Advertisement
Acuh dengan Pemilu, PSK di Sunan Kuning Milih Golput dan Nyanyi Aja
Para warga binaan Resosialisasi Argorejo atau Sunan Kuning tengah mengikuti sosialisasi pengawasan pemilu yang digelar Bawaslu Kota Semarang di Balai RW 004, Kalibanteng Kulon, Semarang Barat, 26 Februari 2019. (Semarangpos.com/Imam Yuda S.)
Advertisement
Harianjogja.com, SEMARANG--Warga binaan di Resosialisasi Argorejo atau yang populer dikenal dengan Sunan Kuning (SK) mendapatkan sosialisasi seputar Pemilu 2019. Kegiatan ini digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang.
Dalam pertemuan itu, Eka, 35, tampak malas memasuki Balai RW 004, Jl. Sri Kuncoro, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Semarang Barat, beberapa waktu lalu. Padahal banyak rekan-rekan seprofesinya sudah berada di dalam ruangan untuk mengikuti sosialisasi pengawasan Pemilu 2019 yang digelar.
Advertisement
“Nyanyi aja yuk, mas,” ujar Eka saat disapa Semarangpos.com.
Perempuan yang berprofesi sebagai pemandu karaoke (PK) di kompleks SK itu memang enggan mengikuti sosialisasi terkait terkait Pilpres maupun Pileg 2019. Meski demikian, ia tetap mengikuti sosialisasi di balai RW tersebut. Apalagi, mengikuti acara itu wajib hukumnya bagi Eka karena sesuai instruksi dari pengurus resosialisasi.
BACA JUGA
Sosialisasi terkait pemilu itu bukan kali pertama dilakoni Eka dan warga binaan lain di Resosialisasi Argorejo. Sudah banyak kalangan yang, baik dari pemerintah maupun personal yang sudah berdatangan ke daerah yang terkenal sebagai kompleks prostitusi terbesar di Semarang itu.
Mayoritas mengajak warga binaan resosialisasi untuk turut berpartisipasi dalam pesta demokrasi. Baik dengan cara memberikan hak pilihnya saat pemungutan suara, 17 April nanti, maupun turut melakukan pengawasan terhadap kecurangan-kecurangan, seperti money politics.
Kendati demikian, ajakan itu tampaknya ditanggapi dingin oleh warga binaan Resosialisasi Argorejo. Mayoritas terkesan acuh tak acuh, bahkan terkadang memilih absen saat sosialisasi digelar.
“Saya belum tahu mau milih apa? Mungkin golput [tidak mencoblos]. Buat saya, apa artinya Pilpres. Toh siapa yang terpilih enggak menjamin kehidupan saya lebih baik,” ujar perempuan yang mewarnai rambutnya sedikit pirang itu.
Sikap apatis itu wajar ditunjukkan Eka. Perempuan yang mengaku sudah hampir dua tahun berprofesi sebagai PK di SK itu menilai selama ini kebijakan pemerintah masih jauh dari kata berpihak padanya.
“Harapannya sih tentu, setelah Pilpres harga-harga kebutuhan pokok lebih murah, biaya kesehatan juga, dan terutama lapangan kerja,” ujarnya.
Senada juga diungkapkan Tyas, 31, yang mengaku asal Ambarawa, Kabupaten Semarang. Ibu satu anak itu mengaku tidak peduli dengan pesta demokrasi yang saat ini berlangsung.
Ia hanya peduli bahwa dirinya harus mengais rejeki untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi anaknya, yang masih remaja mengidap cerebal patsy (CP) sehingga membutuhkan biaya kesehatan yang tidak sedikit setiap bulan.
“Setiap bulan, saya itu harus mengeluarkan uang Rp500.000-Rp700.000 untuk biaya kontrol dan obat anak di RSUP Kariadi. Jadi kerja seperti ini pun harus saya lakoni. Bingung juga sih, apalagi ada rencana SK tahun ini ditutup,” imbuh perempuan yang mengaku berstatus janda itu.
Ketua Lentera ASA, Ari Istiadi, tidak menampik jika warga binaan Resosialisasi Argorejo banyak yang menyambut pesta demokrasi atau Pemilu 2019 dengan sedikit apatis. Ia menilai para PSK maupun PK di Sunan Kuning mulai bosan dengan janji-janji politik yang sering disampaikan para politikus baik secara langsung maupun melalui berbagai media.
“Banyak di antara mereka yang merasa seperti dimanfaatkan. Banyak yang datang ke sini, setelah terpilih terkesan acuh tak jauh saat SK didera masalah. Salah satunya isu penutupan, menyusul kebijakan pemerintah yang ingin Indonesia Bebas Prostitusi 2019,” ujar Ari.
Ari menambahkan di SK total ada sekitar 482 warga binaan, yang berprofesi sebagai PK maupun PSK. Dari jumlah sebanyak itu, mayoritas berasal dari luar Kota Semarang.
“Makanya saat pemungutan suara nanti, kami meminta SK ditutup. Itu dilakukan untuk memberi kesempatan warga binaan pulang kampung menggunakan hak pilih. Entah itu mau digunakan atau tidak, terserah mereka,” imbuh Ari.
Selain menginstruksikan pemilik rumah hiburan di SK tidak beroperasi, pengurus resosialisasi bersama penyelenggara pemilu, yakni KPU juga akan menyediakan tempat pemungutan suara (TPS) di SK. Ada dua TPS di SK yang masing-masing daftar pemilih tetap (DPT) berjumlah 220 orang dan 190 pemilih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Solopos.com/Semarangpos
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Rumah Tua di Kawasan Pecinan Semarang Kubur 5 Panghuninya, 1 Orang MD
- Wabah Flu Burung Jerman Berpotensi Menyebar ke Negara Tetangga Eropa
- Diguyur Hujan Deras, Semarang Kembali Banjir
- Tokoh hingga Sultan dari Berbagai Daerah Mendeklarasikan FKN
- Ketum Muhammadiyah Berharap Generasi Muda Mewarisi Nilai Sumpah Pemuda
Advertisement
Antisipasi Bencana Hidrometeorologi, DIY Siapkan Status Siaga Darurat
Advertisement
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Korupsi Ekspor Limbah Sawit, Kejagung Geledah 5 Lokasi
- Diduga Dibully, Siswa SD di Boyolali Koma dengan Luka di Kepala
- Polisi Tangkap Sindikat Penipuan Jual Beli Mobil STNK-BPKB Palsu
- 4 Klub Mercedez-Benz Jogjakarta Rayakan Evolusi Sang Ikon
- Roadmap AI untuk Ruang Digital Aman
- PSSI: Kekalahan di Uji Coba Jadi Bekal Penting untuk Garuda Muda
- Dilaporkan Dugaan Korupsi, Begini Respons Ketua Bawaslu Rahmat Bagja
Advertisement
Advertisement



