Advertisement

Dampak Lindu di Lombok Mirip di Bantul

I Ketut Sawitra Mustika
Rabu, 15 Agustus 2018 - 10:25 WIB
Budi Cahyana
Dampak Lindu di Lombok Mirip di Bantul Foto aerial pencarian korban di bawah reruntuhan Masjid Jamiul Jamaah yang rusak akibat gempa bumi di Bangsal, Lombok Utara, NTB, Rabu (8/8). BPBD Lombok Utara mencatat berdasarkan laporan dari seluruh kecamatan setempat bahwa data sementara jumlah korban meninggal dunia akibat gempa di daerah itu mencapai 347 orang. - Antara foto/ Zabur Karuru

Advertisement

Harianjogja.com, SLEMAN—Rumah-rumah yang hancur akibat gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada awal bulan ini mirip dengan rumah-rumah yang luluh lantak akibat lindu di Bantul 12 tahun silam. Bangunan-bangunan tersebut tak dibangun dengan kaidah yang benar.

Kesimpulan itu adalah hasil penilaian Tim Teknis Pemeriksa Bangunan Fakultas Teknik UGM. Pengajar di Departemen Teknik Sipil UGM yang menjadi anggota tim pemeriksa, Ashar Saputra, mengatakan kondisi rumah di Lombok Utara yang ambruk akibat gempa mirip dengan rumah-rumah yang rusak di Bantul pada gempa 2006. Banyak bangunan ambrol karena temboknya hanya berupa pasangan batu bata.

Advertisement

“Jadi [temboknya] tidak punya kolom dan balok dari beton bertulang. Hanya pasangan bata. Rumah yang seperti itu yang [kerusakanannya] paling parah,” ujar jelas Ashar saat jumpa pers di UGM, Selasa (14/8).

Pada Minggu (5/8), Lombok diguncang gempa bermagnitudo 7 pada kedalaman 15 kilometer. Pusat gempa berada di darat pada 18 kilometer barat laut Lombok Timur. Hingga Senin (13/8), jumlah korban jiwa akibat bencana ini mencapai 436 orang. Setelah lindu itu, Lombok terus diguncang gempa susulan. Salah satunya bermagnitudo 6,2. Sebelumnya, pada 29 Juli juga terjadi gempa pendahuluan dengan magnitudo 6,4.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), lindu merusak 67.875 rumah, 468 sekolah, enam jembatan, tiga rumah sakit, 10 puskesmas, 15 masjid, 50 unit musala, dan 20 perkantoran. Kerugian diperkirakan lebih dari Rp2 triliun. Kawasan dengan kerusakan paling parah adalah Lombok Utara. Hampir 75% permukiman di kabupaten tersebut hancur. Lombok Utara adalah daerah paling dekat dengan pusat gempa dan menerima guncangan gempa dengan kekuatan besar. Akibatnya, rumah dengan konstruksi yang kurang memenuhi standar tahan gempa bakal roboh.

Ashar Saputra mengatakan rumah yang rusak adalah bangunan yang sudah memiliki kolom dan balok beton bertulang, tetapi tulangnya tidak terikat satu sama lain. Saat ada guncangan, rumah itu kemungkinan besar akan ambruk. Masjid yang ikut runtuh juga dibangun dengan konstruksi serupa dan tidak melibatkan tenaga ahli serta kurang diawasi pemerintah setempat.

Kerusakan akibat lindu di Lombok memberi pelajaran tentang bagaimana sebaiknya mendirikan bangunan yang tahan goncangan.

“Rumah yang baik adalah rumah yang memiliki kolom dan balok beton bertulang dan terikat satu sama lain. Bahannya juga baik. Rumah-rumah ini masih tetap berdiri setelah gempa dan masih bisa melindungi penghuninya,” kata Ashar.

Ashar mengatakan Tim Teknis Pemeriksa Bangunan Fakultas Teknik UGM berangkat sehari setelah gempa besar kedua. Para peneliti pergi ke Lombok untuk memeriksa gedung rumah sakit rujukan, supaya masyarakat tak takut diopname. Musabannya, banyak penduduk yang enggan berlama-lama di rumah sakit karena takut gedung ikut ambruk saat ada gempa susulan.

