Advertisement
Laporan Greenpeace, Dunia Krisis Sampah Plastik
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Greenpeace menyatakan kondisi krisis polusi plastik melalui laporan yang diluncurkan serempak di seluruh dunia pada Selasa (23/10/2018).
Organisasi internasional Greenpeace meluncurkan laporan A Crisis of Convenience: The corporations behind the plastics pollution pandemic, yang membahas polusi plastik secara global. Dalam laporan tersebut tercatat plastik sekali pakai menjadi pendorong utama terjadinya krisis sampah plastik. Pada 2015, Greenpeace mencatat terdapat 448 juta ton sampah plastik.
Advertisement
Ahmad Ashov, Global Plastics Project Leader Greenpeace Indonesia, menjelaskan kondisi krisis tersebut didasari industri produsen barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods atau FMCG) yang belum berkomitmen penuh menyelesaikan persoalan limbah sampah plastik. Industri sektor FMCG sendiri tumbuh 1%-6% per tahun. Permasalahan lain adalah daur ulang sampah belum bisa mengatasi masalah sepenuhnya.
Berdasarkan survei komprehensif yang dilakukan Greenpeace ke 11 perusahaan FMCG raksasa di dunia, kemasan sekali pakai masih menjadi primadona. Ashov menjelaskan penggunaan kemasan sekali pakai oleh perusahaan tersebut tidak disertai strategi komprehensif yang mencakup komitmen untuk beralih dari plastik sekali pakai.
"[Perusahaan] sudah mencoba berubah [dari kemasan sekali pakai], mereka khawatir konsumen kurang nyaman," ujar Ashov kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Selasa.
Greenpeace mencatat sebagian besar perusahaan FMCG terus meningkatkan produksi kemasan plastik sekali pakai, yang kemudian diikuti dengan bertambahnya limbah plastik dari kemasan tersebut. Transparansi perusahaan FMCG pun dinilai kurang dalam mengungkapkan data penting mengenai penggunaan plastik mereka.
Ashov menjelaskan dalam kondisi tersebut industri fokus pada proses daur ulang dan eksplorasi komposisi kemasan yang dapat didaur ulang. Dia berpendapat mendaur ulang merupakan proses penting, namun tidak menyelesaikan masalah.
Ashov menilai industri seharusnya fokus dalam mengurangi kemasan plastik sekali pakai dan menciptakan sistem pengiriman produk yang baru.
Kepada JIBI, Ashov menjelaskan Greenpeace menawarkan empat rekomendasi, yaitu industri perlu transparan memberikan informasi komprehensif tentang jejak plastik dan plastik yang mereka gunakan. Industri pun perlu berkomitmen dalam mengurangi plastik sekali pakai secara bertahap.
Selanjutnya, industri menghapus penggunaan plastik sekali pakai yang bermasalah dan tak diperlukan. Rekomendasi terakhir adalah industri berinvestasi dalam sistem penggunaan kembali dan sistem pengiriman produk alternatif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Siap-Siap! Penerapan SLFF di Tol Sebelum Oktober 2024
- Ditanya soal Kemungkinan Maju di Pilkada, Kaesang Memilih Ini
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
Advertisement
Cek Jadwal dan Lokasi Bus SIM Keliling Bantul Sabtu 27 April 2024
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Penetapan Caleg Terpilih di DIY Menunggu BRPK Mahkamah Konsitusi
- Surya Paloh Enggan Jadi Oposisi dan Pilih Gabung Prabowo, Ini Alasannya
- Izin Tinggal Peralihan Jembatani Proses Transisi Izin Tinggal WNA di RI
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Gaji Prabowo-Gibran Saat Sudah Menjabat, Ini Rinciannya
- Iuran Pariwisata Masuk ke Tiket Pesawat, Ini Kata Menteri Pariwisata
- KASD Sebut Penggantian Istilah dari KKB ke OPM Ada Dampaknya
Advertisement
Advertisement