Advertisement

Tanpa Pemilahan Sampah, TPST Piyungan Akan Tetap Kewalahan

I Ketut Sawitra Mustika
Selasa, 28 Agustus 2018 - 12:25 WIB
Budi Cahyana
Tanpa Pemilahan Sampah, TPST Piyungan Akan Tetap Kewalahan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Piyungan di Dusun Ngablak, Sitimulyo, Piyungan, Bantul. - Harian Jogja/Desi Suryanto

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Pemilahan sampah adalah kunci penyelesaian masalah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan. Tanpa pemilahan di tingkat rumah tangga dan industri, teknologi pengolah sampah akan jadi sia-sia. Edukasi yang konsisten kepada masyarakat sangat diperlukan.

Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (PSLH UGM) Subaryono mengatakan pemilahan adalah cara menentukkan jenis sampah yang bisa dipakai kembali, didaur ulang, maupun yang perlu dibuang ke TPST.

Advertisement

“Semua itu dipilah jadi tidak semua dibawa ke pembuangan sampah,” kata Subaryono melalui sambungan telepon, Senin (27/8).

TPST Piyungan, menurut dia, selalu tidak cukup menampung sampah karena kebanyakan sampah dibuang ke sana tanpa ada pemilahan yang maksimal. Ini terlihat dari kegagalan Kota Jogja mengolah sampah yang belum dibuang ke TPST Piyungan.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jogja, dalam lima tahun terakhir, produksi sampah cenderung menurun, tetapi sampah yang dibuang ke Piyungan malah meningkat. Ini karena volume sampah yang diolah dan didaur ulang semakin sedikit.

Pada 2012 rata-rata sampah per hari mencapai 263 ton, 2013 berkurang menjadi 244 ton, 2014 naik menjadi 259 ton, 2015 turun kembali menjadi 236,30, 2016 turun lagi menjadi 226,20 ton, 2017 naik menjadi 230 ton dan tahun ini menjadi 250 ton.

Sementara, pada 2012 Jogja rata-rata mengirim 180 ton sampah per hari ke Piyungan, sempat turun pada 2013 menjadi 175 ton per hari, melonjak pada 2014 menjadi 200 ton, kembali turun pada 2015 kembali turun menjadi 179,40 ton, turun pada 2017 menjadi 176,40 ton, dan meningkat drastis sejak 2017 menjadi 200 ton dan 2018 menjadi 230 ton.

Sampah yang diolah dan dimanfaatkan kembali selama 2012 seberat 70 ton dan terus anjlok pada 2013 menjadi 57 ton, 2014 menjadi 54 ton, 2015 menjadi 52,17 ton dan 2016 hanya 45,28 ton.

Padahal jumlah bank sampah di Jogja saban tahun terus meningkat. Jika pada 2012 tercatat 61 bank sampah, pada 2013 menjadi 206 unit, setahun kemudian, bertambah 315 unit, 2015 menjadi 343 unit dan 2016 hingga kini sudah 433 unit. Dari seluruh 615 RW di Jogja, sebesar 71% telah memiliki kelompok bank sampah.

Subaryono mengatakan mengelola sampah tidak sekadar tentang pembangunan infrastruktur dan ketersediaan alat, tetapi juga harus diimbangi dengan pemilahan dari sumber sampah, baik itu rumah tangga maupun rumah usaha.

“TPST enggak akan pernah cukup untuk menampung semua. Ini masalah pola pikir, sikap hidup. Ini kan tidak bisa sehari dua hari diubah. Harus diberi pendidikan dan contoh. Harus konsisten. Itu yang jadi masalah,” ujar dia.

Pengajar di Prodi Teknik Lingkungan Fakultas Teknologi Mineral UPN Veteran Jogja Dina Asrifah mengatakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan perkara sampah adalah dengan membina masyarakat agar terbiasa memilah sampah.

Sosialisasi pemilahan sampah, ujar Dina, harus terus dilakukan. Namun, agar hal tersebut berhasil, pemerintah daerah harus berkomitmen untuk menyiapkan segala sarana pendukung. Pemerintah harus memastikan sampah yang sudah dipilah tidak diangkut dalam satu truk yang sama, sehingga pemilahan jadi tak banyak berguna.

“Saya kurang tahu ini masalah dana atau gimana, tapi ternyata dari operasional setelah dipisah, [sampah] dikumpulkan kembali akhirnya tercampur. Akhirnya pemilahan [oleh masyarakat] tidak banyak membantu,” jelas Dina.

Seandainya TPST Piyungan punya teknologi pengolah sampah yang sudah canggih, keberadaan alat itu akan tak banyak membantu jika tidak disertai dengan pemilahan sampah.

“Jika tidak dipilah, sampah oorganik basah kering jadi satu. Misalnya, kertas campur dengan basah, akhirnya dipilah kertasnya remuk. Kalau plastik dicampur dengan organik, jadi kotor dan basah. Akhirnya butuh waktu dan upaya untuk memisahkan. Pengelolaan sampah bukan hanya masalah teknologi, tapi butuh usaha dari semua pihak terkait,” ujar Dina.

Sebelumnya Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY Mansyur mengatakan sampah di TPST Piyungan saat ini sudah melebihi kapasitas, apalagi volume sampah semakin banyak. Pada 2015 saat TPST Piyungan dikelola kabupaten, volume sampah antara 200 dan 250 ton per hari. Sekarang, sampah yang dibawa ke Piyungan mencapai 600 hingga 700 ton per hari. Pemda DIY berencana menggandeng perusahaan swasta yang bisa menyediakan teknologi canggih untuk mengolah sampah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Cek Jadwal dan Lokasi Bus SIM Keliling Bantul Sabtu 27 April 2024

Bantul
| Sabtu, 27 April 2024, 06:47 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement