKI Jakarta Anggarkan Moge Listrik Rp6,3 Miliar untuk Kawal Gubernur Baru dan VVIP Lain
- Ketersediaan Akses Air Minum Aman di Cirebon Raya Hanya Berkisar 75%
- Menparekraf: PPN 12 Persen Dilakukan Bertahap dan Tak Timbulkan Gejolak
- Permudah Evakuasi Korban Longsor Cipongkor, BNPB Modifikasi Cuaca
- Tersandung Kasus Pelecehan, Ketua DPD PSI Jakarta Barat Mengundurkan Diri
Advertisement
Advertisement