Advertisement
Kekhawatiran Para Pemimpin Negara terhadap Perang Dagang AS & Tiongkok
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA – Para pemimpin negara berkumpul di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York pada Senin (24/9/2018) waktu setempat. Di antara sederet isu global yang merebak belakangan, dampak perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok tampak paling diresahkan.
Para pemimpin negara dari Amerika Latin, Afrika, dan Asia mengemukakan kekhawatiran tentang meningkatnya ketegangan antara dua ekonomi terbesar di dunia tersebut setelah pemerintah AS dan Tiongkok memberlakukan tarif lanjutan terhadap produk impor satu sama lain senilai miliaran dolar AS.
Advertisement
Kekhawatiran itu ditambah kecilnya kecenderungan pembicaraan produktif antara kedua negara sampai setelah pemilu paruh waktu AS digelar pada November.
Menurut Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, munculnya proteksionisme dagang mengancam sistem perdagangan multilateral yang disepakati di Marrakesh pada 1994 serta di Doha pada 2001.
“Kita perlu memperkuat sistem perdagangan internasional berbasis aturan dan bergerak dengan cepat untuk mengubah lembaga multilateral lain dan struktur pemerintahan global agar sejalan dengan kenyataan saat ini di abad 21," ujar Ramaphosa, seperti dikutip Bloomberg.
Keprihatinan perdagangan jarang diangkat di Sidang Umum PBB tahunan. Hampir 200 pemimpin dunia lebih fokus pada isu-isu politik domestik dan krisis global besar seperti perang di Suriah dan krisis pengungsi di Eropa. Namun kali ini, isu konflik perdagangan sepertinya benar-benar telah mempengaruhi.
Dana Moneter Internasional (IMF) pada Juli memperingatkan bahwa output ekonomi global akan berkurang 0,5% dalam dua tahun jika AS menindaklanjuti semua ancaman tarifnya, yang diikuti retaliasi dari negara-negara lain dan pengetatan kondisi keuangan yang mengikis investasi bisnis.
Kepada Bloomberg, Presiden Argentina Mauricio Macri mengatakan pergesekan antara AS dan Tiongkok adalah salah satu faktor tahun ini yang akan merugikan pasar negara berkembang (emerging market), termasuk negaranya.
Seorang pejabat senior Korea Selatan bahkan meyakini konflik perdagangan akan berlangsung selama beberapa dekade ketika masing-masing negara terus berselisih.
Sebenarnya ada pula kabar baik terkait perdagangan. Sehari sebelum dijadwalkan menyampaikan pernyataan di depan Majelis Umum PBB, Presiden Donald Trump akhirnya menandatangani revisi perjanjian dagang dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in.
Tetap saja, sejumlah analis perdagangan mengatakan hal itu hanya akan memiliki dampak terbatas karena Trump membatasi ruang lingkup pembicaraan dengan menolak untuk mendorong undang-undang perdagangan AS yang akan membutuhkan persetujuan kongres.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ditanya soal Kemungkinan Maju di Pilkada, Kaesang Memilih Ini
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
- 66 Pegawai KPK Pelaku Pungutan Liar di Rumah Tahanan Dipecat
Advertisement
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Penetapan Caleg Terpilih di DIY Menunggu BRPK Mahkamah Konsitusi
- Surya Paloh Enggan Jadi Oposisi dan Pilih Gabung Prabowo, Ini Alasannya
- Izin Tinggal Peralihan Jembatani Proses Transisi Izin Tinggal WNA di RI
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Gaji Prabowo-Gibran Saat Sudah Menjabat, Ini Rinciannya
- Iuran Pariwisata Masuk ke Tiket Pesawat, Ini Kata Menteri Pariwisata
- KASD Sebut Penggantian Istilah dari KKB ke OPM Ada Dampaknya
Advertisement
Advertisement