Advertisement
Pemerintah Diminta Gratiskan Rapid Test Mandiri, Ini Alasannya
Ilustrasi-Warga mengikuti tes diagnostik cepat Covid-19 (Rapid Test) secara "drive thru" di halaman Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (28/5/2020). - Antara/Didik Suhartono
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Pemerintah diminta menggratiskan biaya rapid test mandiri yang dinilai mahal selain menggangu pergerakan orang dan kegiatan angkutan logistik.
Anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo menilai tingginya biaya rapid test hingga Rp500.000 seringkali dikeluahkan masyarakat. Apalagi masa berlakunya hanya selama tiga hari.
Advertisement
"Banyak masyarakat yang mengeluhkan mahalnya rapid test. Atas keluhan ini, pemerintah seharusnya memikirkan solusi, bagaimana caranya agar rapid test mandiri bisa gratis," katanya kepada wartawan, Selasa (23/6/2020).
BACA JUGA : Setelah Pasar, Rapid Test Acak di Jogja Akan Digelar di Mal
Legislator asal Boyolali, Jawa Tengah, ini mengatakan karena mahalnya rapid test dirinya sering mendapat keluhan dari ratusan sopir truk yang terpaksa menunda pekerjaannya karena tak sanggup membayar biaya rapid test.
"Kita tahu, ratusan pengemudi truk yang mengangkut logistik menunda pengiriman barang karena tak mampu bayar biaya rapid test. Para sopir truk yang bekerja untuk kepentingan publik mestinya dibebaskan dari biaya rapid test," ujarnya.
Pada Senin (22/6) ratusan sopir truk pengangkut logistik di Pelabuhan Pangkal Balam, Bangka Belitung menunda pengiriman barang karena terkendala biaya rapid test.
BACA JUGA : Jalani Rapid Test, 108 Warga Gunungkidul Dinyatakan Reaktif
Syarat untuk pengiriman barang, pengemudi harus mengikuti rapid test terlebih dahulu. Tingginya biaya rapid test juga banyak dikeluhkan para calon penumpang kereta api dan penumpang pesawat. Bahkan, banyak di antara calon penumpang akhirnya terpaksa membatalkan perjalanan karena terbukti menggunakan surat keterangan rapid test yang sudah kadaluarsa.
"Kejadian-kejadian seperti ini kan membuktikan bahwa biaya rapid test itu terasa membebani. Kondisi ini harusnya jadi perhatian pemerintah," kata Rahmad.
Rahmad mengatakan sejauh ini rapid test masih merupakan cara paling baik untuk melacak penyebaran Covid-19. Rahmad mengakui, rapid test memang membutuhkan dana, sehingga pihak rumah sakit, mau tidak mau harus mematok tarif. "Di sinilah perlunya pemerintah hadir dan mengawasi. Tidak boleh membiarkan rumah sakit melakukan aji mumpung, mematok tarif sesukanya," kata Rahmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Badan Geologi Pantau Ketat 127 Gunung Api Aktif di Indonesia
- Libur Nataru, KLH Prediksi Sampah Nasional Naik 59 Ribu Ton
- Lebih dari 4 Juta Senjata Beredar, Australia Luncurkan Buyback Nasion
- KPK Tangkap Enam Orang dalam OTT di Kalimantan Selatan
- Kakak Sulung Berpulang, Unggahan Atalia Praratya Mengharukan
Advertisement
Advertisement
Sate Klathak Mbah Sukarjo Hadirkan Kuliner Khas di Pusat Kota
Advertisement
Berita Populer
- IDC: Pasar Wearable Tumbuh 10 Persen, Huawei Kuasai Global
- Pemkab Gunungkidul Tuntaskan Normalisasi 2 Luweng Rawan Banjir
- ByteDance dan Oracle Bentuk Perusahaan Baru untuk TikTok AS
- Kim Seon-ho dan Go Youn-jung ke Jakarta Januari 2026
- Jadwal Misa Natal 2025 Gereja Ganjuran, Ada 5 Sesi Ibadah
- Investasi Gunungkidul Tembus Rp687 Miliar, Serap 15.781 Pekerja
- Gunung Api Paling Aktif di Indonesia Sepanjang 2025
Advertisement
Advertisement




