Advertisement
Desakan Pemilu Serentak Dikaji Ulang Terus Bergulir
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA- Desakan agar pemilu serentak dengan lima surat suara dikaji ulang terus bergulir. Menyusul sudah puluhan petugas KPPS tewas akibat kelelahan mengurusi pemilu.
Sebelumnya Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD juga menyrankan agar pemilu serentak dikaji ulang mengingat dampak yang ditimbulkannya.
Advertisement
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari mengatakan ada beberapa hal yang perlu dikaji ulang dan diperbaiki terutama pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) serentak dengan lima surat suara sekaligus untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Provinsi, karena membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghitung suara dan sumber daya manusia yang memadai.
"Karena praktiknya, penghitungan suara secara manual lima surat suara itu bisa sampai jam 5 atau jam 7 pagi. Secara logika, orang tidak akan mampu bekerja 24 jam tanpa henti," kata Dian kepada Antara, Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman, mengatakan, hingga Senin malam (22/4/2019), jumlah petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang meninggal sebanyak 91 orang tersebar di 19 provinsi, dan 374 petugas yang jatuh sakit.
Dian menuturkan jika pemilu tetap diselenggarakan dengan lima surat suara, maka jumlah KPPS harus ditambah dan bekerja dengan sistem pergantian jam.
Dian menuturkan pentingnya pelatihan komprehensif bagi KPPS dan panitia pengawas pemilihan umum (Panwaslu).
"Sebagian KPPS dan Panwaslu tidak terlalu menguasai aturan pemilu (pemilihan umum), sehingga mereka sering mengalami ketegangan atau intimidasi dari saksi parpol (partai politik), caleg (calon legislatif) maupun saksi capres dan cawapres (calon presiden dan wakil presiden)," ujarnya.
Dian menuturkan hal terkait pengiriman logistik juga harus diperbaiki karena di beberapa tempat pemungutan suara (TPS), logistik datang terlambat, dan di beberapa TPS, surat suara tertukar.
Di samping itu, jumlah petugas keamanan dari Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sangat terbatas.
Dia mengatakan di beberapa tempat, dua orang polisi bertanggung jawab mengamankan 10 TPS.
"Jika terjadi keributan antara saksi dan KPPS atau panwas, di lima TPS, tentu polisi akan terlambat datang," tuturnya.
Dian juga menuturkan agar perlindungan sosial yang jelas bagi pelaksana pemilu. KPPS dan Panwaslu tidak diikutkan program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, jika terjadi sakit rawat inap maupun rawat jalan, kecelakaan kerja, atau meninggal saat bekerja, tidak jelas hak KPPS, Panwaslu dan keluarganya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Gelombang I Pemberangkatan Jemaah Calon Haji ke Tanah Suci Dijadwalkan 12 Mei 2024
- Diserang Israel, Iran Sebut Fasilitas Nuklir Aman dan Siap Membalas dengan Rudal
- Respons Serangan Israel, Iran Aktifkan Pertahanan Udara dan Tangguhkan Penerbangan Sipil
- Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Proyek Kerja Sama dengan Israel
- 2 Oknum Pegawai Lion Air Jadi Sindikat Narkoba, Begini Modus Operasinya
Advertisement
Pansus DPRD DIY Mulai Bahas Perubahan Aturan Soal Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur
Advertisement
Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter
Advertisement
Berita Populer
- Ini Dia 4 Aturan Baru Visa Umrah yang Diterbitkan Arab Saudi
- Cabuli Santri, Pengasuh Pesantren Divonis 15 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar
- Hari Warisan Dunia Tekankan Peran Anak Muda sebagai Pelestari Warisan Budaya Berkelanjutan
- Prabowo Minta Pendukungnya Tidak Melakukan Aksi di Gedung MK
- Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Proyek Kerja Sama dengan Israel
- Kejagung Telusuri Asal Usul Jet Pribadi Suami Sandra Dewi, Harvey Moeis
- Pembangunan Tol Palembang Betung Ditarget Selesai pada 2024
Advertisement
Advertisement