Advertisement

Wartawan Media Ternama di Jawa Tengah Tidak Digaji Berbulan-bulan

Imam Yuda Saputra
Jum'at, 05 April 2019 - 20:07 WIB
Budi Cahyana
Wartawan Media Ternama di Jawa Tengah Tidak Digaji Berbulan-bulan Ilustrasi - Govloop

Advertisement

Harianjogja.com, SEMARANG — Salah satu media massa tertua di Jawa Tengah limbung. Pekerja media tersebut terlambat gajian sejak beberapa bulan terakhir. Berikut laporan wartawan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia Imam (JIBI) Yuda Saputra.

Agung, bukan nama sebenarnya, tampak letih saat dijumpai JIBI di sebuah warung di pusat Kota Semarang , Senin (1/4/2019). Segelas es teh yang ada di depannya pun langsung ditenggak hingga tak tersisa.

Advertisement

Sepanjang hari, Agung menyambangi beberapa kantor instansi pemerintah demi mendapat berita. “Angle-nya apa ya? Yang bagus apa ya biar heboh?” ujar Agung kepada JIBI.

Agung adalah satu dari sekian wartawan yang bekerja di Semarang. Ia bekerja untuk sebuah surat kabar lokal yang sudah puluhan tahun beredar di Jawa Tengah (Jateng).

Bekerja sebagai wartawan, Agung mengaku mengalami banyak suka duka. Tak hanya harus bersusah payah mengejar berita, kadang hak-haknya sebagai karyawan pun tidak dipenuhi.

“Sudah sejak awal 2018 kemarin enggak gajian. Makanya, pekerjaan apa saja harus dilakoni supaya dapur tetap ngebul,” ujar Agung yang juga bekerja sebagai driver ojek online (ojol) itu.

Agung mengaku keterlambatan gaji sebenarnya sudah dirasa sejak 2016 lalu. Namun, saat itu perusahaannya masih memenuhi tanggung jawab meski telat.

Baru sekitar pertengahan 2017, perusahaan mulai kesulitan memenuhi gaji karyawan. Puncaknya pada awal 2018, perusahaannya sudah tidak lagi memberi upah. Meski demikian, ia masih menjalani pekerjaannya sebagai wartawan dengan harapan suatu saat hak-haknya akan dipenuhi.

“Kadang kalau enggak mengirim, diminta juga sama redaktur atau koorlap [koordinator lapangan]. Daripada rewel ya kirim saja, meski copas dari teman,” ujarnya sambil berkelakar.

Agung bekerja di perusahaan media cetak yang berkantor pusat di Semarang itu sejak 2014 lalu. Ia bekerja atas rekomendasi seorang teman.

Di Bawah UMK

Alumnus sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) di Semarang itu mengaku saat kali pertama bekerja tak diminta menandatangani surat perjanjian kerja. Ia hanya diminta bekerja dengan gaji Rp700.000-Rp1.500.000 per bulan.

“Kalau mau malas-malasan ya bayarannya sedikit. Tapi, kalau ngoyo [bersemangat] ya bisa mencapai Rp1,5 juta per bulan,” imbuh bapak satu orang putri itu.

Gaji yang diterima Agung itu sebenarnya sangat minim. Apalagi bagi seorang wartawan yang dituntut memiliki mobilitas tinggi dan jam kerja yang tidak teratur. Bahkan, besarnya gaji yang diterima Agung itu jauh di bawah standar atau Upah Minimum Kota (UMK) Semarang pada tahun 2019 yang mencapai Rp2.498.587,53.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan Ketenagakerjaan (Wasker) Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng, Budi P. Dyah, membenarkan jika masih ada beberapa perusahaan media di Kota Semarang yang tidak memenuhi hak-hak pekerjanya.

Bahkan, karyawan dari perusahaan itu sempat mengadu ke Disnakertrans Jateng, beberapa waktu lalu.

“Aduannya terkait keterlambatan gaji. Kami sudah tindak lanjuti dengan memanggil pemimipin perusahaannya, tapi belum direspons," ujar Budi saat dijumpai Semarangpos.com di ruang kerjanya, Kamis (4/4/2019).

Selain tidak membayar gaji, perusahaan itu juga tidak memberikan upah sesuai aturan yang tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) No.78/2015 tentang Pengupahan. Meski demikian, Budi enggan menyebut secara detail perusahaan yang dimaksud itu.

”Sebenarnya ada dua perusahaan media, tetapi yang satu laporan ditunjukkan lewat Disnaker Kota Semarang. Laporannya terkait permasalahan upah pekerja," ujar dia.

Budi menyebutkan seandainya tak mampu dengan segera menyelesaikan permasalahan upah pekerja, perusahaan itu bakal dijerat hukum sesuai yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.78/2015 tentang Pengupahan juncto (jo) Peraturan Kementerian Tenaga Kerja (Permenaker) No. 20/2016.

Budi menambahkan sebenarnya ada banyak perusahaan di Jateng yang terlibat kasus pengupahan. Bukan hanya perusahaan media, tetapi perusahaan lain yang bergerak di berbagai sektor, seperti garmen.

Bahkan dalam data yang dihimpun Disnakertrans Jateng, selama 2018 ada sekitar 3.312 perusahaan yang terindikasi melakukan pelanggaran ketenagakerjaan dalam segi pengupahan. Pelanggaran itu terdiri dari berbagai hal, seperti pemberian upah yang tidak layak kepada para pekerja atau di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK) maupun telat membayar gaji karyawan.

Dari 3.312 perusahaan yang terindikasi itu sudah kami lakukan pengawasan. Dan temuan dari pengawas kami menyatakan jika 437 perusahaan di antaranya membayar upah di bawah UMK. Terbanyak di Kabupaten Sukoharjo, imbuh Budi.

Data yang diterima Semarangpos.com, total ada sekitar 23.998 perusahaan di Jateng yang hingga kini masih aktif beroperasi. Dari jumlah sebanyak itu, 14.232 perusahaan di antaranya masuk dalam kategori skala kecil, 7.202 perusahaan skala sedang, dan 2.564 perusahaan skala besar.

Sebanyak 23.998 perusahaan itu mampu menampung sekitar 1.670.402 pekerja, yang terdiri dari 904.526 pekerja laki-laki dan 765.873 pekerja perempuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Solopos

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Pertobatan Ekologis dan Persoalan Sampah Jadi Topik Peragaan Jalan Salib di Gereja Ini

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 15:27 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement