Advertisement

Sisa Makanan Kerbau Bule Keraton Solo Pun Jadi Incaran Warga di Kirab Malam 1 Sura

Candra Mantovani
Minggu, 01 September 2019 - 11:27 WIB
Sunartono
Sisa Makanan Kerbau Bule Keraton Solo Pun Jadi Incaran Warga di Kirab Malam 1 Sura Kerbau bule keturunan Kyai Slamet dipersiapkan menjadi cucuk lampah pada kirab malam 1 Sura di Keraton Solo, Sabtu (31/8/2019) malam. (Solopos - M. Ferri Setiawan)

Advertisement

Harianjogja.com, SOLO -- Ribuan warga memadati kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat untuk menonton kirab pusaka malam 1 Sura Tahun Wawu 1953, Sabtu (31/8/2019) malam hingga Minggu (1/9/2019) dini hari.

Ribuan orang itu tak sekadar menonton. Tak sedikit di antara mereka yang sengaja datang untuk ngalap berkah, terutama dari hal-hal yang terkait dengan kerbau bule keturunan Kyai Slamet milik Keraton Solo.

Advertisement

Bahkan, uborampe yang dimakan sembilan ekor kerbau bule keturunan Kyai Slamet yang ikut kirab malam itu tak luput dari incaran warga yang sudah menunggu lama di depan Kori Kamandungan.

kirabSuasana kirab malam 1 Sura di kompleks Keraton Solo, Sabtu (31/8/2019) malam. (Solopos/M. Ferri Setiawan)

Pantauan Solopos.com, warga sudah mulai memadati kawasan Kori Kamandungan Kompleks Keraton Solo sejak pukul 21.00 WIB. Mereka dengan sabar menunggu kerbau bule yang ikut dikirab dalam kirab malam 1 Sura oleh Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Hal ini lantaran mereka menunggu momen rayahan beberapa janur dan uborampe yang terpasang setelah kerbau bule memakannya. Warga percaya apabila berhasil menyentuh kerbau bule keturunan Kyai Slamet dan mendapatkan uborampe sisa makan kerbau tersebut, mereka akan mendapatkan berkah.

Beberapa warga bahkan rela datang dari luar kota hanya untuk mendapatkan uborampe tersebut. Kerbau bule keturunan Kyai Slamet mulai keluar sekitar pukul 23.30 WIB. Kerbau-kerbau tersebut dikirab bersama rombongan mengelilingi keraton dari depan Kori Kamandungan Keraton Solo menuju Gladag, Jl. Kapten Mulyadi, Jl. Veteran, Jl. Yos Sudarso, Jl. Slamet Riyadi kemudian kembali ke kompleks Keraton.

Salah satu warga Wonogiri, Supri, 35, mengatakan selalu rutin menyaksikan kirab 1 Sura yang di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat setiap tahunnya. Dia juga mengatakan selalu mengincar uborampe berupa makanan dan janur yang juga diperebutkan warga lainnya.

Menurutnya, sisa makanan yang didapatkan akan dimakan agar dirinya tertular berkah yang dimiliki oleh kerbau bule keturunan Kyai Slamet tersebut.

“Kalau dapatnya makanan ya nanti juga saya makan. Kalau dapatnya benda yang tidak bisa dimakan nanti saya simpan di rumah. Biar nanti ketularan berkahnya. Saya memang setiap tahun selalu datang. Semoga saja malam ini juga dapat,” bebernya kepada Solopos.com saat menunggu kerbau bule.

Warga lainnya asal Colomadu, Karanganyar, Sarwanto, 55, juga mengaku setiap tahun datang menyaksikan kirab 1 Sura yang diadakan Keraton Solo. Selain ingin melestarikan budaya, dia juga ingin mendapatkan uborampe sisa yang dimakan oleh kerbau bule.

Dia percaya dengan mendapatkan uborampe sisa tersebut, dia bisa mendapatkan berkah. “Tujuan utamanya nguri-uri budaya. Tapi juga kalau beruntung bisa mendapatkan sisa uborampenya. Ini dipercaya bisa mendatangkan berkah. Setiap tahun sudah sering dan biasa dapat juga. Tapi tahun ini sepertinya yang datang lebih banyak. Jadi mungkin agak sulit berebutnya,” papar dia.

Warga Sleman, Arhanutri Davi Mawarni, 19, mengaku baru kali pertama menyaksikan kirab 1 Sura di Solo. Dia mengaku penasaran dengan prosesi yang digelar Keraton saat melakukan kirab pusaka.

“Ini baru kali pertama lihat. Memang saya penasaran bagaimana budaya di sini kalau melaksanakan kirab di keraton. Karena sepertinya sedikit berbeda dengan di Jogja,” kata dia.

Pangageng Parintah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, K.G.P.H. Dipokusumo, mengatakan kirab itu untuk meminta keselamatan secara pribadi dan untuk kesatuan negara Indonesia. Selain itu kegiatan kirab kerbau adalah kegiatan turun-temurun yang sudah dilakukan leluhur. Setiap tahunnya kerbau bule keturunan Kyai Slamet tersebut selalu diikutsertakan.

“Kerbau bule memiliki filosofi di baliknya dalam kehidupan bermasyarakat masyarakat. Kerbau yang menjadi cucuk lampah merupakan simbol nafsu dan kebodohan yang harus bisa ditaklukkan manusia. Kerbau itu kan identik dengan kebodohan. Bagaimana kita bisa mengalahkan nafsu kita, kebodohan kita. Jadi tidak ada kaitannya dengan syirik,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Solopos

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Rute Bus Trans Jogja, Cek di Sini, Jangan Salah Pilih

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 04:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement