Advertisement
Ratusan Warga di Jepang Mengikuti The Intifada March, Bela Palestina

Advertisement
Harianjogja.com, TOKYO– Ratusan warga, baik warga negara Jepang maupun asing mengikuti long march yang bertajuk “The Intifada March” di kawasan Shibuya, Tokyo, Sabtu (11/5/2024). Aksi tersebut sebagai bentuk dukungan untuk membela Palestina.
Aksi diawali dengan orasi di Jingu Dori Park yang disampaikan oleh Ayah, warga asli Gaza, Palestina di Jepang. “Saya lahir pada 1987, yang ternyata bertepatan dengan intifada pertama dan mengapa mars ini dinamakan Intifada March,” katanya di sela aksi.
Advertisement
Menurutnya, aksi itu bukan untuk sekadar menginformasikan apa yang tengah terjadi di Palestina atau untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan hal itu sebab kekejian yang dilakukan Israel itu sudah lebih dari 200 hari sejak 7 Oktober 2023.
“Masa-masa untuk mengedukasi orang tentang apa yang terjadi di Gaza sudah lewat. Waktu untuk menunjukkan kemarahan adalah sekarang, waktu untuk berdiri adalah sekarang, waktu untuk berteriak adalah sekarang, waktu untuk membayar itu semua adalah sekarang, waktu untuk balas dendam adalah sekarang, waktu untuk intifada adalah sekarang,” ujarnya.
Wanita berhijab itu juga mengkritik aksi warga dunia yang hanya menonton sementara mayat bergelimpangan setiap hari di jalanan Palestina, baik anak-anak maupun lansia dan bahkan tidak ada tempat untuk mengubur jasad mereka.
“Tidakkah kah kita malu sebagai umat manusia menyaksikan semua ini terjadi, melihat jasad di mana-mana, wanita dibuka hijabnya. Apa yang kau telah lakukan untuk Palestina,” katanya.
Aksi dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 10 kilometer yang melintasi pusat-pusat wisata serta perbelanjaan populer di Jepang, seperti Shibuya Crossing dan Omotesando.
Para peserta meneriakkan “Free-Free Palestine!”, “Birruh, biddam, nafdika ya Palestine” (Dengan jiwa kami, dengan arah kami, kami akan menebusmu, Palestina).
Sontak, aksi yang dikawal ketat oleh kepolisian Jepang itu, mengundang perhatian para turis dan tidak sedikit dari mereka yang merekam hingga turut bergabung mengikuti long march.
Mereka juga tak gentar untuk menyeru masyarakat memboikot produk-produk yang jelas-jelas mendukung atau terafiliasi dengan Israel terutama saat melintasi gerai-gerai yang menjajakan produk tersebut.
Tidak hanya Muslim, peserta terdiri dari berbagai latar belakang, suku, ras dan agama yang tak lelah menyuarakan kemerdekaan Palestina.
Warga Jepang, Ellie, menilai long march sebagai sarana yang efektif untuk membangun kesadaran dan membuat orang memahami apa yang terjadi di Palestina sehingga ia ikut dalam aksi tersebut.
Ia mengecam genosida yang dilakukan Israel di tanah yang disucikan oleh tiga agama itu, yakni Islam, Kristen dan Yahudi.
“Tak seharusnya orang itu berpendapat masalah ini rumit, genosida itu tidak sepatutnya terjadi, bahkan sebelum 7 Oktober. Saya berharap orang-orang mempelajari sejarah mengapa ini terjadi. Ini harus dihentikan dan harus gencatan senjata,” katanya.
Sama halnya dengan warga Amerika Serikat, Rachel, yang tergabung dalam aksi itu sebab ingin menunjukkan dukungannya meskipun hanya sedikit yang bisa ia lakukan.
“Buat saya (genosida) ini gila dan masih terjadi sampai sekarang. Ini tentu memberikan pencerahan kepada saya sebagai warga Amerika yang tidak tahu banyak tentang konflik ini dan sungguh memalukan sejak 7 Oktober tidak banyak pengetahuan tentang itu untuk untuk mengedukasi warga,” katanya.
Keduanya berharap empati bisa tumbuh di antara masyarakat dunia serta tidak hanya diam dan menonton. "Kalau Anda punya kemanusiaan, Anda seharusnya membela Palestina,” kata Ellie.
“Saya hanya melihat ke belakang, saat ini dan masa depan dan kita akan lihat siapa yang benar dalam sejarah dan siapa yang tidak berbuat apa-apa,” katanya.
Tidak ketinggalan, warga Indonesia juga hadir dalam “The Intifada March”, salah satunya Wais Alkindy.
“Benar-benar dari kami yang tidak bisa berbuat apa-apa, ya selain mendoakan tentunya dan aksi nyata ini membantu menyebarkan informasi-informasi, menumbuhkan kesadaran orang-orang Jepang banyak sekali dan yang non-Muslim juga banyak bergabung di sini,” kata Wais.
Intifada pertama, yakni serang jihad Palestina terhadap Israel terjadi pada 8 Desember 1987. Aksi tersebut juga bertepatan dengan hari kafiyeh atau sorban Palestina sedunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Korban Gempa Myanmar Butuh Obat-obatan, Air Bersih hingga Tempat Tinggal
- Berikut Deretan Tokoh yang Kunjungi Open House Menteri Investasi Rosan
- Arus Mudik Tahun Ini Dinilai Paling Lancar dalam 25 Tahun Terakhir
- Gibran Ajak Anak-Anak Panti Asuhan di Solo Berbelanja Baju Lebaran
- Emak-Emak Naik Motor Nekat Ingin Masuk Tol Joglo di Prambanan
Advertisement

Ingin ke Malioboro Hari Ini, Perhatikan Kantong Parkir dan Rekayasa Lalin Berikut Ini
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Myanmar Umumkan Tujuh Hari Berkabung Nasional
- 10 Agenda Wisata Selama Libur Lebaran di Kota Solo
- Mudik ke Solo, Gibran Bagi-Bagi Sembako dan Dengarkan Curhatan Warga
- BNPB Kirim 53 Personel ke Myanmar Bantu Evakuasi Korban Gempa
- Pipa Gas Bocor Kemudian Terbakar, Ratusan Warga Malaysia Terluka
- Jumlah Pemudik dari DKI Jakarta Menurun, Begini Penjelasan Bang Doel
- Emak-Emak Naik Motor Nekat Ingin Masuk Tol Joglo di Prambanan
Advertisement
Advertisement