Advertisement
Perlindungan terhadap Ribuan Buruh Masih Rendah
Ilustrasi buruh di pabrik. - Antara/Yusuf Nugroho
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Ribuan buruh di DIY belum punya perlindungan sosial yang menjadi hak mereka. Banyak perusahaan yang tidak memberikan jaminan sosial secara lengkap.
Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, pada 2017 lalu terdapat 1.017 perusahaan yang belum mendaftarkan pekerja mereka secara penuh dalam program jaminan sosial.
Advertisement
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Disnakertrans DIY Ariyanto Wibowo mengatakan dari 4.297 perusaahan wajib lapor di DIY, baru 3.280 yang mengikutkan pekerja dalam program jaminan sosial secara penuh.
Jaminan sosial memiliki lima program: jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan pensiun (JP), jaminan hari tua (JHT), jaminan kematian (Jkm), dan jaminan kesehatan. Perusahaan besar dan menengah wajib mengikutkan buruh dalam semua program. Adapun usaha kecil setidaknya kudu mendaftarkan pekerja dalam JKK, JHT dan Jkm. Adapun usaha mikro cuma wajib menyertakan buruh dalam JKK dan Jkm. Salah satu program yang sering dilewatkan perusahan adalah jaminan pensiun.
Menurut dia, ada beberapa penyebab perusahaan tak menunaikan kewajiban secara komplet, yakni ketidakpahaman tentang tata cara pendaftaran, kemampuan keuangan yang terbatas, pelayanan BPJS yang kurang oke, dan karyawan yang sudah ikut asuransi jiwa dan kesahatan di luar BPJS.
Bowo mengklaim Disnakertrans DIY rutin menyosialisasikan pentingnya jaminan sosial dan mengawasi perusahan mana saja yang alpa.
Perusahaan yang belum menyertakan pekerja dalam program jaminan sosial akan diberi nota pemeriksaan dua kali.
“Jika perusahaan tetap belum mendaftarkan karyawan mereka, kami akan melaporkan ke BPJS. Nanti BPJS akan melanjutkan ke Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu [PTSP]. Instansi itulah yang akan memberi sanksi,” ujar Bowo, Jumat (27/4/2018).
Kepala Bidang Pengawasan dan Pemeriksaan BPJS Ketenagakerjaan Cabang Jogja Jumadi juga mengungkapkan persoalan serupa. “Kami temukan banyak perusahaan yang seharusnya mengikuti empat program tapi hanya mendaftarkan dua atau tiga program,” kata dia.
Hingga tahun ini, tunggakan iuran yang ada di BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp9 miliar. Jumlah tersebut berasal dari 243 perusahaan. “Perusahaan-perusahaan ini tidak membayar kewajiban iuran atau macet. Ini sangat berbahaya. Kalau terjadi kecelakaan kerja, maka hak-hak pekerja bisa terabaikan,” ucap Jumadi.
Proporsi pekerja dan peserta BPJS Ketenagakerjaan juga jomplang. Kepala Bidang Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Cabang Jogja Adi Hendarto, menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS), menyatakan tahun lalu jumlah penduduk usia kerja yang bekerja di DIY tercatat 2,06 jiwa. Mereka mencari nafkah di berbagai sektor.
Dari jumlah tersebut, terdapat empat sektor utama yang paling banyak menyerap pekerja: sektor perdagangan 25,54%; sektor pertanian 22,50%; sektor jasa jasa 21,31%; dan sektor industri 16,06%.
Sayangnya, angkatan kerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan masih sedikit. “Hanya 209.000 tenaga kerja. Sangat kecil,” kata dia.
Dari 33.200 perusahaan (PT, CV, UKM, lembaga pendidikan) yang memiliki NPWP, kata Adi, baru 8.000 yang menjadi peserta BPJS Ketenegakerjaan.
“Artinya, perlindungan ketenagakerjaan bagi para pekerja di DIY masih rendah. Butuh komitmen dari pemerintah dan pengusaha untuk melindungi para pekerja. Padahal perlindungan ketenagakerjaan penting untuk melindungi pekerja dari beragam risiko, terutama kecelakaan kerja,” ucap dia.
Tak Mengadu
Di Bantul, kabupaten yang menjadi kawasan industri DIY, terdapat 42.581 buruh yang tercatat di Disnakertrans Bantul per Desember 2017 lalu. Mereka tersebar di 649 perusahaan. Namun yang terdaftar ikut BPJS Ketenagakerjaan hanya sekitar 25.800 orang.
Kepala Seksi Kesejahteraan Pekerja dan Jaminan Sosial Disnakertrans Bantul Jumakir mengatakan buruh yang sudah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan sebagian besar dari perusahaan-perusahaan kategori besar dan sedang. Jumlah perusahaan besar sebanyak 65 dengan jumlah karyawan di atas 100 orang dan perusahaan sedang sebanyak 400 dengan jumlah karyawan di atas 20 orang. Sisanya perusahaan kecil dengan jumlah karyawan di bawah 20 orang.
“Untuk perusahaan besar saya pastikan karyawannya sudah diikutsertakan ke BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan sedang sebagian belum. Perusahaan biasanya mau mendaftarkan ketika pekerja sudah aktif kerja di atas tiga bulan,” kata Jumakir.