Menurut Ashar, mengajak masyarakat kembali ke rumah sakit adalah persoalan sulit, karena warga masih dalam kondisi trauma.

“Jika tak ada langkah nyata, para korban yang sudah dioperasi ortopedi rawan terkena infeksi dan tetanus.”

Dari hasil pemeriksaan di Rumah Sakit (RS) Mataram, RS Provinsi NTB, RSJ Kota Mataram, RS Bhayangkara, RS Angkatan Darat, RS Akademik Unram dan juga RS Narmada, Tim Pemeriksa menyatakan bangunan rumah sakit masih cukup baik meski ada kerusakan di beberapa bagian. “Kondisinya sekitar 75-80 persen. Bangunan rumah sakit provinsi malah 100 persen. Tapi, RS Akademik Unram fasilitas yang dipakai hanya 15%,” ucap Ashar.

Dia yakin, meskipun setelah pemeriksaan ada gempa susulan yang bermagnitudo 6,2, kondisi bangunan rumah sakit tak akan banyak berubah.

Sesar Flores

Rangkaian lindu di Lombok disebabkan aktivitas Sesar Naik Busur Belakang Flores atau Flores Back Arc Thrust. Sesar ini kerap disebut secara singkat sebagai Sesar Flores.

Dosen Departemen Teknik Geologi UGM Agung Setianto mengatakan hingga kini data mengenai Sesar Flores masih sangat minim. Para peneliti lebih fokus menelaah sesar di wilayah Sumatra, sehingga data mengenai pergerakan lempeng dan perkiraan gempa di wilayah tersebut sudah cukup banyak.

“Baru ada satu penelitian mengenai Sesar Flores,” ujar Agung.

Ia tak tahu pasti mengapa Lombok masih terjadi gempa susulan bermagnitudo besar setelah ada dua kali lindu besar. Tapi, dari kesimpulan sementara, ia menyatakan wilayah Sesar Flores berpotensi menimbulkan gempa yang besar dan banyak.

“Dengan adanya gempa Lombok, harus ada penelitian [yang lebih banyak mengenai Sesar Flores]. Tapi, karena Sesar Flores] ada di laut biaya yang dibutuhkan sangat besar, karena butuh kapal dan sonar,” ucap dia.

Sesar Flores membujur dari timur laut Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, hingga Flores. Di selatan kepulauan ini juga membujur zona subduksi lempeng Indo-Australia. Sesar adalah permukaan yang retak di lapisan kulit Bumi sehingga satu blok batuan bergerak relatif terhadap blok lain. Adapun zona subduksi merupakan pertemuan antara dua lempeng benua.

Sesar Flores disinyalir menyebabkan gempa besar di Bali pada 21 Januari 1917. Kala itu, gempa tersebut menewaskan 1.500 orang.

Pada 2016, Sesar Flores juga mengakibatkan gempa bermagnitudo 5,7 di wilayah Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Beberapa hari setelah gempa, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menemukan sesar baru di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang terbentuk akibat gempa bemagnitudo 7. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kasbani mengatakan lindu bermagnitudo 7 mengakibatkan deformasi di permukaan atau sesar permukaan dan retakan tanah yang mengakibatkan kerusakan jalan dan bangunan. Sesar permukaan ditemukan di Desa Sambik Bengkol, Kecamatan Gangga; Dusun Beraringan, Desa Kayangan, Kecamatan Kayangan; dan Desa Selengan, Kecamatan Kayangan.

Menurut analisis Tim Tanggap Darurat Badan Geologi, sesar di ketiga daerah itu mengindikasikan adanya pergerakan naik dengan rekahan dua sentimeter hingga 50 sentimeter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Netralitas ASN dalam Pilkada Sleman 2024 Bakal Diawasi Ketat

Sleman
| Kamis, 25 April 2024, 12:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement