Advertisement
Setara: Hasil Munas dan Konbes NU Jadi Terobosan Perkuat Basis Toleransi

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Musyawarah Nasional Alim Ulama (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama 2019 yang digelar pada 27 Februari - 1 Maret 2019 di Kota Banjar Jawa Barat menghasilkan lima (rekomendasi) penting bagi kemajuan bangsa dan negara.
Rekomendasi pertama, yang memuat anjuran untuk tidak menyebut non-muslim dengan istilah ‘kafir’, hingga kini menuai polemik diskursif di kalangan publik, utamanya warganet. Dalam bacaan dan pandangan Setara Institute, tiga dari lima poin rekomendasi dimaksud mengandung narasi spesifik yang progresif bagi penguatan basis toleransi di Indonesia.
Advertisement
Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua Setara Institute, menyebutkan pertama, NU menganjurkan agar kata ‘kafir’ tidak digunakan untuk melabeli non-muslim dalam ranah sosial dan kehidupan berbangsa dan bernegara, sebab istilah ‘kafir’ tidak dikenal dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara dan bangsa. “NU mengintroduksi term 'muwathinun, atau warga negara. Dalam perspektif itu, setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata konstitusi,” katanya, dalam rilis yang diterima Harianjogja.com, Minggu (3/3/2019).
Rekomendasi tersebut, dalam pandangan Setara Institute, merupakan sikap institusional keagamaan yang progresif dan konstruktif untuk menghapus diskriminasi dan ekspresi intoleransi kepada minoritas, dalam hal ini non-muslim, yang banyak mengalami pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan, baik yang dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara.
Poin pertama anjuran dan ajakan NU tersebut secara kontekstual menghadirkan kontra narasi terhadap doktrin takfiri (pengkafiran yang berbeda, tidak hanya non muslim tapi juga sesama kelompok muslim yang berbeda pandangan dan afiliasi keagamaan). Doktrin takfiri, sebagaimana jamak diketahui, mengalami penguatan yang signifikan di tengah-tengah masyarakat muslim Indonesia dalam satu dekade terakhir.
Kedua, menurut Hasil Munas dan Konbes NU, berdasarkan konstitusi tidak boleh ada lembaga yang mengeluarkan fatwa kecuali Mahkamah Agung, sebab Indonesia bukan darul fatwa. Ketiga, berkaitan dengan rekomendasi kedua soal fatwa, hanya institusi yang diberi mandat oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan sajalah yang memiliki kewenangan yang sah untuk mengeluarkan fatwa. “Dengan demikian, tidak satu pun lembaga yang berhak mengatasnamakan dirinya sebagai mufti,” tegasnya, didampingi Halili, Direktur Riset Setara Institute.
Dalam pandangan Setara Institute, rekomendasi kedua dan ketiga tersebut memberikan basis etik dan legitimasi sosiologis yang kuat agar pemerintahan negara tidak mendasarkan regulasi dan tindakannya pada fatwa lembaga keagamaan apapun, termasuk fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam catatan Setara Institute, fatwa-fatwa MUI telah banyak menjadi dasar bagi regulasi negara dan bahkan mendorong politisasi agama.
Dua fatwa MUI yang memberikan dampak destruktif mencolok adalah fatwa sesat atas Ahmadiyah yang melahirkan persekusi berkepanjangan atas jemaat Ahmadiyah dan fatwa penistaan agama atas Basuki Tjahaja Purnama yang tidak saja mendorong penjeblosan BTP ke penjara namun juga memicu politisasi agama berkepanjangan hingga kini.
Atas poin-poin rekomendasi Munas dan Konbes NU 2019 tersebut, Setara Institute menyampaikan apresiasi dan menyambut sangat baik ijtihad yang progresif tersebut. Rekomendasi tersebut merupakan terobosan signifikan untuk memperkuat basis toleransi dan kesetaraan berdasarkan Pancasila dan Konstitusi Negara.
“Setara Institute juga mendorong pemerintah untuk memposisikan rekomendasi tersebut sebagai basis etika politik negara dan sumber legitimasi sosiologis regulasi pemerintah untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan hak bagi seluruh warga negara,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Top Ten News Harianjogja.com, Jumat 11 Juli 2025: Dari Polda Jateng Grebek Pabrik Pupuk Palsu sampai Penemuan Mayat Pegawai Kemendagri
Advertisement

Ruas JJLS Baron Ambles, Pengguna Jalan Diminta Berhati-Hati
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- BGN Minta Anggaran Makan Bergizi Gratis Ditambah Jadi Rp335 Triliun
- Polda Metro Jaya Targetkan Penyelidikan Kasus Kematian Diplomat Staf Kemenlu Rampung dalam Sepekan
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Jaksa Sebut Tom Lembong Tak Terima Uang, Tapi Kebijakannya Untungkan 10 Pihak
Advertisement
Advertisement