Sejak dua tahun terakhir instansinya belum pernah menerima pengaduan dari buruh atau pekerja soal BPJS Ketenagakerjaan. Pengaduan yang masuk sejauh ini sebagian besar soal hak pesangon dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Kepala Seksi Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Disnakertrans Bantul An-Nursina Karti mengatakan selama Januari-April sudah ada 33 aduan dari buruh. Sebagian besar aduan sudah diselesaikan melalui mediasi, kecuali tiga aduan yang dianjurkan untuk menempuh jalur pengadilan.
Salah satu perusahaan besar di Bantul, PT. Dong Young Tress sudah mendaftarkan sebagian besar pekerjanya dalam BPJS Ketenagakerjaan. Staf HRD PT. Dong Young Tress, Sekar Ayu, mengatakan dari 2.700 karyawan hampir semuanya sudah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan. Beberapa pekerja yang belum terdaftar karena masih dalam masa pelatihan kerja, “Ada masa training [pelatihan] tiga hingga enam bulan. Setelah masa training langsung didaftarkan," ucap Ayu.
Pekerja yang masuk kategori bukan penerima upah atau buruh lepas juga belum banyak terdaftar sebagai peserta layanan BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, mereka memiliki risiko kerja yang tidak jauh berbeda dengan buruh penerima upah atau karyawan.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Bantul Unggul Syaflan mengatakan saat ini buruh lepas yang aktif membayar iuran Rp16.500 per bulan di kabupaten tersebut baru sekitar 3.640. Mereka membayar secara mandiri. Buruh lepas tersebut terdiri dari nelayan, pedagang pasar, buruh gendong, dan tukang becak. Kecilnya angka kepesertaan buruh lepas ini disebabkan rendahnya kesadaran pekerja. Selain itu juga belum ada bantuan khusus dari pemerintah untuk iuran bagi buruh yang tidak mampu. Ini berbeda dengan BPJS Kesehatan yang menerima alokasi khusus dari anggaran negara untuk iuran bulanan.
“Mungkin ke depan pemerintah bisa membuat anggaran untuk membantu iuran pekerja bukan penerima upah,” ujar Unggul.
Kurang Tegas
Serikat buruh menganggap pengawasan terhadap kepatuhan perusahaan dalam pemberian jaminan sosial masih lemah. Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) Kirnadi mengatakan selalu meminta ke pengusaha untuk memenuhi hak pekerja dengan jalan musyawarah.
Namun, ia mengakui, banyak kasus yang tidak selesai sehingga ABY akhirnya memilih melaporkan ke pengawas Disnakertrans DIY, supaya ada penegakan hukum.
“Tapi sampai saat ini belum ada langkah maju dari pengawas tentang penegakan hukum tersebut. Pengawas juga tidak ada inisiatif kalau ada pekerja yang belum ikut BPJS. Sementara, tidak semua buruh tahu hak mereka,” kata dia.
Kirnadi juga menyebut masih ada pekerja yang tidak mendapat jaminan kesehatan. Dia mencontohkan di Sleman, terdapat 20 anggota ABY dalam satu perusahaan yang belum menjadi peserta layanan BPJS Kesehatan.
“Dengan banyaknya industri rumahan dan juga sektor informal di Sleman, kemungkinan ada sekitar 1.000 buruh yang belum mendapatkan hak jaminan kesehatan,” ujar dia.
Adapun Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY terus mendorong anggotanya untuk tertib mendaftarkan buruh ke dalam program jaminan ketenagakerjaan. Wakil Ketua Apindo DIY Hermelin Yusuf mengatakan BPJS perlu lebih aktif menjemput bola agar peserta jaminan sosial semakin banyak.
“Kami mendapat informasi, ada perusahaan yang mau mendaftarkan para karyawannya sebagai peserta JKN [Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan], tetapi kurang memahami prosedurnya,” ucap Hermelin.
Menurut dia, sosialisasi jaminan sosial masih kurang menyentuh. Sementara, ada lebih dari 4.000 perusahaan, baik skala besar maupun kecil, yang harus dirangkul.
“Mendatangi satu per satu perusahaan juga membutuhkan waktu serta sumber daya manusia yang cukup,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- BPS: 6,3 Juta Orang Bekerja di Sektor Transportasi dan Pergudangan
- Serangan Beruang Meningkat, Jepang Izinkan Polisi untuk Menembak
- PBB Khawatirkan Keselamatan Warga Sipil Akibat Perang di Sudan
- Dari Laporan Publik hingga OTT: Kronologi Penangkapan Abdul Wahid
- Media Asing Ungkap Kamboja Tangkap 106 WNI Terkait Jaringan Penipuan
Advertisement
Hadapi Bencana Hidrometeorologi, Gunungkidul Siapkan Dana Ratusan Juta
Advertisement
Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
- Jenazah PB XIII Keluar Melalui Gapura Gading, Ini Penjelasannya
- Ribuan Warga Terdampak Banjir di Bima NTB
- Borneo FC Vs Dewa United, Pesut Etam Kembali ke Puncak Klasemen
- Ratusan Warga Terisolasi Akibat Banjir Lahar Gunung Semeru
- Cristiano Ronaldo Beri Sinyal Pensiun dari Sepak Bola
- Musisi Muda Jogja, Audira Putri Hadir dengan Balada Rasa
- Penanaman Perdana Kelapa Genjah Digelar di Selopamioro Bantul
Advertisement
Advertisement



