Advertisement

Majelis Kehormatan MK Dibentuk untuk Tangani Pelanggaran Etik Hakim

Newswire
Selasa, 24 Oktober 2023 - 02:47 WIB
Ujang Hasanudin
Majelis Kehormatan MK Dibentuk untuk Tangani Pelanggaran Etik Hakim Hakim MK Anwar Usman (tengah) dan Hakim MK Enny Nurbaningsih (kanan) dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Senin (23/10/2023). - ANTARA / Uyu Septiyati Liman

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Mahkamah Konstitusi (MK) segera membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Pembentukan MKMK itu untuk menindaklanjuti banyaknya laporan pelanggaran kode etik hakim MK.

"Berkaitan dengan laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, kami telah melakukan rapat permusyawaratan untuk menyegerakan pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi," ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, dilansir dari Antara Senin.

Advertisement

Enny berharap majelis ini dapat segera bekerja untuk menyelesaikan tujuh laporan yang sudah masuk mengenai dugaan pelanggaran kode etik hakim MK terkait dengan Putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minum calon presiden dan calon wakil presiden.

Hakim perempuan MK satu-satunya tersebut menyatakan bahwa pembentukan MKMK tersebut berdasarkan Pasal 27A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Tujuan pembentukan majelis tersebut, lanjut dia, adalah untuk memeriksa dan mengadili laporan dan temuan dugaan pelanggaran kode etik hakim.

Enny mengatakan bahwa semua hakim MK sepakat untuk menyerahkan penyelesaian laporan-laporan kepada MKMK.

"Biarlah MKMK yang bekerja mengurus laporan tersebut sehingga kami dapat berkonsentrasi pada perkara yang harus kami tangani sesuai dengan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi," ucapnya.

Pada hari Senin (16/10), Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan.

BACA JUGA: Kisruh Putusan MK, Ini Kata Pakar Hukum UGM

Mahkamah mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.

Ia memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD RI 1945.

"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ucap Anwar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jalur Perseorangan di Pilkada Sleman 2024 Sepi Peminat

Sleman
| Kamis, 02 Mei 2024, 17:37 WIB

Advertisement

alt

Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja

Wisata
| Rabu, 01 Mei 2024, 14:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement